Gedung Asia Afrika/Gedung Merdeka

From Ensiklopedia
Gedung Societeit Concordia, Bandung (1935) sebelum menjadi Gedung Merdeka

Gedung Merdeka adalah gedung bersejarah yang berlokasi di Kota Bandung dan merupakan tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Saat ini, Gedung Merdeka merupakan bangunan Museum Konferensi Asia Afrika. Gedung Merdeka terdiri dari tiga bangunan yang menyambung, dengan tiga pintu yang menghadap ke tiga jalan berbeda di Kota Bandung, yakni Jalan Asia Afrika, Jalan Braga, dan Jalan Cikapundung. Bangunan yang menghadap ke Jalan Cikapundung  merupakan bagian dari Gedung Societeit Concordia, bangunan asli sebelum beralih fungsi menjadi Gedung Merdeka.

Pada 29 Juni 1879, didirikan sebuah perkumpulan bernama Societeit Concordia oleh orang Belanda yang tinggal di Bandung sebagai ruang bagi interaksi masyarakat Eropa di kota tersebut (de bevordering van gezellig verkeer) (Laily 2021). Pada awal pendirian dan beroperasinya, gedung ini menjadi ikon rasisme masyarakat Belanda bagi masyarakat pribumi karena terdapat larangan keras bagi warga pribumi untuk masuk ke dalam area gedung, yaitu “Verbodden voor Honden en Inlander” (dilarang masuk bagi anjing dan pribumi) (Galeri Indonesia Kaya n.d.).

Seiring dengan perkembangannya, perkumpulan ini membutuhkan gedung pertemuan yang lebih besar, sehingga renovasi besar-besaran dilakukan pada tahun 1921 oleh dua orang arsitek bernama Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker, guru besar di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang, Institut Teknologi Bandung). Arsitektur gedung kemudian berubah menjadi bergaya art deco yang menimbulkan kesan mewah, luas, dan modern. Renovasi berikutnya dilakukan pada tahun 1940 oleh arsitek A.F. Aalbers. Di masa pendudukan Jepang, gedung pertemuan ini berubah fungsi menjadi pusat kebudayaan dan ruang pertemuan serbaguna, yaitu Keimin Bunka Shidoso dan Dai Toa Kaikan (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya 2015).

Setelah kemerdekaan, gedung tersebut diambil alih oleh pemerintah Indonesia, dan pada akhirnya diubah namanya menjadi Gedung Sukarnopada 7 April 1955, setelah diputuskan Sukarno bahwa Konferensi Asia Afrika akan digelar di gedung tersebut. Nama jalan, yang sebelumnya adalah Jalan Raya Pos, turut diubah menjadi Jalan Asia Afrika. Penamaan ulang gedung dilakukan Sukarno untuk menunjukkan semangat Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan di dunia (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya 2015; Merdeka 1955; Pamungkas 2021a).

Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika diawali ketika muncul kekhawatiran negara-negara Asia dan Afrika terhadap meningkatnya intensitas Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pemerintah Indonesia berinisiatif untuk menunjukkan sikap tegas dengan mengeluarkan kebijakan politik bebas aktif dan politik bertetangga baik (Hatta 1953; Pamungkas 2021b). Sikap ini dikemukakan oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) pada 25 Agustus 1953, termasuk juga latar belakang keinginannya untuk menyelenggarakan sebuah konferensi yang dapat menguatkan kerja sama antarnegara Asia dan Afrika, sehingga negara-negara tersebut dapat berpendirian tegak ketika berhadapan dengan dua blok besar yang berkonflik dalam Perang Dingin (Kementerian Penerangan Republik Indonesia n.d.; Sastroamijoyo 1974; Feith 1968; Abdulgani 1980; Utama 2017).

