Muntok
Muntok merupakan kota di ujung timur Pulau Bangka yang masuk dalam Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Wilayah kota ini memiliki luas 414.000 kilometer persegi. Muntok termasuk salah satu kota tua dan sebagai pusat pengaturan Undang-Undang Sindang Mardika yang diberlakukan pada 1667 di pulau Bangka. Muntok dipimpin oleh seorang Menteri Rangga yang diangkat oleh sultan Palembang Darussalam. Menteri Rangga pertama di kota Muntok adalah Encek Wan Usman (Elvian 2012: 21).
Timah ditemukan pertama kali di pulau Bangka pada 1710. Pertambangan timah pertama kali terdapat di Muntok. Ketika itu perkembangan perdagangan timah dari Asia Timur dan Asia Tenggara membangkitkan minat VOC untuk memonopoli perdagangannya. Namun, hal itu sulit diwujudkan (Heidhues 2008:4, 14).
Pada masa Hindia-Belanda Muntok menjadi ibu kota Karesidenan Bangka Belitung sebelum dipindahkan ke Pangkal Pinang pada 1907. Muntok merupakan kota pelabuhan utama di Pulau Bangka yang mengangkut lada (muntok peper) dan timah (Banka tin).
Pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan Belanda berhasil menguasai kota Yogyakarta, ibukota Republik Indonesia setelah mendarat di lapangan terbang Maguwo. Para pemimpin republik ditangkap Belanda. Sukarno, Syahrir, H. Agus Salim dibawa ke Prapat, Sumatra Utara. Sementara Hatta, A.G. Pringgodigdo, Mr. Assaat diasingkan di pesanggrahan di puncak perbukitan Menumbing, Bangka. Pesanggarahan ini terletak di atas ketinggian 445 meter di atas permukaan laut. Pada masa Hindia-Belanda bangunan bertingkat berfungsi sebagai bangunan hotel dengan nama Berghotel. Pada 2 Januari 1949, Mohammad Roem dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan ditempatkan di sana bersama Hatta, A.G. Pringgodigdo, Mr. Assaat (Heidhues 2008:203).
Ketika delegasi dari Komisi Jasa Baik PBB (the United Nations Good Office Committee) berkunjung dan mendapati tempat itu sebagai tempat sangat sederhana yang dikelilingi kawat berduri, delegasi itu meminta supaya para tawanan diberikan kebebasan bergerak. Para tahanan republik lain menuntut agar para pemimpin dikumpulkan dalam satu tempat untuk memungkinkan konsultasi. Hasilnya pada 5 Februari 1949 Sukarno dan H.Agus Salim diterbangkan ke Pangkalpinang (Heidhues 2008:203).
Semula Sukarno mendiami pesanggarahan Menumbing. Namun, karena pesanggrahan itu dinilai kurang layak dan dapat membahayakan kesehatan Sukarno yang tidak tahan udara dingin, maka ia dipindahkan ke pesanggrahan Muntok di pusat kota Muntok, Bangka Barat. Pesanggrahan Muntok berjarak sekitar 6,9 kilometer dari pesanggrahan Menumbing.
Pesanggrahan Muntok sekarang dikenal dengan nama Wisma Ranggam menjadi tempat pengasingan Sukarno dan para tokoh nasional lainnya yaitu K.H Agus Salim, Ali Sastroamijoyo, Mohammad Roem. Sukarno dan Agus Salim menempati dua kamar di bangunan utama. Sedangkan Mohammad Roem dan Ali Sastroamijoyo tinggal dua ruangan di sayap bangunan. Kamar yang ditempati Sukarno berukuran 5 x 5 meter.
Pesanggrahan Muntok awalnya merupakan tempat peristirahatan bagi perusahaan Bangka Tin Winning (BTW) milik Belanda pada 1827. Pada 1924 direnovasi oleh Jan Lokollo, arsitek dari Ambon (cagarbudaya.kemendikbud.go.id). Di pesanggrahan tersebut dibahas isi perjanjian Roem-Royen dan penyerahan surat kuasa dari Sukarno kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengenai pengembalian pusat kekuasaan pemerintah Republik Indonesia, dari Yogyakarta kembali ke Jakarta. Sukarno, Hatta, dan para tokoh nasional lainnya meninggalkan Bangka kembali ke Yogyakarta sehari setelah pengumuman pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta pada 5 Juli 1949.
Penulis: Achmad Sunjayadi
Referensi
Elvian, Akhmad. 2012. Perang Bangka Tahun 1812-1851 Masehi. Pangkalpinang: Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga.
Heidhues, Mary F. Somers. 2008. Timah Bangka dan Lada Mentok. Peran Masyarakat Tionghoa dalam Pembangunan Pulau Bangka Abad XVIII s/d Abad XX. Jakarta: Yayasan Nabil.
http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2015121600004/wisma-ranggam