Mochtar Lubis: Difference between revisions
m (Text replacement - "Soekarno" to "Sukarno") |
No edit summary |
||
Line 3: | Line 3: | ||
Mochtar identik dengan kategori ''the muckraking paper,'' teguh dan bertekun dalam mengawal penyelidikan politik dan ekonomi sebagai fokus pemberitaan (Atmakusumah [ed.], 1992). Ini dapat dilihat dari pemberitaan ''Indonesia Raya'' yang berfokus pada korupsi, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, ketidakadilan, dan sikap-sikap feodalisme. Bukanlah hal yang mudah ketika Mochtar Lubis berusaha mengusung ''the muckraking paper'' dalam dunia jurnalistik yang artinya ia harus mengkritik dan mengungkap kebenaran ke publik disertai investigasi yang mendalam. | Mochtar identik dengan kategori ''the muckraking paper,'' teguh dan bertekun dalam mengawal penyelidikan politik dan ekonomi sebagai fokus pemberitaan (Atmakusumah [ed.], 1992). Ini dapat dilihat dari pemberitaan ''Indonesia Raya'' yang berfokus pada korupsi, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, ketidakadilan, dan sikap-sikap feodalisme. Bukanlah hal yang mudah ketika Mochtar Lubis berusaha mengusung ''the muckraking paper'' dalam dunia jurnalistik yang artinya ia harus mengkritik dan mengungkap kebenaran ke publik disertai investigasi yang mendalam. | ||
Gagasannya dalam bidang jurnalistik bisa dilihat dalam kesehariannya ketika menerbitkan berita. Ambil contoh sekitar tahun 1950-an ia pernah melancarkan kritik pada Presiden Sukarno, meskipun Mochtar juga memiliki kekaguman pada perjuangan Sukarno sebelum kemerdekaan. Pada era yang sama Mochtar juga mengungkap korupsi Sekjen Departemen Penerangan, Roeslan Abdulgani. Atas kritik itu Mochtar dijatuhi hukuman percobaan beberapa bulan. Tradisi pers perjuangan sebagaimana dilakukan Mochtar Lubis adalah yang paling lantang mengkritik sederetan asisten pribadi Presiden dan sejumlah kepala negara termasuk Urusan Logistik (bulog) pada tahun 1970-an. Mochtar mempublikasikan hasil investigasinya tentang korupsi di Pertamina. Pecahnya Peristiwa Malapetaka Januari (Malari) 1974, unjuk rasa terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, menyebabkan Mochtar Lubis dipenjara selama 2,5 bulan (David T. Hill, 2011). Sebagai wartawan ia pernah mendapat penghargaan Magsaysay dari Yayasan Magsaysay Filipina (1958) dan Hadiah Pena Emas dari ''World Federation of Editor and Publishers'' (1967) (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001). | Gagasannya dalam bidang jurnalistik bisa dilihat dalam kesehariannya ketika menerbitkan berita. Ambil contoh sekitar tahun 1950-an ia pernah melancarkan kritik pada [[Sukarno|Presiden Sukarno]], meskipun Mochtar juga memiliki kekaguman pada perjuangan Sukarno sebelum kemerdekaan. Pada era yang sama Mochtar juga mengungkap korupsi Sekjen Departemen Penerangan, [[Roeslan Abdul Ghani|Roeslan Abdulgani]]. Atas kritik itu Mochtar dijatuhi hukuman percobaan beberapa bulan. Tradisi pers perjuangan sebagaimana dilakukan Mochtar Lubis adalah yang paling lantang mengkritik sederetan asisten pribadi Presiden dan sejumlah kepala negara termasuk Urusan Logistik (bulog) pada tahun 1970-an. Mochtar mempublikasikan hasil investigasinya tentang korupsi di Pertamina. Pecahnya Peristiwa Malapetaka Januari (Malari) 1974, unjuk rasa terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, menyebabkan Mochtar Lubis dipenjara selama 2,5 bulan (David T. Hill, 2011). Sebagai wartawan ia pernah mendapat penghargaan Magsaysay dari Yayasan Magsaysay Filipina (1958) dan Hadiah Pena Emas dari ''World Federation of Editor and Publishers'' (1967) (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001). | ||
