Kelompok Sjahrir
Kelompok Sjahrir adalah lingkaran orang-orang di sekitar Sutan Sjahrir, terutama mahasiswa dan mantan mahasiswa yang telah memberikan sumbangan khusus kepada perjuangan kemerdekaan dan kehidupan politik Republik Indonesia. Kelompok ini bukan suatu organisasi berstruktur dan dikontrol, melainkan kelompok pertemanan yang berpendirian sama dalam garis orbit Sjahrir. Sjahrir lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat pada tanggal 5 Maret 1909. Pemikirannya berkembang dalam lingkungan pendidikan profesional Barat. Sjahrir merupakan seorang sosialis, atau marxis yang menerima historis materialis dengan luwes dan tidak dogmatis. Ia pun seorang nasionalis-demokrat, yang menekankan asas demokrasinya pada pengalaman, kejelasan, objektivitas, dan rasionalitas (Legge 2003: 46-47). Atas dasar rasionalitas itu, Sjahrir menempatkan Jepang sebagai negara fasisme.
Pada awal pendudukan Jepang di Indonesia, sikap anti Jepang ini dipertegasnya kembali di hadapan Sukarno dan Hatta, dalam pertemuan mereka di rumah Hatta di Jalan Oranje Boulevard 50 Jakarta pada 7 Juli 1942. Ketiganya menyatakan tekad melanjutkan perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui dua strategi perjuangan, bahwa Sukarno dan Hatta berpura-pura bekerjasama, sedangkan Syahrir tetap mengambil jalan gerakan bawah tanah (Hatta 1982: 416; Tempo Edisi Khusus “Sjahrir”: 20). Sejak saat itu, Sjahrir giat menjalin komunikasi dengan sejumlah pemuda untuk membangun sebuah jaringan bagi aksi politik secara sembunyi menentang penguasa Jepang.
Cara perekrutan kelompok dalam orbit Sjahrir dilakukan melalui kontak-kotak perkawanan (pribadi), dan yang lainnya diperkenalkan secara langsung kepada Sjahrir karena dinilai potensial. Pusat-pusat kontak adalah asrama, alumni pendidikan tinggi, tempat kerja, dan lain-lain. Ada sekitar 45-50 anggota kelompok ini, antara lain Soebadio Sastrosatomo, Sitorus, Andi Zainal Abidin, Aboe Bakar Loebis, Soedjatmoko, Murdianto, Darmawan Mangunkusumo, T.B. Simatupang, Ali Budiarjo, dan Hamid Algadri (Legge 2003: 75-105).
Secara teratur Sjahrir memelihara kontak dengan sejumlah kawan-kawan lamanya, seperti Soedarsono, Sugra, dan Sukanda di Cirebon; Rusni di Pariangan; Wiyono, dan Sugiono Yosodiningrat di Yogyakarta, dan Djohan Sjahruzah di Surabaya, serta para kader Pendidikan Nasional Indonesia. Mereka berhubungan satu sama lain dan secara berantai melakukan pemantauan jalannya perang, memantau situasi dan kondisi lokal, sehingga jaringan Sjahrir berfungsi sebagai saluran propaganda kebangsaan. Sjahrir secara ilegal mendengarkan siaran radio luar negeri dan mendorong pengikutnya juga melakukan hal yang sama, memantau jalannya perang dari informasi pihak lain selain Jepang. Ketika ia mendengar dari radio, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945, Sjahrir meminta Sukarno memproklamasikan kemerdekaan saat itu juga, namun Sukarno memilih menunggu pernyataan resmi pemerintah Jepang (Tempo Edisi Khusus “Sjahrir”: 21-22)
Barisan pengikut Sjahrir menggambarkan keberagaman Indonesia dan homogenitas dari sebagian elit pemuda menjelang Agustus 1945. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Sjahrir mendapat pengakuan oleh sebagian pemuda. Pada masa menjadi Ketua Badan Pekerja-Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) dan Perdana Menteri (1945-1947), pengikut Sjahrir menjadi jauh lebih luas, dan sebagian dari mereka yang melakukan gerakan bawah tanah dulu memperoleh kekuasaan di pusat. Mulai saat itu sulit bagi Belanda menuduh republik adalah suatu pemerintahan dari para kolaborator. Sjahrir pun berhasil meraih suatu tingkatan pengakuan dari dunia luar bagi Republik (Ricklefs, 1991: 327-328). Kiprah kelompok Sjahrir selanjutnya disalurkan melalui pendirian Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada tahun 1948. Dua belas tahun kemudian, PSI dibubarkan pemerintah karena beberapa anggotanya terlibat Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Penulis: Nopriyasman
Instansi: Universitas Andalas
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan
Referensi
Hatta, Mohammad. 1982. Memoir. Jakarta: Penerbit Tintamas Indonesia.
Legge, J.D. 2003. Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan Peranan Kelompok Sjahrir. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Ricklefs, M.C. 1991. Sejarah Indonesia Moderen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tempo Edisi Khusus “Sjahrir”, dalam https://docplayer.info/72795589-Tempo-edisi-khusus-sjahrir.html., diakses 10 Juni 2022.