Tugu Selamat Datang
Tugu Selamat Datang terletak di Jakarta Pusat, tidak jauh dari Bundaran Hotel Indonesia. Tugu ini terdiri dari dua buah patung pemuda dan pemudi yang melambaikan tangannya sebagai tanda selamat datang. Di tangan pemudi terdapat bouquet bunga sebagai tanda penyambutan (Lubis 2018: 222). Patung ini memiliki tinggi 5 meter dengan tiang penyangganya setinggi 10 meter. Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam proses pembangunan tugu tersebut terkait dengan simbol yang melambangkan karakter bangsa Indonesia untuk menyambut tamu dan kontingen dari luar negeri.
Monumen ini dikerjakan Perusahaan Negara Pembangunan Perumahan selama setahun. Patung ini berbahan perunggu dengan sistem cor. Pembuatan patung ini berlangsung dua kali. Pertama dibuat dengan tinggi tubuh patung tujuh meter. Namun, saat Sukarno meninjau pembuatan patung ini di sanggar Edhi Sunarso di Karangwuni, ia minta agar patung diperkecil. Tinggi tubuh patung menjadi hanya lima meter (Windoro Adi 2015: 27). Lokasi penempatan yang dipilih sengaja di Jalan Thamrin, depan HI, karena para tamu dan peserta Asian Games akan melewati jalan ini ketika menuju ke Senayan dari Bandara Kemayoran. Patung ini diresmikan pada tahun 1962.
Tugu ini merupakan rancangan dari Henk Ngantung, seorang tokoh seniman yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur (1960-1964) dan kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta (1964-1965), dengan pimpinan proyek seniman Trubus (Santoso 2018: 22) dan kemudian direalisasikan oleh pematung Edhi Soenarso. Gagasan pembangunan Tugu Selamat Datang berasal dari Sukarno ketika sedang berdiskusi dengan sejumlah seniman Istana Negara, Jakarta, pada 1959. Pembangunan ini tidak terlepas dari sejarah Kota Jakarta yang kemudian menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar se-Asia, yakni Asian Games tahun 1962. Menurut Sukarno, Asian Games memiliki fungsi seremonial untuk menunjukkan di mata negara-negara tetangga bahwa Jakarta sebagai “suar bagi kekuatan baru yang muncul” di Asia (Kusno 2000: 56). Sukarno menggunakan segala kesempatan untuk meningkatkan kepercayaan diri masyarakat Indonesia melalui olahraga (Lutan 2009: 16).
Pembangunan Tugu Selamat Datang ini terealisasi menggunakan dana pampasan perang dari Jepang. Sukarno berharap tugu ini mampu membuat bangsa Indonesia dihargai oleh seluruh dunia (Adams 2018: 354). Berbagai sarana dan infrastruktur mulai dibangun di Jakarta pada awal 1960-an antara lain: 1. kompleks Asian Games IV (sejak 8 febuari 1960; 2. Monumen Nasional (1961); 3. Masjid Istiqlal (1961); 4. Hotel Indonesia (1961); 5. Pelebaran Jl. Gatot Subroto – M.T. Haryono (1961); 6. Pelebaran Jl. Thamrin – Sudirman (1961); 10. Tugu Selamat Datang di Bundaran HI (1961); dan lain sebagainya (Rahayu 2012; 72).
Penulis: Eka Ningtyas
Instansi: Universitas Negeri Yogyakarta
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si
Referensi
Abidin Kusno. Behind the Postcolonial Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia. London and New York: Routledge, 2000.
Adams, Cindy. Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Translated by Syamsu Hadi. Yogyakarta: Yayasan Bung Karno, 2018.
Amin Rahayu. ‘Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta: Motivasi Dan Capaiannya’. Departemen Sejarah Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, 2012.
Firman Lubis. Jakarta 1950-1970. Jakarta: Masup Jakarta, 2018.
‘IVth Asian Games Bulletin : Progress Report Covering Plans and Preparation for the IVth Asian Games’. The Orgazining Committee IVth Asian Games, August 1960.
Nawa Tunggal. ‘Seni Publik: Pesan Patriotisme Dari Patung Pemuda’. Kompas, 16 October 2015.
Rusli Lutan. ‘Indonesia and the Asian Games: Sport, Nationalism and the “New Order”’. In Sport, Nationalism and Orientalism: The Asian Games. London and New York: Routledge, 2009.
Kompas. ‘Sejarah Kota: Asian Games 1962, Cetak Biru Ibu Kota’, 10 July 2018.
Windoro Adi. ‘Selamat Datang, Selamat Datang...! Riwayat Kota’. Kompas, 5 January 2015.