Manusia multidimensional Mochtar Lubis, oleh kritikus Sastra HB Jassin (1985), dimasukan dalam kategori sastrawan Angkatan 1945. Beberapa karyanya diantaranya adalah ''Tidak ada Esok'' (1951), ''Si Jamal dan cerita-cerita Lain'' (1951), ''Jalan Tak Ada Ujung'' (1952), ''Harta Karun'' (1964), ''Tanah Gersang'' (1966), ''Senja di Jakarta'' (1970), ''Jalan Bersaudara'' (1971), ''Berkelana dalam Rimba'' (1980) dan lainnya. Karya-karya Mochtar Lubis mendapat penghargaan diantaranya novel '' Jalan Tak Ada Ujung'' (1952) dialih bahasakan oleh A.H. Johns menjadi ''A Road with No End'' (London, 1968), mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN 1952. Karya ''Harimau! Harimau!'' (1975) meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P&K tahun 1975 (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001). Dalam aktivitas kebudayaannya Mochtar Lubis membawa gaya “kritis” dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Bagi sosok Mochtar Lubis, kebudayaan adalah ruang seni dan juga ruang “perlawanan”. Hal itu dilihat ketika ia mendirikan Yayasan Obor Indonesia (YOI) dengan menyebarluaskan melalui terbitan-terbitan yang menjadi perhatiannya yaitu isu-isu lingkungan hidup, jurnalistik dan hak asasi manusia (Arahman Ali, 2007). | Manusia multidimensional Mochtar Lubis, oleh kritikus Sastra [[Hans Bague Jassin (H.B. Jassin)|HB Jassin]] (1985), dimasukan dalam kategori sastrawan Angkatan 1945. Beberapa karyanya diantaranya adalah ''Tidak ada Esok'' (1951), ''Si Jamal dan cerita-cerita Lain'' (1951), ''Jalan Tak Ada Ujung'' (1952), ''Harta Karun'' (1964), ''Tanah Gersang'' (1966), ''Senja di Jakarta'' (1970), ''Jalan Bersaudara'' (1971), ''Berkelana dalam Rimba'' (1980) dan lainnya. Karya-karya Mochtar Lubis mendapat penghargaan diantaranya novel '' Jalan Tak Ada Ujung'' (1952) dialih bahasakan oleh A.H. Johns menjadi ''A Road with No End'' (London, 1968), mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN 1952. Karya ''Harimau! Harimau!'' (1975) meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P&K tahun 1975 (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001). Dalam aktivitas kebudayaannya Mochtar Lubis membawa gaya “kritis” dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Bagi sosok Mochtar Lubis, kebudayaan adalah ruang seni dan juga ruang “perlawanan”. Hal itu dilihat ketika ia mendirikan Yayasan Obor Indonesia (YOI) dengan menyebarluaskan melalui terbitan-terbitan yang menjadi perhatiannya yaitu isu-isu lingkungan hidup, jurnalistik dan hak asasi manusia (Arahman Ali, 2007). | ||
Mochtar Lubis lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922. Ia dikenal sebagai wartawan, sastrawan sekaligus budayawan. Mochtar Lubis mengenyam pendidikan di HIS dan melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Ekonomi yang didirikan oleh S.M. Latif (1897-1969) di Kayutanam. Selanjutnya Mochtar Lubis belajar secara otodidak (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001). | Mochtar Lubis lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922. Ia dikenal sebagai wartawan, sastrawan sekaligus budayawan. Mochtar Lubis mengenyam pendidikan di [[Hollandsch Inlandsche School (HIS)|HIS]] dan melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Ekonomi yang didirikan oleh S.M. Latif (1897-1969) di Kayutanam. Selanjutnya Mochtar Lubis belajar secara otodidak (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001). | ||
Mochtar bergabung dengan kantor berita Indonesia Antara setelah Indonesia merdeka 1945. Mochtar Lubis mendapat gelar dari kampungnya Mandailing Raja Pandapotan Sibarani Sojuangan yang berarti orang yang berani sekaligus pejuang (Arahman Ali, 2007). Mochtar Lubis tutup usia pada tahun 2004 mewarisi semangat jurnalisme dengan investigasi yang mendalam, berjuang dan berani mengkritik. Mochtar Lubis adalah salah satu wartawan Indonesia yang paling dikenal dan memiliki talenta dalam bidang kesusastraan | Mochtar bergabung dengan kantor berita Indonesia Antara setelah Indonesia merdeka 1945. Mochtar Lubis mendapat gelar dari kampungnya Mandailing Raja Pandapotan Sibarani Sojuangan yang berarti orang yang berani sekaligus pejuang (Arahman Ali, 2007). Mochtar Lubis tutup usia pada tahun 2004 mewarisi semangat jurnalisme dengan investigasi yang mendalam, berjuang dan berani mengkritik. Mochtar Lubis adalah salah satu wartawan Indonesia yang paling dikenal dan memiliki talenta dalam bidang kesusastraan |
Revision as of 22:36, 31 July 2023
Sosok Mochtar Lubis adalah sastrawan dan jurnalis yang mendirikan surat kabar Indonesia Raya. David T. Hill (1988) menggambarkan Mochtar Lubis bagaikan prisma yang dapat mengamati berbagai milieux, lingkungan kehidupan sosial, intelektual, artistik, jurnalistik, dan politik. Mochtar adalah pimpinan redaksi dua zaman, masa Orde Lama dan Orde Baru, dari sebuah surat kabar fenomenal Indonesia Raya.
