Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)

From Ensiklopedia

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) adalah salah satu organisasi mahasiswa lintas universitas yang tertua di Indonesia. Latar belakang ideologisnya tentu menjadi pemersatu mahasiswa-mahasiswa beragama Katolik dari berbagai universitas di Indonesia. PMKRI aktif berperan dalam menyuarakan aspirasi mahasiswa pada berbagai periode sejarah. Alumni-alumninya adalah tokoh-tokoh berreputasi tinggi, antara lain P.K. Ojong (Pendiri Harian Kompas), Cosmas Batubara (Mantan Menteri Tenaga Kerja), dan Herman Lantang (salah satu pendiri MAPALA UI).  

PMKRI pada awalnya merupakan gabungan dari berbagai organisasi mahasiswa Katolik yang telah ada sebelumnya. Secara garis besar, organisasi embrio dari PMKRI adalah Katholieke Studenten Vereniging-Perhimpunan Mahasiswa Katolik (KSV) dan Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang berkedudukan di Yogyakarta. KSV yang menjadi pilar PMKRI-pun adalah sebuah fusi dari KSV di berbagai daerah, sebagai contoh KSV Santo Bellarminus Batavia/Jakarta, KSV Santo Thomas Aquinas Bandung, dan KSV Santo Lucas Surabaya (PMKRI, T.T., 2)

Ketika PMKRI didirikan pada 25 Mei 1947, KSV dipimpin oleh Gan Keng Soei (K.S. Gani) dan Ouw Jong Peng Koen (P.K. Ojong). K.S. Gani kemudian juga dikenal sebagai seorang dokter sekaligus pendiri serta dekan Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Sementara itu, P.K. Ojong, seperti telah disebut, adalah pendiri harian Kompas. Ketua PMKRI-Yogyakarta kala itu adalah St. Munadjat Danusaputro yang kemudian hari dikenal sebagai seorang pakar hukum lingkungan. (PMKRI; T.T., 2)

Fusi di antara organisasi-organisasi tersebut terjadi karena penerimaan mereka terhadap konsep “Katolik Indonesia.” Selanjutnya, fusi organisasi atau kelahiran PMKRI diberkati oleh Vikaris Apostolik Batavia, Mgr. PJ Willekens, SJ yang kala itu mendukung identitas Katolik-Nasionalis sperti ditunjukkan oleh PMKRI. Betapapun kedua unsur pembentuk PMKRI menyepakati hal-hal fundamental, mereka tetap harus berdebat panjang mengenai beberapa hal terkait organisasi, seperti pada kongres gabungan tertanggal 10-11 Juni 1951. Pada kongres tersebut, dihasilkan beberapa putusan yang menjadi ciri khas PMKRI. Antara keputusan tersebut adalah: disahkannya anggaran dasar PMKRI, tanggal berdiri PMKRI pada 25 Mei 1947, empat cabang PMKRI pertama yaitu Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Surabaya, dan pengakuan organisasi embrio PMKRI yang harus ditulis secara eksplisit (PMKRI; T.T., 2)

Selain itu ditentukan pula hal-hal yang bersifat filosofis, sebagai contoh bahwa santo pelindung PMKRI adalah Santo Thomas Aquinas, semboyan PMKRI adalah Religio Omnium Scientiarium Anima yang bermakna agama adalah jiwa segala ilmu pengetahuan, serta yang tak kalah penting adalah atribut utama PMKRI berupa baret berwarna merah. Kemudian, pertemuan ini juga mengeluarkan sebuah keputusan bahwa Petrus Kanisius Haryasudirja Sastraningrat/ PK Haryasudirja terpilih menjadi ketua PMKRI secara aklamasi. PK Haryasudirja di kemudian hari duduk di jabatan menteri perkebunan dan pengairan dasar di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno (LPU RI 1988: 288-289).  

Salah satu sepak terjang PMKRI yang membuatnya dikenal oleh masyarakat adalah keterlibatannya dalam “Kelompok Cipayung.” Kelompok ini berawal dari komunitas diskusi informal antar organisasi-organisasi mahasiswa yang tidak terikat dengan universitas tertentu. Betapapun latar belakang ideologi mereka sangat berbeda, organisasi-organisasi ini intens bertemu dan selanjutnya mengukuhkan diri menjadi kelompok Cipayung (Saidi 1993: 13).

Awalnya, kelompok Cipayung terdiri dari lima organisasi: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan PMKRI. Pada periode pendiriannya yang terjadi pada 16 April 1972 atau dikenal dengan Pertemuan Cipayung II, PMKRI diwakili oleh Chris Siner Key Timu dan Eko Tjokrodjojo. Chris kemudian diketahui bergabung dengan Petisi 50, sementara Eko adalah salah seorang pendiri Forum Silaturahmi Anak Bangsa. Pada tahun 1976, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) turut bergabung dengan Kelompok Cipayung dan menjadi kelompok ke-6 (Saidi 1993: 14).

Kelompok Cipayung dikenal karena kelihaian dan semangatnya dalam menjaga organisasi mahasiswa dari kepentingan yang berniat menunggangi. Di bawah menteri pendidikan dan kebudayaan (P&K), kelompok Cipayung menolak dengan taktis perintah Orde Baru untuk menempatkan semua unsur masyarakat dalam sebuah wadah tunggal. Untuk kasus mahasiswa, Menteri P&K Syarif Thayeb meminta mereka bergabung dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Namun, kelompok Cipayung, dengan PMKRI yang setia berada di dalamnya hingga kini, menolak kebijakan tersebut  (Saidi 1993: 14).

Penulis: Satrio Dwicahyo
Instansi: Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.


Referensi

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indoneisa. Buku Saku Organisasi PMKRI Thomas Aquinas. Jakarta Pusat: PMKRI, Tanpa Tahun Terbit.

Saidi, Ridwan. Kelompok Cipayung: HMI, GMKI, PMKRI, GMNI, PMII : analisis gerakan kebersamaan dan pemikiran ormas mahasiswa pasca aksi Tritura 1966. Indonesia: LSIP, 1993.

Lembaga Pemilihan Umum. Pemilihan umum 1987. Indonesia: Lembaga Pemilihan Umum, 1988.