Negara Boneka
Negara boneka adalah negara bentukan Belanda pada masa perang kemerdekaan. Negara boneka ini adalah negara yang merdeka secara de jure namun secara de facto sepenuhnya tergantung dan tunduk kepada pemerintah Belanda yang membentuknya. Tujuan Belanda membentuk negara boneka adalah untuk menguasai kembali Indonesia dan mempertahankan kekuasaannya di Indonesia. Negara boneka yang diciptakan Belanda antara lain: Negara Indonesia Timur (1946-1950), Negara Sumatra Timur (1947-1950) Negara Sumatra Selatan (1948-1950) Negara Jawa Timur (1948-1950) Negara Pasundan (1949-1950) (Kahin, 2003: 69; Cribb, 2000: 54).
Negara Indonesia Timur (NIT) adalah negara boneka pertama yang dibentuk, yakni pada 24 Desember 1946. Terbentuknya NIT didasari pada Konferensi Malino yang berlangsung sejak 16 sampai 25 Juli 1946, dan pasca-Konferensi Denpasar tanggal 24 Desember 1946. Beberapa wilayah yang termasuk dalam NIT adalah Sulawesi, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku dengan Presiden Tjokorda Gde Raka Soekawati (Agung, 1985: 342).
Setelah NIT, menyusul terbentuknya Negara Sumatra Timur (NST) yang dipimpin Dr. Tengku Mansur. Pembentukan NST ini sendiri menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Pihak pro menganggap bahwa NST akan melindungi mereka dari gerakan anti-kemapanan, sedangkan pihak kontra tidak ingin kembali berada di bawah kuasa Belanda. Selama tiga tahun berjalan, negara ini banyak mendapatkan tekanan. Negara Sumatra Timur secara resmi menjadi bagian dari NKRI pada 15 Agustus 1950 (Agung, 1985: 717).
Negara Sumatra Selatan (NSS) berdiri pada 21 Juli 1947, ketika masa Agresi I tentara Belanda menyerang seluruh kawasan di Sumatra Selatan. NSS dipimpin oleh seorang tokoh bernama Abdul Malik. Tujuan dibentuknya NSS adalah untuk melindungi sumber daya alam di sana. Belanda ingin mengambil semua keuntungan dari NSS, terutama dari prospek tambang batubara dan minyak buminya (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008: 305).
Negara Jawa Timur merupakan buntut panjang dari peristiwa Serangan 10 November 1945 yang dilakukan arek Surabaya. Negara ini terbentuk tanggal 26 November 1948, dipimpin oleh R.T.P. Achmad Kusumonegoro. Negara ini lahir berdasarkan resolusi Konferensi Djawa Timoer di Bondowoso, tanggal 23 November 1948, yang memutuskan berdirinya Negara Jawa Timur. Konferensi yang dihadiri oleh 75 orang itu menetapkan tujuan terbentuknya negara ini adalah untuk memajukan kemakmuran masyarakat Jawa Timur (Kusumonegoro, 1949: 10).
Negara Pasundan terbentuk pada 24 April 1948, dipimpin Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema. Belanda memberikan banyak kemudiahan kepadanya, termasuk fasilitas pemilihan pemimpin negara. Namun, ketika Belanda melancarkan Agresi Militernya, Negara Pasundan melemah, terutama setelah peristiwa Angkatan Perang Ratu Adil yang dipimpin oleh Westerling (Toer, Pramoedya dkk, 2020: 30-35).
Negara Madura berdiri pada 23 Januari 1948 atas rekayasa Van der Plas selaaku Gubernur Belanda di Jawa Timur. Wilayahnya mencakup Madura, dan pulau kecil di sekitarnya. Negara Madura dibentuk melalui pemungutan suara palsu karena Belanda telah mengintimidasi semua pihak. Negara Madura lahir pada 20 Februari 1949, dan dipimpin oleh RAA Tjakraningrat. Pada 19 Maret 1950, pemerintah Negara Madura memutuskan untuk bergabung dengan Indonesia dan menjadi bagian dari Provinsi Jawa Timur (Kahin, 2003: 316).
Riwayat Negara Boneka ini berakhir seiring dengan berakhirnya keberadaan RIS dan terbentuknya NKRI.
Penulis: Fikrul Hanif Sufyan
Instansi: STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan
Referensi
Agung, Ide Anak Agung Gde (1985). Dari Negara Indonesia Timur ke Republik Indonesia Serikat. Jakarta: Yayasan Sekar Manggis.
Cribb, Robert. (2000). Historical Atlas of Indonesia. Curzon Press
Kahin, George McTurnan. (2003). Nationalism and Revolution in Indonesia. Cornell University Press.
Ksumongoro, Achmad (1949). Setahoen Negara Djawa Timoer. Jakarta: Kementerian Penerangan.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (2008). Sejarah Indonesia Jilid 6. Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Toer, Pramoedya, Koesalah Soebagya, dan Ediati Kamil (2020). Kronik Revolusin Indonesia. Jakarta: Kompas.