Gedung Indonesia Menggugat (Landraad Bandung)

From Ensiklopedia


Gedung Indonesia Menggugat terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan 5, Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung merupakan salah satu bangunan bersejarah di kota Bandung. Pada bulan Agustus hingga Desember 1930 di gedung tersebut, Sukarno, beserta rekan-rekannya dari Partai Nasional Indonesia (PNI)—Maskun Sumadireja, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata—menjalani sidang. Mereka diadili oleh pemerintah Hindia-Belanda. Saat itu, gedung tersebut telah berfungsi sebagai landraad (pengadilan tingkat pertama) pemerintah Hindia-Belanda (Voskuil 1999:43).  

Bangunan bergaya neo-klasik yang telah disesuaikan dengan iklim tropis tersebut, awalnya adalah rumah tinggal yang dibangun pada 1907. Kemudian bangunan itu direnovasi dan beralih fungsi pada 1917 menjadi gedung pengadilan. Jalan tempat gedung itu berada disebut Landraadweg. Oleh karena bangunan itu pada awalnya digunakan untuk tempat tinggal, maka desain ruangannya tidak seperti bangunan kantor pada umumnya. Dua ruang di sebelah kanan pada bangunan induk ketika masih berfungsi sebagai rumah oleh pemiliknya kemungkinan digunakan sebagai kamar utama. Di sisi kiri terdapat dua ruangan yang kemungkinan salah satu ruangannya menjadi ruang makan keluarga dan ruang tamu. Dinding ruangan tersebut dilapisi papan kayu jati. Ketika bangunan tersebut dijadikan gedung pengadilan, salah satu ruangan yang berukuran 3 x 6 meter menjadi tempat persidangan Sukarno dan rekan-rekannya (Suganda 2015: 106).  

Sukarno dan rekan-rekannya menjalani sidang setiap hari Senin – Kamis dari tanggal 18 Desember sampai 22 Desember 1930. Mereka dituduh melanggar pasal 153 bis 169 dan pasal 171 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal-pasal tersebut termasuk de hatzaai artikelen (pasal-pasal penyebar kebencian). Menurut pasal 153 perbuatan-perbuatan berbicara, menulis, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dikategorikan sebagai tindak pidana yang dapat mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat. Pasal 169 memuat larangan organisasi-organisasi yang menganjurkan para anggotanya menyerang pemerintah. Sementara pasal 171 berhubungan dengan laporan-laporan palsu yang dirancang dengan maksud mengacaukan ketentraman umum. Di dalam pasal 153 juga meliputi segala macam kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.

Dalam persidangan, Sukarno dan rekan-rekannya didampingi oleh para pengacara. Mereka adalah Mr. Sartono, Mr. Sastro Mulyono dari Tegal, Mr. Suyudi dari Yogya, dan Idi Prawiradiputra dari Garut yang juga anggota Volksraad (Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 9/8/1930).

Pembelaan Sukarno yang mematahkan tuduhan pemerintah Hindia-Belanda tidak berhasil. Para hakim selama dua puluh hari menyusun vonis setebal 66 halaman. Dalam sidang tanggal 22 Desember 1930, President (Ketua Majelis Hakim) Mr. R. Siegerbeek van Heukelom menjatuhkan hukuman empat tahun penjara untuk Sukarno, dua tahun untuk Gatot Mangkupraja, satu tahun delapan bulan untuk Maskun Sumadireja, satu tahun tiga bulan potong masa tahanan untuk Supriadinata (de Tribune, 18/04/1931).  

Gedung Landraad tempat Sukarno beserta rekan-rekannya disidang dan dijatuhi hukuman, saat ini bernama Gedung Indonesia Menggugat. Nama ini diambil dari judul pledoi (pembelaan) Sukarno di depan sidang pengadilan tersebut, yaitu Indonesië klaagt aan [Indonesia menggugat] pada 18 Agustus 1930 yang ditulis dengan tangan. Isi pembelaan tersebut mengenai keadaan politik internasional dan masyarakat Indonesia yang rusak karena penjajahan (Sukarno 1961).

Penulis: Achmad Sunjayadi
Instansi: Universitas Indonesia
Editor: Dr. Restu Gunawan, M.Hum


Referensi

n.n. 1930. De P.N.I zaak voor den Landraad. Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 9 Agustus. Hal 1.

n.n.  1931. Het Schandvonnis bevestigt.  De Tribune. 18 April. Hal 1.

Suganda, Her. 2015. Jejak Soekarno di Bandung (1912-1934). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Sukarno.  1961. Indonesia Menggugat.  Jakarta: Departemen Penerangan Republik Indonesia.

Voskuil, R.P.G.A. 1999. Bandoeng. Beeld van een stad. Purmerend: Asia Maior.