Sukiman Wirjosandjojo

From Ensiklopedia
Soekiman Wirjosandjojo - Kepartaian di Indonesia (1951) Hal. 14


Dr. Sukiman Wirjosandjojo adalah tokoh yang dikenal sebagai Perdana Menteri Indonesia periode 1951-1952. Ia lahir pada 19 Juni 1896 di Surakarta, adik dari Satiman Wirjosandjojo, pendiri Jong Java. Latar Pendidikan Sukiman dimulai dari ELS (Europeesche Lagere School) pada 1907-1914, kemudian STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen/Schoolter Opleding Voor Indische Art) sampai 1923. Ia lalu melanjutkan pendidikannya di bidang Ilmu Penyakit Dalam di Universiteit van Amsterdam (Diploma Arts) pada 1925. Setelah menyelesaikan studinya di Amsterdam pada usia 29 tahun, beliau kemudian menjadi seorang dokter  (Zulkarnain, 2013: 8; Setiawan, 2018).

Selama menempuh pendidikan di Amsterdam, Sukiman aktif dalam kegiatan organisasi pergerakan, seperti menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Indonesia (PI) yang sebelumnya bernama Indische Vereeniging. Sekembalinya ke Hindia Belanda, ia pada 1926 membuka praktek dokter di Yogyakarta, selain juga sempat menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit PKU Muhammadiyah di kota yang sama selama dua tahun atas penunjukan Haji Fachrodin. Namun, beliau akhirnya lebih tertarik pada dunia perpolitikan, yang sudah mulai saat bergabung dengan PSI (Partai Sarekat Islam) yang dulu disebut dengan Sarekat Islam. Pada 1929, atas desakan dari Sukiman, PSI berganti nama menjadi PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) karena dianggap lebih nasionalis. Beliau menjabat sebagai bendahara partai, sampai dikeluarkannya para kader partai dari Muhammadiyah dari partai, termasuk Sukiman pada 1933 (Zulkarnain, 2013: 10-11).

Pada 1945, Sukiman menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Chosakai. Badan ini dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dalam hal penanganan tata masalah pemerintahan yang terdiri dari 60 anggota (Zulkarnain, 2013: 12). Setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Sukiman aktif dalam Partai Majelis Syuro Muslimin (Masyumi) dan menjadi Ketua Masyumi pertama setelah dilaksanakannya Kongres Muslimin Indonesia di tahun yang sama Ia  tetap menjabat sebagai Presiden Partai hingga kepengurusan PP Masyumi yang ketiga pada 1951. Dia dinilai oleh para pendukungnya mampu menyatukan perbedaan di antara golongan muda dan tua dalam partai (Zulkarnain, 2013: 13; Setiawan, 2018).

Puncak karir sepanjang hidup Sukiman dalam bidang politik di Indonesia terjadi pada saat beliau menjabat sebagai Perdana Menteri pada 1951-1952 di Masa Orde Lama. Sukiman yang berasal dari Partai Masyumi menjabat sebagai Perdana Menteri didampingi oleh Suwirjo selaku Wakil Perdana Menteri dari PNI (Partai Nasional Indonesia) (Zulkarnain, 2013:23), dengan program kerja kabinetnya berfokus pada bidang Keamanan, Kemakmuran, Organisasi Negara, dan Perburuhan, serta Program untuk memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah NKRI (Zulkarnain, 2013: 31).

Menjelang akhir pemerintahan Kabinet Sukiman, terjadi banyak sekali permasalahan, terutama masalah internal. Permasalahan juga muncul ketika penandatanganan perjanjian perdamaian dengan Jepang di San Fransisco (Perjanjian San Fransisco) pada 7 September 1951. Perjanjian itu merupakan akhir dari Perang Dunia II yang secara resmi mengakhiri peran Jepang sebagai Negara Imperialis (Zulkarnain, 2013: 75). Hal tersebut mendapatkan beragam tanggapan dari berbagai pihak dan mengakibatkan perpecahan di dalam kabinet, dimana PNI menolak keras keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian tersebut. Kabinet inipun jatuh setelah Masyumi dan PNI menarik dukungannya kepada kabinet. (Aman, 2015: 42)

Selain itu, permasalahan lain timbul akibat Indonesia menerima bantuan Teknik dan Ekonomi dari Amerika Serikat dibawah Economic Co-operation Administration yang kemudian diganti dengan Program Mutual Security Act (MSA) atau “Badan Keamanan Timbal Balik). Program ini dibuat untuk memungkinkan dunia agar tetap teguh sebagai negara yang merdeka. Penerimaan bantuan Amerika Serikat melalui MSA oleh Pemerintah Indonesia telah menimbulkan kesan bahwa pemerintah di bawah Kabinet Sukiman telah condong ke lingkungan Mutual Security Act dalam rangka Perang Dingin. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor jatuhnya Kabinet Sukiman. Perdana Menteri Sukiman dan Wakil Perdana Menteri Suwirjo akhirnya menyatakan mengundurkan diri pada 23 Februari 1952. Sukiman wafat pada 23 Juli 1974 di Yogyakarta (Setiawan dkk, 2018: 371).

Penulis: Ilham Daeng Makkelo
Instansi: Universitas Hasanuddin
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Zulkarnain & Nugraha, Asep Restu. 2013. Sukiman dalam Panggung Politik Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Pujangga Press.

Setiawan, Johan dkk. 2018. “Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal Tahun 1950- 1959”. Jurnal Historia. Vol.6 N0.2.

Aman. 2015. Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan: 1945-1998. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Hardianti. 2018. “Pemikiran Politik Islam Soekiman Wirjosandjojo (1916-1960 M)”. Surabaya: Fakutlas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel