Pemberontakan Andi Aziz

From Ensiklopedia

Pemberontakan Andi Aziz terjadi di tengah peristiwa penggabungan negara bagian RIS ke Negara Republik Indonesia pada Maret dan April 1950. Dalam kasus Negara Indonesia Timur (NIT) peristiwa tersebut sempat  menimbulkan reaksi yang mewujud pada pemberontakan yang kontra pada penggabungan Negara Indonesia Timur ke Negara Republik Indonesia (Nieuwe Courant, 6 April 1950). Setelah pemberontakan dapat diredam, maka melalui konferensi tiga negara bagian yang masih ada— Negara Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur, dan Negara Indonesia Timur—disepakati peleburan ke Negara Repulik Indonesia pada awal Mei 1950. Pada akhirnya, RIS secara de facto tidak memiliki negara bagian, sehingga secara resmi dibubarkan pada 17 Agustus 1950 sekaligus sebagai landasan yuridis atas Negara Kesatuan Rupulik Indonesia.

Alasan pokok pemberontakan Andi Azis lebih kuat pada perbedaan politik dibandingkan pemisahan ke-Indonesia-an. Kapten Andi Azis sebagai elemen bangsa yang menyatakan sikap melalui aksi militer. Dia menyampaikan tuduhan bahwa gangguan keamanan, aksi teror, intimidasi,  dan penyusupan kelompok-kelompok bersenjata, yang kesemuanya itu dituduhkan bertujuan untuk likuidasi Negara Indonesia Timur secara cepat dan efisien (Nieuwe Courant, 6 April 1950). Pernyataan ini merupakan argumentasi sepihak atas sebagian besar negara bagian yang bergabung ke Negara Republik Indonesia. Pada hari Rabu dini hari,  Kapten Andi Azis membacakan pernyataan dan menyebarluaskan melalui Radio Makassar (Nieuwe Courant, 6 April 1950; Kementerian Penerangan 1953: 250). Berdasarkan kutipan pemberitaan Nieuwe Courant (6 April 1950) dia menyatakan bahwa:

"De commandant, kapitein van het APRIS-leger, Andi Abdul Azis, verklaart namens de onder hem strijdende militairen, voorzover zij nog niet in de APRIS zijn opgenomen door de regering van de R.I.S., dat zij door omstandigheden, noodgedwongen, uit eigen beweging op 5 April 1950 om een uur des voormiddags zich hebben losgemaakt uit het verband van het KNIL en als vrije strijders optrekken voor het behoud van de Negara Indonesia Timur" (Nieuwe Courant, 6 April 1950).
Komandan, Kapten Tentara APRIS, Andi Abdul Azis, menyatakan atas nama prajurit yang berperang di bawahnya, sejauh mereka belum dimasukkan ke dalam APRIS maka mereka termasul dalam kekuasaan R.I.S., bahwa mereka karena keadaan, karena terpaksa, atas kemauan sendiri pada tanggal 5 April 1950 pada pukul satu dini hari telah melepaskan diri dari persekutuan KNIL dan telah berangkat sebagai pejuang bebas untuk pelestarian Negara. Indonesia Timur"

Andi Azis bersama pasukannya menyerang tangsi/asrama APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) di Klapperlaan (Jalan Monginsidi) dan markas staf di Coenenlaan (Jalan Guntur) pada pagi hari Rabu waktu Subuh, 5 April 1950. Serangan ini mendapatkan perlawanan pasukan yang dipimpin oleh Letnan Satu Andi Sapada. Pertempuran hanya berlangsung selama dua jam karena kalah jumlah pasukan. Pasukan Letnan Satu Andi Sapada bergerak menjauh dari markas ke Pandang-Pandang (Sungguminasa), sehingga Kota Makassar dapat dikuasai pasukan Andi Azis. Pengejaran pasukan masih berlanjut sampai ke Sungguminasa yang mengakibatkan terjadi lagi pertempuran. Perlawanan dari pasukan APRIS/TNI di tangsi Pandang-Pandang tidak mampu dikalahkan secara cepat oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Andi Azis menarik lagi pasukannya ke kota. Kesempatan ini digunakan pasukan TNI dan pejuang Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi memperkuat pertahanan di Pallangga, Polongbangkeng, dan Jeneponto. Dengan demikian, wilayah yang terletak di sekitar Kabupaten Makassar masih diduduki dan dapat dikendalikan, sedangkan pasukan Andi Azis tetap berada di dalam kota  (Kementerian Penerangan 1953: 250-251).

Andi Azis dengan nama lengkap Andi Abdul Azis lahir pada 19 September 1924 putra dari zelfbestuur Barroe berdarah Bugis (Nieuwe Courant, 8 April 1950). Andi Abdul Azis merupakan mantan tentara KNIL berpangkat letnan satu bersama prajuritnya bergabung dengan APRIS sejak 30 Maret 1950 dengan pangkat  kapten. Hal ini menimbulkan kekhawatiran kelompok Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang menghendaki Indonesia sebagai negara kesatuan republik (unitaris republiken). Sejak saat itu, kondisi Makassar tidak kondusif yang disebabkan oleh dua kelompok berseberangan antara mantan KNIL dan TNI-KGSS (Kementerian Penerangan 1953: 249).

