Agoes Moesin Dasaad
Agoes Moesin Dasaad adalah salah satu tokoh pengusaha yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Berkat kekayaannya menempatkannya menjadi salah satu penyandang dana bagi aktivitas politik Sukarno. Karena itulah hubungan Dasaad dengan Sukarno cukup dekat, terutama di masa pergerakan. Ayah Agoes Moesin Dasaad adalah seorang guru agama yang berasal dari Lampung dan ibunya dari Bengawan, Sulu, Filipina (Post & Bowsma 1997: 93-94).
Dasaat lahir di Jolo, Filipina pada 25 Agustus 1905. Usianya baru satu tahun saat diboyong dari Filipina ke Lampung. Selepas Sekolah Dasar (1918), ia belajar di Sekolah Dagang di Singapura hingga 1922. Di sana ia sempat satu tahun magang sebagai asisten pemegang buku di Loa Mock & Coy. Setelahnya, ia berbisnis hasil bumi yang dibeli di sekitar Lampung dan Bengkulu yang diangkut ke Palembang kemudian dikirim ke Jawa, Singapura, dan Filipina. Selama mengembangkan usahanya, Dasaad berpindah-pindah alamat pada beberapa kota besar Indonesia dan di Singapura. Dasaat merupakan pemilik Dasaad Musin Concern, sebuah konglomerasi yang memegang lisensi beberapa merek mobil Eropa dan Jepang. Pada tahun 1930-an, Dasaad juga terjun ke bisnis perkapalan dan kemudian menjadi importir alat-alat manufaktur. Perusahaan milik Dasaad ini melebarkan jaringan operasi di Asia Tenggara dan Zanzibar (Afrika) pada 1941. Cabangnya di Betawi, Bangil, Surabaya, Cirebon, Solo, Lampung, Palembang, dan Bengkulu (Manatasi, 2018: 1; Zed, 2003: 478-479)
Pada tahun 1941 Dasaad membeli pabrik tekstil Kantjil Mas dari pengusaha Jerman di Bangil Jawa Timur. Bekerjasama dengan Abdul Ghany Aziz, ia mengembangkan perusahaan tersebut dengan kredit dari Javansche Bank (Lindblad & Post, 2009: 68 & 73). Dasaad dan Rahman Thamin serta pengusaha kaya lainnya sering membantu rekannya, terutama untuk biaya perjalanan. Dasaad biasa memberi cek antara 5 ribu–10 ribu gulden. Uang itu lalu dibagi-bagikan kepada kawan-kawan yang butuh biaya untuk kembali ke tempatnya masing masing, membeli baju, dan sebagainya (Mustoffa, 1986:194)
Pada era pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942-1945, bisnis Dasaad menurun (Post & Bowsma, 1997: 95). Walaupun demikian hubungan kedekatan dengan Sukarno tetap berjalan. Dasaad adalah satu-satunya pengusaha tidak berlatar belakang Tionghoa, Arab, maupun India yang duduk di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) (Oktorino, 2013:5). Dalam persidangan BPUPKI yang membahas bentuk negara, A.M. Dasaad menjadi ketua dari Komisi Pemungutan Suara (Manus, 1993: 30).
Pada tahun 1945, ketika Jepang kalah dalam Perang Pasifik dan dikembalikan ke negerinya oleh pasukan sekutu, Agoes Moesin Dasaad mendapat keberuntungan dari perubahan politik ini. Pada bulan September 1945 ia mendonasikan dana sebesar 100.000 Gulden kepada Sukarno sebagai dukungannya pada pembentukan negara Republik Indonesia. Pada era itu, Palang Merah Indonesia (PMI) terbentuk 17 September 1945, diketuai Wakil Presiden M. Hatta. Dasaad termasuk salah satu tokoh yang membantu wapres untuk mengumpulkan dana bersama Djohan Djohar, Rachman Tamin dan Wahid (Manatasi, 2018: 1; Depkes, 1978: 102). Bahkan ketika dana pribadi Bung Karno habis, Putra Sang Fajar ini tidak segan untuk minta tolong pada Dasaad yang segera datang membawa koper penuh berisi dolar (Oltmans, 2001:312)
Pada era itu Dasaad bersama Hasyim Ning serta Rahman Thamin adalah pengusaha Indonesia yang sukses. Bahkan pada dekade tahun 1950 hingga 1960-an mereka dikategorikan sebagai pengusaha terkaya di Indonesia. Dinamika politik yang terjadi dan telah menggeser Orde Lama untuk digantikan dengan Orde Baru menyebabkan bisnis Dasaad dan pengusaha lainnya mulai turun. Pasca peristiwa Gerakan 30 September yang diikuti Supersemar, mantan Presiden Sukarno, kawan dekat Dasaad, dikucilkan dan kesepian. Meskipun demikian, Dr. J. Leimena dan pengusaha A.M. Dasaad tetap ada di dekat Sukarno (Anwar, 2002: 5). Agoes Moesin Dasaad meninggal dunia pada 11 November 1970 dalam usia 65 tahun.
Penulis: Mansyur
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.
Referensi
Anwar, Rosihan (2002). In Memoriam: Mengenang Yang Wafat. Jakarta: Kompas.
Departemen Kesehatan RI (1978). Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia, Volume 3. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Lindblad, J.Th. & Peter Post (2009). Indonesian Economic Decolonization in Regional and International Perspective. Leiden: KITLV.
Manus, M.P.B. (1993). Tokoh-tokoh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Volume 1. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Indonesia.
Matanasi, Petrik (2018). "Agoes Moesin Dasaad, Dompet Berjalan Bung Karno", dalam https://tirto.id/ctkN, edisi 11 November 2018
Mustoffa, Sumono (1986). Sukarni Dalam Kenangan Teman-Temannya. Jakarta: Sinar Harapan.
Oktorino, Nino (2013). Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia Konflik Bersejarah. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Oltmans, Willem (2001). Bung Karno Sahabatku. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Post, Peter & Elly Touwen-Bouwsma (1997). Japan, Indonesia, and the War: Myths and Realities. KITLV Press.