Sosrodiningrat

From Ensiklopedia
Revision as of 13:00, 11 August 2023 by Admin (talk | contribs) (Text replacement - "Penulis: Tati Rohayati" to "{{Penulis|Tati Rohayati|UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.}}")

Nama lengkapnya adalah Drs. Kandjeng Raden Mas Adipati Sosrodiningrat atau Kanjeng Raden Mas Hario Sosrodiningrat, panggilan akrabnya KRMA Sosrodiningrat. Sewaktu kecil, dia kerap dipanggil Raden Mas Sawarno atau RM Sosrosawarno. Dia lahir di Solo pada 1 Desember 1902. Sosrodiningrat berasal dari keluarga bangsawan, ayahnya adalah seorang Pepatih Dalem Sri Paduka Pakubuwono V dan Pakubuwono XI (Depdikbud, 1993). Di kancah nasional, Sosrodiningrat dikenal sebagai salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang dibentuk Jepang pada 29 April 1945.

Sosrodiningrat kecil masuk sekolah Europeesche Lagere School (ELS) di Solo, sekolah dasar zaman Kolonial Hindia Belanda yang pada dasarnya diperuntukan bagi Bangsa Eropa yang tinggal di Indonesia (Peranakan Eropa). Dalam praktiknya, sekolah ini  menerima siswa dari kalangan Timur Asing dan orang pribumi yang berasal dari bangsawan atau ningrat, termasuk Sosrodiningrat itu sendiri. Setelah menamatkan sekolah di ELS, Sosrodiningrat kemudian masuk Hogere Burger School (HBS) V Semarang dan lulus pada tahun 1913. HBS adalah sekolah menengah pertama yang digabung dengan sekolah menengah atas dengan masa pembelajaran selama lima tahun. Setelah lulus HBS, dia melanjutkan pendidikannya ke Belanda mengambil jurusan Technische Hoogeschool di Delft, Belanda tahun 1913.

Di Belanda, Sosrodiningrat belum sempat menyelesaikan sekolah di bidang tekniknya karena saat itu Perang Dunia I baru saja meletus tahun 1914. Sebetulnya pihak keluarga tidak begitu setuju dengan pilihan Sosrodiningrat yang masuk sekolah teknik, ayahnya lebih setuju jika dia mendalami ilmu kepamongprajaan, sekarang dikenal dengan ilmu pemerintahan. Sosrodiningrat kemudian menuruti harapan ayahnya itu setelah selesai perang dunia pada tahun 1918 dengan kuliah di jurusan Indische Administratieve Dienst, Leiden, Belanda. Selama di perantauan, Sosrodiningrat berkawan dengan sesama orang Indonesia seperti pangeran Hangabehi yang kelak menjadi Pakubuwono VI dan RM Ario Soerjosoeparto, kelak akan menjadi Mangkunegoro VII. Sosrodiningrat menyelesaikan kuliahnya selama tiga tahun atau tepatnya dia lulus pada tahun 1921 dengan predikat yang membanggakan, cumlaude.

Setelah lulus, Sosrodiningrat tidak langsung pulang, selama setahun dia habiskan waktunya di Belanda. Baru pada tahun 1922, dia kembali ke tanah air dan bekerja sebagai Bertuursambtenaar (pegawai pemerintahan di bidang pelayanan umum) dan ditempatkan di Boyolali, Jawa Tengah. Selama masa dinasnya Sosrodiningrat kerap berpindah-pindah tugas dari tempat satu ke tempat lain, dari kabupaten satu ke kabupaten lain, tergantung pemerintah menugaskannya. Pada tahun 1925 saja dia bertugas sebagai Controleur (pengontrol/pengawas) di Wonogiri, Jawa Tengah dan tahun berikutnya dia dipindahkan ke kota asalnya, Solo sebagai pegawai pemerintahan di Kantor Pusat Urusan Tanah. Pada tahun 1927, Sosrodiningrat diangkat menjadi Bupati Anom di Keraton Surakarta dengan gelar Raden Mas Tumenggung Sosrowadono.