Pada sore harinya setelah melakukan penyerangan pada pagi 5 April 1950, Andi Azis menyatakan bahwa gerakan tentara ini disebutnya "vrije strijders" (pejuang bebas) untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur. Pembacaan pernyataan pada pagi hari juga dengan penekanan bahwa tindakan itu terlepas dari hubungan kemiliteran dari KNIL, sehingga segenap pasukan Andi Azis disebutnya sebagai tentara APRIS. Pada siaran radio di Makassar, 7 April 1950, Diapari (perdana menteri Negara Indonesia Timur) menyatakan peristiwa itu tidak dikehendaki oleh pemerintah Negara Indonesia Timur. Meskipun demikian, pemerintah ini tidak dapat melepaskan sangkaut-paut dan tidak ada di belakang peristiwa ini (Star Weekly, 9 & 16 April 1950). Dari jawaban di pengadilan diketahui bahwa Soumokil turut memberi perintah dan Sukawati, Presiden Negara Indonesia Timur, memberi bantuan uang Rp. 20.000,- (Kementerian Penerangan 1953: 252, 279-284).

Menteri Penerangan NIT, Ratulangi, tiba di Jakarta pada 7 April 1950 melaporkan bahwa penyerangan itu dilakukan oleh Kapten Andi Azis beserta pasukannya (eks KNIL) yang telah diserahkan menjadi tentara APRIS dan tentara KNIL yang berjumlah kurang lebih 300 orang. Dari keseluruhan proses ini, hal penting yang dihasilkan adalah Kapten Andi Azis  diberikan tempo 4 x 24 jam (4 hari) untuk datang ke Jakarta dan mempertanggungjawabkan tindakannya. Pesan ini direspons pada batas waktu terakhir bahwa Andi Azis menerima perintah itu (Kementerian Penerangan 1953: 253-255). Andi Azis dengan didampingi oleh Letnan Kolonel Mokoginta dan Ratulangi (menteri penerangan Negara Indonesia Timur) berangkat dari Makassar dengan menumpang pesawat biasa GIA (Garuda Indonesia Airways) pada hari Jumat, 14 April 1950 (Indische Courant, 19 April 1950; Kementerian Penerangan 1953: 260). Meskipun pimpinan pasukan telah menyerahkan diri, situasi keamanan di Kota Makassar belum kondusif karena seluruh pasukan baru menyerah pada 19 April 1950.

Kantor berita Antara melaporkan bahwa perkara pemberontakan Kapten Andi Azis mulai diperiksa pengadilan tentara pada 25 Maret 1953 (Antara, 27 Februari 1953). Sesuai yang direncanakan bahwa pada tanggal tersebut pukul 09.00 dimulai persidangan oleh Pengadilan Tentara di Yogyakarta, dengan dakwaan bahwa Kapten Andi Azis menjalankan pemberontakan militer dan tindakan-tindakan ini disubordinasi yang mengakibatkan kematian orang. Melalui persidangan ini diketahui bahwa tentara APRIS harus memasukkan seluruh eks tentara KNIL untuk bertugas di Negara Indonesia Timur (Antara, 25 Maret 1953). Setelah melalui proses persidangan militer ini, atas segala perbuatannya, Andi Azis menerima diadili dengan hukuman 14 tahun (Antara, 9 April 1950).

Aksi pemberontakan itu dinilai dengan landasan kenegarawanan oleh Mohammad Hatta, Perdana Menteri RIS, melalui pidato pada 10 April 1950 di radio Jakarta yang dipancarkan ke seluruh pemancar radio, dengan pernyataan bahwa "dalam memperjuangkan faham yang bertentangan dalam soal ketatanegaraan kita, janganlah lupa bahwa lawan itu bukanlah musuh, melainkan saudara sendiri, saudara sebangsa dan saudara setanah air. Dan karena itu tidak pada tempatnya perjuangan politik disertai granat tangan atau lain-lainnya yang serupa itu." (Kementerian Penerangan 1953: 255). Pada akhirnya, aksi militer itu disadari oleh pelaku sebagai kesalahan dan dapat diselesaikan melalui jalur pengadilan militer.

Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Antara, 27 Februari 1953; 25 Maret 1953

Het Nieuwsblad voor Sumatra, 17 April 1950

Indische Courant, 19 April 1950

Kahin, George McTurnan (1995). Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University bekerjasa dengan Pustaka Sinar Harapan.

Kementerian Penerangan, (1953). Republik Indonesia, Provinsi Sulawesi. Jakarta: Kementerian Penerangan

Nieuwe Courant, 6 April 1950; 8 April 1950

Star Weekly, 9 April; 16 April 1950