Johanes Laturharhary

From Ensiklopedia
Johanes Laturharhary. Sumber: ANRI. Katalog Daftar Arsip Foto Personal, No. P09-333

Johanes Latuharhary merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional asal Maluku yang berperan penting dalam proses persiapan, proklamasi, hingga pemertahanan kemerdekaan Indonesia. Ia lahir di Saparua, Maluku pada tanggal 6 Juli 1900. Setelah menamatkan studi di Eerste Klasse School dan Europeesche Lagere School Ambon, Latuharhary diterima di sekolah Koning Willem III, Jakarta (Nanulaitta, 2009: 2-7).

Mengamati hasil akademik Latuharhary yang terbilang memuaskan, Ambonsch Studiefonds berkeputusan untuk mendukung studi lanjutnya ke Fakultas Hukum, Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1923. Ia mengambil spesialisasi tentang hukum adat sekaligus mempelajari sejarah Maluku. Dengan arahan Prof. Dr. Van Vollenhoven, pada tahun 1927 ia berhasil meraih titel Meester in de Rechten (sarjana hukum). Latuharhary kembali ke Hindia-Belanda yang tengah memanas karena meletusnya pemberontakan dan dilancarkannya upaya pelemahan partai-partai bumiputra (Nanulaitta, 2009: 11-31).

Berbekal surat rekomendasi dari Prof. Dr. Van Vollenhoven, Latuharhary mendapat pekerjaan sebagai ambtenaar ter beschikking (pegawai yang diperbantukan) di Raad van Justitie (Pengadilan Tinggi) Surabaya terhitung dari 22 Desember 1927 hingga 1 Maret 1929. Di samping itu, melalui Serikat Ambon ia juga terjun ke dunia politik saat derap pergerakan nasional tengah bergerak. Sudut pandang dan gagasan, yang diperolehnya ketika menempuh pendidikan di Belanda, turut pula ia tuangkan dalam organisasi ini. Baik dalam diskusi maupun pertemuan-pertemuan, ide tentang kemerdekaan dan persatuan bangsa diketengahkan. Tidak berhenti di situ, saat Kongres Indonesia Raya diselenggarakan di Surabaya pada 3 Januari 1932, Latuharhary turut menyumbangkan pemikirannya mengenai kondisi dan ide pembebasan Maluku dari pendudukan Belanda melalui prasarana berjudul “Azab Sengsara Kepulauan Maluku” (Nanulaitta, 2009: 33-42).

Dapat dikatakan bahwa pada masa ini kiprah politik Latuharhary berada di dua pihak sekaligus, di satu sisi ia menjadi pegawai pemerintah kolonial sedangkan di sisi lain bergulat dalam dunia pergerakan nasional. Menyadari akan permasalahan ini, Latuharhary memutuskan untuk berhenti dari dinas pemerintah kolonial dan memilih advokat sebagai pekerjaan utamanya. Ia berhasil memenangkan kasus konflik antara petani pemilik tanah yang dirugikan oleh pabrik-pabrik gula penyewa tanah di wilayah Kraksaan, Probolinggo, Situbondo, dan Jember. Berkat perjuangannya itu, Latuharhary terpilih menjadi anggota Regentschapsraad (Dewan Perwakilan Kabupaten) Kraksaan hingga tahun 1934. Pada tahun-tahun berikutnya ia terpilih menjadi anggota fraksi nasional Provinciale Raad (Dewan Perwakilan Provinsi) Jawa Timur  (Nanulaitta, 2009: 48-53).

Memasuki masa pendudukan Jepang, ketika partai-partai dan organisasi dibubarkan, Latuharhary berulang kali mengalami penangkapan dan dijebloskan ke penjara. Setelah dibebaskan, Latuharhary bertanggung jawab penuh mengurus keluarga-keluarga orang Maluku dan Timor yang ditinggal para suaminya, entah karena ditawan atau melarikan diri ke Australia sejak kedatangan Jepang (Nanulaitta, 2009: 62-64).

Pada 28 Maret 1945, Latuharhary kembali memperoleh kesempatan untuk berkiprah di ranah pergerakan nasional. Ia ditunjuk menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan, Latuharhary memperjuangkan kerukunan dalam hidup beragama sebagai kritik atas rancangan Mukadimah dan Undang-Undang Dasar yang dinilai berpihak pada golongan tertentu. Hingga menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang pada medio 1945 atas Hindia-Belanda, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibentuk. Latuharhary terpilih mewakili Maluku. Bersama dengan anggota PPKI lainnya, ia memanggul tanggung jawab dalam proklamasi kemerdekaan yang akan dilakukan pada 17 Agustus pukul 10.00 pagi di kediaman Sukarno (Nanulaitta, 2009: 75-81).

Pasca proklamasi kemerdekaan, kabinet pertama pemerintahan segera dibentuk. Berdasarkan Pengumuman Pemerintah tertanggal 19 Agustus 1945 tentang Pengangkatan Menteri dan Kepala Daerah, Latuharhary ditunjuk menjadi Gubernur Maluku. Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari agresi militer yang dilancarkan Belanda, Latuharhary kembali mengambil peran penting. Pemerintah Republik Indonesia membentuk delegasi untuk melaksanakan Perjanjian Renville. Pada tanggal 17-19 Januari 1948, delegasi terbentuk dan Latuharhary termasuk dalam daftar anggota yang terpilih (Nanualitta, 2009: 90-122).

Penulis: Florentinus Galih Adi Utama
Instansi: Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.


Referensi

Nanulaitta, I.O. (2009). Mr. Johanes Latuharhary: Hasil Karya dan Pengabdiannya. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Direktorat Nilai Sejarah.