Gelar ini dia peroleh karena telah mampu menyelesaikan ikatan dinas dengan pemerintahan Hindia Belanda selama lima tahun sehingga ia berhak memangku jabatan di pemerintahan Swapraja Surakarta tersebut (Depdikbud, 1993). Swapraja adalah sebuah wilayah yang berdaulat dan tidak terikat dengan hukum atau aturan Hindia Belanda, tapi diatur berdasarkan kontrak politik antara Sri Sunan dan Gubernur Jenderal. Salah satu daerah yang memiliki otonomi tersebut adalah Keraton Surakarta, di mana Sosrodiningrat menjadi Abdi Dalem. Karir kedinasan Sosrodiningrat kemudian berlanjut ke Dinas Kepolisian di Semarang. Tidak berselang lama, dirinya kemudian kembali lagi ke Solo pada tahun 1929 untuk membantu Bupati Kota Surakarta dalam mempersiapkan sensus tahun 1930.

Pada 1932, Sosrodiningrat berkesempatan melanjutkan pendidikan dengan memperdalam ilmu Indologie di Universitas Leiden dan berhasil menamatkannya dalam jangka tiga tahun. Dia berhasil meraih gelar Doktorandus dalam bidang Indologie (disiplin ilmu yang membahas seputar sejarah, sastra dan filsafat Indonesia) pada 1935. Setibanya di Tanah Air, Sosrodiningrat ditugaskan sebagai Kepala Kantor Keuangan dan Penghasilan di Pemerintahan Pusat Swapraja Surakarta. Setahun kemudian dirinya diangkat menjadi Bupati Nayoko Panumping Bekel Jawi―jabatan dalam struktur pemerintahan Pakubuwana yang membawahi Panewu, Mantri dan seterusnya (Wulandari, 1989). Saat mendapat jabatan ini Sosrodiningrat bergelar Drs. Raden Mas Tumenggung Tjondronagoro. Puncak karirnya sebagai abdi dalem ini adalah saat dia diangkat menjadi Pepatih Dalem Surakarta, menggantikan ayahnya tahun 1939. Di sini, gelar Sosrodiningrat berubah lagi menjadi Drs Kanjeng Raden Mas Adipati (KRMA) Sosrodiningrat V, gelar yang melekat hingga saat ini.

Saat Jepang masuk ke tanah air tahun 1942, KRMA Sosrodiningrat ditetapkan sebagai anggota Tjhuo Sangi-in, Badan Pertimbangan Pusat yang tugasnya memberi saran dan mengawasi kinerja pemerintah, mirip dengan Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini. Saat menjadi anggota Tjhuo Sangi-in, Sosrodiningrat kerap mengikuti rapat-rapat pleno yang dilaksanakan di Jakarta. Pertemuan-pertemuan tersebut membawa Sosrodiningrat menjadi anggota BPUPKI dan bergabung bersama tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya.

BPUPKI dibentuk pada 29 April 1945 oleh Saiko Syikikan (Panglima Tentara Jepang) Kumakici Harada. Sebenarnya kabar pembentukan BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai ini sudah tersebar sejak 1 Maret  yang diinformasikan langsung oleh Jenderal Harada (Ricklefs, 2005). Tokoh yang ditunjuk sebagai Kaico (Ketua) adalah dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat dan Fuku Kaico (Ketua Muda) dijabat oleh orang Jepang yakni Syucokan Cirebon (Depdikbud, 1997).

