Pemberontakan Silungkang

From Ensiklopedia

Pemberontakan Silungkang terjadi pada tanggal 1 Januari 1927. Sesuai dengan namanya, peristiwa ini terjadi di Nagari Silungkang, terletak tidak jauh dari Tambang Batubara Ombilin, Sumatra Barat, di mana eksploitasi ekonomi kolonial telah menimbulkan kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi yang tajam di kalangan warga setempat khususnya dan Sumatra Barat pada umumnya. Peristiwa ini merupakan bagian dari aksi radikal Partai Komunis Indonesia (PKI) di Sumatra Barat melawan pemerintah kolonial Belanda, dan dalam upaya mereka memperjuangkan kemerdekaan.

Embriyo Pemberontakan Silungkang berawal dari rencana yang digagas  sejumlah tokoh Syarikat Rakyat (SR) Silungkang untuk mengadakan sebuah revolusi. Mereka sepakat melakukan revolusi yang diawali dengan peledakan bom di Sikalang pada 16 November 1926. Menurut rencana peledakan bom tersebut akan disusul dengan penyerbuan penjara Sawahlunto untuk membebaskan para pemimpin yang ditahan di sana, dan dilanjutkan dengan membunuhi para pejabat Belanda yang ada di Sawahlunto (Sufyan 2021: 188-192). Namun, aksi tersebut keburu bocor, sehingga dengan segera objek vital Tambang Batu Bara Ombilin dan penjara, serta daerah basis SR segera dijaga ketat polisi dan militer. Sampai tanggal 18 November 1926, polisi dan militer berhasil meringkus 18 orang pimpinan perlawanan, dua orang di antaranya berstatus sebagai polisi aktif. Namun, polisi dan militer gagal mengamankan 16 orang pimpinan SR, karena berhasil melarikan diri. Mereka inilah yang menggerakan aksi Silungkang pada 1 Januari 1927 (Sumatra Bode,  2 Juli 1927).

Para pimpinan yang berhasil melarikan diri kemudian menyusun rencana pemberontakan lagi. Pada awalnya direncanakan tanggal 27-28 November, tapi dimundurkan ke malam tahun baru. Kali ini rencana tersebut tidak ditangguhkan lagi. Sejak hari-hari terakhir Desember pimpinan SR Silungkang sibuk menghubungi anggota dan simpatisan RS di sejumlah nagari yang termasuk Onderafdeeling Sawahlunto, seperti Muaro Kalaban, Padang Sibusuk, Tanjung Ampalu, Pianggu, dan Tarung-Tarung. Semuanya sepakat mendukung aksi perlawanan (Zed 1980: 130-131). Bersamaan dengan itu, mereka juga menyiapkan berbagai macam senjata. Bahkan diberitakan ada seorang saudagar setempat yang membeli sebanyak 160 pucuk pistol (mausserrevolver) dari seorang pedagang senjata Eropa (Aaltenshe Courant, 16-03-1927). Sebagai bagian dari sebuah organisasi yang memiliki atasan, piminan SR Silungkang juga melaporkan rencan aksi mereka kepadan pimpinan daerah di Padangpanjang.

Seusai Maghrib 31 Desember sudah banyak orang berkumpul di rumah tinggi, sebuah rumah bertingkat yang juga berfungsi sebagai warung, milik Muhammad Yusuf gelar Sampono Kayo. Mereka datang dari berbagai nigari yang disebut sebelumnya, lengkap dengan berbagai jenis senjata tajam dan juga senjata api (pistol, karaben dan granat). Makan mereka disuguhi makan malam yang disediakan tuan rumah, sedangkan pimpinan SR (diantaranya Tajjib dan talaha gelar Rajo Sampono) rapat di lantai atas rumah tinggi.

Pukul 23 malam diputuskan bahwa aksi akan segera dilakukan. Saat itu telah ada sekitar 400 orang di rumah tinggi. Direncanakan akan menyerang kantor-kantor pemerintah, merebut tambang dan menyerang penjara di Sawahlunto, menyerang Pos Polisi dan Penjara Muarokalaban serta menyerang tokoh-tokoh pendukung Belanda di Silungkang. Untuk menandai identitasnya, massa diberikan selendang merah. Ketika tanda penyerangan dibunyikan, Kepala Nagari Silungkang menjadi korban pertama yang dibunuh. Selanjutnya tiga orang guru dan dua orang saudagar serta anaknya tewas dibunuh. Massa kemudian menuju Stasiun Silungkang, namun kepala stasiun berhasil melarikan diri. Seorang petugas karcis kereta api menjadi korban dia tewas diamuk massa. Selanjutnya rumah kepala stasiun, stasiun serta perlengkapannya dibakar. Satu-satunya orang Belanda yang tewas dalam aksi itu adalah Tuan (Boentjit) Leurs, mandor BOW (Pekerjaan Umum) setempat (Deli Courant, 19 Januari 1927; Zed 1980: 137).

Serangan ke Sawahlunto gagal dilakukan karena pemerintah dan tentara berhasil menahan gerakan pemberontak. Pertempuran beralih ke Muarakalaban dan Padangsibusuk. Namun akhirnya berhasil dimenangkan Belanda. Pemberontakan Silungkang menyebabkan jatuhnya tujuh korban di pihak Belanda, 21 korban di pihak pemberontak, dan sekitar 1300-an orang yang ditangkap (Locomotief, 19 Januari 1927; Aaltenshe Courant, 16 Maret 1927; Zed 1980: 145-146).

Penulis: Fikrul Hanif Sufyan
Instansi: STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan


Referensi

Aaltenshe Courant, 16 Maret 1927

De Locomotief, tanggal 19 Januari 1927

Sufyan, Fikrul Hanif (2021). Gejolak Sosial di Sumatra Barat. Islam Modernis dan Komunis 1915-1930. Yogyakarta: Kendi.

Sumatra Bode, tanggal 2 Juli 1927.

Tamim, Djamaluddin (1957) Sedjarah PKI Djilid I. Taman Tangkuban Perahu: Tanpa Penerbit.

Zed, Mestika, 1980. “Pemberontakan Komunis Silungkang 1927”, Skripsi Jurusan Sejarah, Fak. Sastra, UGM.