Sebagai salah satu persiapan, sejumlah gedung di Kota Bandung direnovasi dan dijadikan sebagai bagian dari resepsi bagi para delegasi yang akan hadir pada 18 April 1955. Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai gedung dilaksanakannya konferensi, sementara Hotel Savoy-Homann, Hotel Preanger, dan 12 hotel lainnya, serta sejumlah perumahan pribadi dan pemerintah disiapkan sebagai akomodasi. Gedung Concordia berubah namanya menjadi Gedung Merdeka, sementara Gedung Dana Pensiun berubah menjadi Gedung Dwi Warna (Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia 2011). Sebagai pembuka konferensi di Gedung Merdeka, Presiden Sukarno menyampaikan pidato pembukannya yang berjudul “Let a new Asia and new Africa be born” (Lahirlah Asia dan Afrika yang baru), tepat pada pukul 10.20 WIB (Ekadjati [ed.] 1985; Matanasi 2019).

Penulis: Linda Sunarti
Instansi: Institut Universitas Indonesia
Editor: Dr. Restu Gunawan, M.Hum


Referensi

Abdulgani, Ruslan (1980). The Bandung Connection, Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. Jakarta: Gunung Agung.

Arsip Nasional Republik Indonesia (n.d.). Koleksi Arsip L.N. Palar No. 287, 288, dan 289.

Ekadjati, Edi S. (ed.) (1985). Himpunan Dokumen Konferensi Asia-Afrika 18-24 April 1955. Jakarta: Panitia Nasional Peringatan 30 Tahun Konferensi Asia Afrika.

Feith, Herbert (1968). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press.

Galeri Indonesia Kaya (n.d.). “Gedung Merdeka, dari Societeit Concordia Hingga Museum KAA”, https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/gedung-merdeka-dari-societeit-concordia-hingga-museum-kaa/.

Hatta, Mohammad (1953). Dasar-dasar Politik Luar Negeri RI. Jakarta: Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.

Kementrian Penerangan Republik Indonesia (n.d.). Keterangan dan Djawaban Pemerintah atas Program Kabinet Ali Sastroamidjojo di DPRS Djakarta. Jakarta: Percetakan Negara.

Laily, Iftitah Nurul (2021). “Mengenal Peran Museum Konferensi Asia Afrika bagi Dunia”, KataData, 10 Agustus 2021. https://katadata.co.id/sortatobing/berita/61110dbfe77ae/mengenal-peran-museum-konferensi-asia-afrika-bagi-dunia.

Matanasi, Petrik (2019). “Sejarah Konferensi Asia-Afrika yang Lahirkan Solidaritas Global”, Tirto, 18 April 2019. https://tirto.id/sejarah-konferensi-asia-afrika-yang-lahirkan-solidaritas-global-Fvp.

Merdeka, 16 April 1955.

Pamungkas, M. Fazil (2021a). “Tekad Sukarno di Konferensi Asia-Afrika”, Historia, 16 Juni 2021. https://historia.id/politik/articles/tekad-sukarno-di-konferensi-asia-afrika-P1oll/page/1.

Pamungkas, M. Fazil (2021b). “Ali Sastroamidjojo, Diplomat yang Terlupa”, Historia, 26 April 2021. https://historia.id/politik/articles/ali-sastroamidjojo-diplomat-yang-terlupa-vYMGA/page/1.

Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia (2011). Sejarah Konferensi Asia-Afrika. Jakarta: Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia.

Poesponegoro, Marwati D., dkk. (eds.) (2019). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Sastroamijoyo, Ali (1974). Tonggak-tonggak di Perjalananku. Jakarta: PT. Kinta.

Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya (2015). “Lokasi Gedung Merdeka”, No. RegNas CB: CB.119, SK Penetapan Nomor 243/M/2015 tanggal 18 Desember 2015. http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2016031700002/lokasi-gedung-merdeka.

Utama, Wildan Sena (2017). Konferensi Asia-Afrika 1955: Asal Usul Intelektual dan Warisannya bagi Gerakan Global Antiimperialisme. Serpong: CV. Marjin Kiri.