Selama berdiri, BPUPKI hanya melakukan sidang atau rapat sebanyak dua kali. Sidang pertamanya bertempat di Gedung Tjhuo Sangi-in (Gedung Pejambon atau Gedung Pancasila sekarang), yang berlangsung dari tanggal 29 Mei–1 Juni 1945 (Bahar, 1991). Pada sidang pertama para anggota melakukan dialog dengan pembahasan utama mencari dasar negara, yang dalam beberapa bulan ke depan negara tersebut akan segera terbentuk. Saat itu rapat diwarnai dengan silang pendapat di antara para anggota secara sengit dan argumentatif, mengingat setiap anggota memiliki latar pendidikan dan budaya yang beragam. Usaha mencari dasar negara ini juga tidak lepas dari janji Jepang yang akan memberikan kemerdekaan penuh bagi bangsa indonesia pada suatu saat nanti. Pernyataan ini dilontarkan langsung oleh Jenderal Koiso pada tanggal 17 Juli 1944. Sedangkan sidang kedua dilaksanakan pada 10-16 Juli 1945 dengan agenda mempersiapkan rancangan hukum dasar. Jumlah anggota BPUPKI terdiri dari 68 orang. Mereka berasal dari berbagai macam daerah dan latar belakang, namun pada umumnya mereka merupakan mantan anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Tjhuo Sangi-in). Kedudukan Sosrodiningrat di BPUPKI adalah sebagai Anggota Perwakilan Daerah (Depdikbud, 1993).

Setelah Indonesia merdeka, Sosrodiningrat diminta oleh pemerintah untuk memimpin bank Negara Indonesia cabang Surakarta pada tahun 1946. Jabatan ini dia emban bersamaan dengan posisinya sebagai Kepala Bagian Ekonomi Bank Negara Pusat. Di lembaga keuangan ini masa dinas Sosrodiningrat berakhir sampai tahun 1950 dan kembali ke daerah asalnya untuk menjadi penasihat Sri Paduka Pakubowono XII. Di sini, Sosrodiningrat ditetapkan sebagai anggota Badan Penasihat Keraton Surakarta oleh Kementerian Dalam Negeri tahun 1956.

Di luar tugasnya sebagai seorang penasihat keraton, Sosrodiningrat merupakan dosen yang mengajar di beberapa universitas di sekitaran Solo. Kegiatan ini sejalan dengan latar belakang pendidikannya yang mumpuni, apalagi dirinya adalah lulusan Universitas Leiden, Belanda, yang saat itu hanya beberapa orang Indonesia saja yang bisa kuliah di sana.

Beberapa universitas yang menjadi tempat Sosrodiningrat mengajar adalah Universitas Islam Indonesia, Universitas Muhammadiyah, Universitas Saraswati dan Universitas Tjokroaminoto. Selain itu, Sosrodiningrat mengajar kursus B1 Negeri serta mengajar di Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri I, Sekolah setingkat SMA yang khusus mempelajari ilmu ekonomi, sekarang dikenal SMK. Sosrodiningrat juga pernah menduduki beberapa jabatan strategis di jajaran perguruan tinggi, seperti menjadi Dekan Fakultas Ekonomi UII dan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Muhammadiyah Surakarta pada rentang tahun 1951 sampai 1967.

Tokoh pergerakan nasional yang dikenal gigih, cerdas, dan berkarisma ini wafat pada 8 Februari tahun 1967 dan dikebumikan di Astana Imogiri, Yogyakarta. Sosrodiningrat saat ini memang sudah pulang menuju alam yang sebenarnya, namun semua jasa-jasa besarnya terhadap tegaknya republik ini akan terus hidup, menjadi goresan sejarah yang sangat berharga bagi generasi-generasi berikutnya.

Penulis: Tati Rohayati
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.


Referensi

Bahar, Safrudin. 1991. Perjuangan Menuju Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Semarang: Mandira Jaya Abadi.

Depdikbud. 1993. Tokoh-Tokoh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta.

Depdikbud. 1997. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia: dari Budi Utomo sampai Dengan Pengakuan Kedaulatan. Jakarta.

Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004. Jakarta: Penerbit Serambi.

Wulandari, Sri. 1989. “Sejarah Kampung Kauman Surakarta Tahun 1900-1945: Sebuah Studi Perubahan Sosial.” Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Solo.