Mochtar identik dengan kategori the muckraking paper, teguh dan bertekun dalam mengawal penyelidikan politik dan ekonomi sebagai fokus pemberitaan (Atmakusumah [ed.], 1992). Ini dapat dilihat dari pemberitaan Indonesia Raya yang berfokus pada korupsi, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, ketidakadilan, dan sikap-sikap feodalisme. Bukanlah hal yang mudah ketika Mochtar Lubis berusaha mengusung the muckraking paper dalam dunia jurnalistik yang artinya ia harus mengkritik dan mengungkap kebenaran ke publik disertai investigasi yang mendalam.
Gagasannya dalam bidang jurnalistik bisa dilihat dalam kesehariannya ketika menerbitkan berita. Ambil contoh sekitar tahun 1950-an ia pernah melancarkan kritik pada Presiden Sukarno, meskipun Mochtar juga memiliki kekaguman pada perjuangan Sukarno sebelum kemerdekaan. Pada era yang sama Mochtar juga mengungkap korupsi Sekjen Departemen Penerangan, Roeslan Abdulgani. Atas kritik itu Mochtar dijatuhi hukuman percobaan beberapa bulan. Tradisi pers perjuangan sebagaimana dilakukan Mochtar Lubis adalah yang paling lantang mengkritik sederetan asisten pribadi Presiden dan sejumlah kepala negara termasuk Urusan Logistik (bulog) pada tahun 1970-an. Mochtar mempublikasikan hasil investigasinya tentang korupsi di Pertamina. Pecahnya Peristiwa Malapetaka Januari (Malari) 1974, unjuk rasa terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, menyebabkan Mochtar Lubis dipenjara selama 2,5 bulan (David T. Hill, 2011). Sebagai wartawan ia pernah mendapat penghargaan Magsaysay dari Yayasan Magsaysay Filipina (1958) dan Hadiah Pena Emas dari World Federation of Editor and Publishers (1967) (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001).
Manusia multidimensional Mochtar Lubis, oleh kritikus Sastra HB Jassin (1985), dimasukan dalam kategori sastrawan Angkatan 1945. Beberapa karyanya diantaranya adalah Tidak ada Esok (1951), Si Jamal dan cerita-cerita Lain (1951), Jalan Tak Ada Ujung (1952), Harta Karun (1964), Tanah Gersang (1966), Senja di Jakarta (1970), Jalan Bersaudara (1971), Berkelana dalam Rimba (1980) dan lainnya. Karya-karya Mochtar Lubis mendapat penghargaan diantaranya novel Jalan Tak Ada Ujung (1952) dialih bahasakan oleh A.H. Johns menjadi A Road with No End (London, 1968), mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN 1952. Karya Harimau! Harimau! (1975) meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P&K tahun 1975 (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001). Dalam aktivitas kebudayaannya Mochtar Lubis membawa gaya “kritis” dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Bagi sosok Mochtar Lubis, kebudayaan adalah ruang seni dan juga ruang “perlawanan”. Hal itu dilihat ketika ia mendirikan Yayasan Obor Indonesia (YOI) dengan menyebarluaskan melalui terbitan-terbitan yang menjadi perhatiannya yaitu isu-isu lingkungan hidup, jurnalistik dan hak asasi manusia (Arahman Ali, 2007).
Mochtar Lubis lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922. Ia dikenal sebagai wartawan, sastrawan sekaligus budayawan. Mochtar Lubis mengenyam pendidikan di HIS dan melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Ekonomi yang didirikan oleh S.M. Latif (1897-1969) di Kayutanam. Selanjutnya Mochtar Lubis belajar secara otodidak (Pamusuk Eneste [ed.],, 2001).
Mochtar bergabung dengan kantor berita Indonesia Antara setelah Indonesia merdeka 1945. Mochtar Lubis mendapat gelar dari kampungnya Mandailing Raja Pandapotan Sibarani Sojuangan yang berarti orang yang berani sekaligus pejuang (Arahman Ali, 2007). Mochtar Lubis tutup usia pada tahun 2004 mewarisi semangat jurnalisme dengan investigasi yang mendalam, berjuang dan berani mengkritik. Mochtar Lubis adalah salah satu wartawan Indonesia yang paling dikenal dan memiliki talenta dalam bidang kesusastraan
Penulis: Rhoma Dwi Aria Yuliantri
Referensi
Ali, Arahman, “Korupsi Memang seperti Tak mati-mati ..”. Tanah Air Bahasa: Seratus Jejak Pers Indonesia, 2007, Jakarta: I:Boekoe.
Atmakusumah [ed.], Mochtar Lubis: Wartawan Jihad, 1992, Jakarta: Gramedia.
Eneste, Pamusuk [ed.], Buku Pintar: Sastra Indonesia, 2001, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Jassin, H.B., Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai II, 1985. Jakarta: Gramedia.
K.H., Ramadhan. (edt). Mochtar Lubis: Bicara Lurus, Menjawab Pertanyaan Wartawan, 1995, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
T. Hill, David, Pers di Masa Orde Baru, 2011, Jakarta: Jajasan Obor.