G.R. Pantouw
Godlief Rudolf (G.R.) Pantouw adalah aktivis politik, pengajar, dan pengusaha transportasi. Tempat, tanggal, tahun lahir, tahun wafat, serta latar pendidikan G.R. Pantouw belum diketahui. Ia merupakan salah satu tokoh Jong Minahasa, organisasi pemuda yang dibentuk 1918. Sebagai wakil dari Jong Minahasa, Pantouw mengikuti Kongres Pemuda II yang diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia. Salah satu keputusan Kongres Pemuda II 1928 adalah membentuk organisasi sebagai wadah fusi dari organisasi-organisasi pemuda kedaerahan.
Pantouw menjadi pengurus dalam Komisi Besar Indonesia Muda yang diketuai oleh Kuntjoropurbopranoto sebagai pembantu I. Komisi itu adalah komisi untuk mempersiapkan fusi organisasi-organisasi pemuda kedaerahan pada pertemuan 24 April dan 25 Mei 1929 di Indonesia Clubgebouw. Hasil kongres komisi pada 28 Desember 1930–2 Januari 1931 adalah dibentuknya Indonesia Muda (Darmansyah & Misman, 2010: 36; Suryajaya, Wiradi, Irawan, 2016: 22).
Pada tahun 1930-an G.R. Pantouw pernah menjadi guru di Pergoeroean Rakjat-School (Sekolah Perguruan Rakyat) di Makassar. Oleh karena dianggap mengganggu rust en orde (keamanan dan ketertiban), ia dan Nyonya Djoenaid Trui Pantouw serta Moehamad Zaijat dari Sekolah Taman Siswa diskors oleh pemerintah Hindia-Belanda dan dilarang mengajar (De Locomotief, 1933; Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch Indië, 1933). Dalam bidang politik, pada 1938, G.R. Pantouw mengikuti pemilihan anggota Gemeenteraad (Dewan Kotapraja) di Manado.
Pada masa pendudukan Jepang 1942-1945, Pantouw aktif dalam organisasi Syukai Gi In di Makassar. Setelah Jepang kalah, organisasi ini berubah nama menjadi Sudara (Sumber Darah Rakyat), di bawah pimpinan Lanto Dg. Pasewang, Andi Mappanyuki, Made Sa’bara. Dalam susunan kepengurusan tanggal 9 Juli 1945, G.R. Pantouw memegang jabatan komando pusat (Maulana, 2017: 39). Pantouw juga menjadi sekretaris Badan Pusat Keselamatan Rakyat (BPKR) yang didirikan oleh Gubernur Ratulangi pada 1946. Organisasi itu merupakan wadah perjuangan melalui diplomasi dalam mempertahankan pemerintah Republik Indonesia (Amir, 2014: 111).
Pada masa federal, Pantouw menjabat sebagai menteri yaitu menteri penerangan kabinet pertama Negara Indonesia Timur (NIT) pada 13 Januari 1947 dan menteri sosial dalam kabinet NIT kedua pada 31 Mei 1947 (Algemeen Indisch Dagblad, 1947; Nieuwe Courant, 1947). Bersama Nadjamuddin Daeng Malewa, Pantouw berpendapat bahwa melawan pasukan Belanda secara fisik merupakan upaya yang sia-sia. Oleh karena itu mereka mendesak van Mook untuk membentuk Negara Indonesia Timur (Harvey, 1990: 26). Penjelasan Pantouw menunjukkan bahwa pembentukan NIT bukan karena kehendak pihak Belanda. Pembentukan tersebut disebabkan munculnya kesadaran sebagian masyarakat yang menginginkan bentuk negara federal bagi Indonesia. Mereka percaya bahwa bentuk negara federal tersebut akan memberikan kesempatan luas kepada pemerintah di tiap-tiap negara bagian untuk mengelola dan mengolah potensi di wilayah mereka (Amir, 2010: 344).
Pada tahun 1950-an G.R. Pantouw menjadi pengajar di Akademi Wartawan Djakarta yang diresmikan pada 2 Maret 1951. Pengajar lainnya adalah Parada Harahap, Hamka, Sibarani, Sitor Situmorang (Algemeen Indisch Dagblad-Preangerbode, 1951).
Pada tahun 1960-an di Makassar didirikan Perguruan Tinggi ‘Pers dan Publisiteit’, perguruan tinggi swasta untuk menghasilkan wartawan berpendidikan tinggi. Para dosen yang mengajar adalah kalangan pers di Makassar, salah satunya G.R. Pantouw. Selanjutnya G.R. Pantouw menjabat sebagai Ketua Program Studi Publisistik, Fakultas Sospol Universitas Hasanuddin, Makassar sebagai hasil peleburan Perguruan Tinggi Pers dan Publisiteit.
Penulis: Ahmad Sunjayadi
Referensi
Algemeen Indisch Dagblad, 23/7/1947.
Algemeen Indisch Dagblad, 19/2/1951.
Amir, Muhammad. (2010). Dari Federalis Ke Unitaris: Studi Kasus Sulawesi Selatan 1945-1950. Patanjala, Vol. 2, 2: 341-358.
Amir, Muhammad. (2014). Perjuangan Hammad Saleh Menentang Jepang dan Belanda di Mandar 1942-1947. Makassar: Arus Timur.
Darmansyah & Misman. (2010). Aktivis Persatuan Pemuda. RM. Joesoepadi Danoehadiningrat. Jakarta: Museum Sumpah Pemuda.
De Locomotief, 2/11/1933.
Harvey, Barbara S. (1990). ‘Sulawesi Selatan: Boneka dan Patriot’, dalam Audrey G. Kahin (Ed.) Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch Indië, 2/11/1933.
Maulana, Yogi Firman. (2017). Abdurrahman Haddad. Biografi Seorang Pejuang di Majene (1922-1950). Skripsi Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Makassar.
Nieuwe Courant, 24/07/1947.
Suryajaya, Martin, Wiradi, Gunawan, Irawan, Edi. (2016). Merayakan Indonesia Raya. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.