Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI)
Perwari merupakan organisasi perempuan yang dibentuk dalam sebuah kongres perempuan di Klaten pada 17 Desember 1945. Kongres itu mengangkat Ny. S. Mangunsarkoro sebagai Ketua dan Ny. M. D. Hadiprabowo sebagai Wakil Ketua Perwari. Pada Kongres Perwari pertama di Klaten dihadiri oleh Presiden Sukarno dan beberapa pejabat tinggi negara. Perwari merupakan penyatuan organisasi Persatuan Wanita Indonesia (Perwani) dan Wanita Negara Indonesia (Wani). Perwari dibentuk dengan misi bahwa Indonesia telah memiliki organisasi perempuan yang bukan merupakan warisan atau lanjutan dari Fujinkai buatan Jepang. Organisasi ini juga dijuluki sebagai organisasi “Kaum Ibu Angkatan 1945” (Yuliantri dkk. 2020: 181).
Setelah kongres di Klaten, diselenggarakan kongres di Surakarta pada 25-26 Februari 1946 dengan dihadiri lebih dari 100 orang perempuan dari seluruh organisasi perempuan di Indonesia, termasuk Aisyiyah, Pemuda Putri Indonesia, Wanita Kristen Indonesia, Partai Katolik Indonesia Bagian Wanita, dan perwakilan dari Kementerian Penerangan sebagai representasi dari pemerintah (Amini 2021: 85). Pada Maret 1946, melalui konferensi diputuskan agar Perwari menjadi anggota organisasi Persatuan Perjuangan yang dipelopori Tan Malaka. Badan ini awalnya merupakan gabungan organisasi politik, ekonomi, sosial, dan kemiliteran untuk memperkuat barikade perjuangan negara atas dasar politik kemerdekaan (Kementerian Penerangan 1954: 173-174). Namun demikian, Kongres Perwari pada 15-17 Mei 1946 memutuskan bahwa Perwari keluar dari keanggotaan Persatuan Perjuangan dan hanya mengukuhkan dirinya sebagai organisasi sosial, bukan organisasi politik. Sebagai organisasi sosial, Perwari mengedepankan isu keadilan sosial dan humanitarianisme (Brenner 1999: 14).
Tahun 1950-an menjadi satu periode penting bagi seluruh organisasi perempuan di Indonesia untuk terlibat dalam forum-forum internasional. Pada kongres keempat Perwari yang diselenggarakan di Surabaya pada 13-17 Desember 1954 dirumuskan aturan pembentukan cabang di luar negeri yang memungkinkan bagi perempuan di luar negeri untuk menjadi anggota Perwari (Amini 2021: 90). Syarat bergabung menjadi anggota Perwari yaitu belum tergabung sebagai anggota pada organisasi kepartaian manapun. Selain itu juga dirumuskan susunan pengurus Perwari yang terdiri atas Ny. Sumilir Sarwono, Ny. L. Adisoerjo, Ny. Tambunan Maulana, dan Ny. Sumadi.
Sejak keluar dari Persatuan Perjuangan, Perwari semakin meneguhkan diri sebagai organisasi sosial-filantropis. Keberadaan Perwari memiliki makna penting untuk mendukung perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan. Perwari mendirikan dapur umum, mengupayakan untuk mengumpulkan pakaian-pakaian layak untuk tentara yang berjuang, membantu mengurus persoalan pengungsi, mendirikan tempat penampungan anak yang ditinggal orang tuanya untuk ikut berjuang membela negara, mendirikan koperasi-koperasi sebagai sumber ekonomi bagi ibu rumah tangga, serta turut memelihara kebersihan sebagai upaya menjaga kesehatan masyarakat (Kementerian Penerangan Indonesia 1954: 173).
Kegiatan-kegiatan Perwari kemudian berfokus pada bidang kesejahteraan masyarakat, seperti pada bidang pendidikan. Organisasi ini memfasilitasi pembangunan lembaga pendidikan tingkat dasar untuk anak-anak dalam bentuk sekolah taman kanak-kanak yang pada 1962 berjumlah 175 sekolah (Yuliantri dkk. 2020: 181). Selain aktif dalam bidang pengembangan pendidikan, Perwari juga aktif menyuarakan penolakan poligami, yang selama ini dianggap sebagai isu klasik dalam sejarah pergerakan perempuan Indonesia. Hal itu dilatarbelakangi oleh penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1952 mengenai aturan pemberian hak istri pegawai negeri yang mengakomodasi hingga istri keempat. Secara khusus, salah satu tokoh Perwari yaitu Rasuna Said, sangat vokal menyuarakan kesetaraan hak untuk perempuan selama periode 1950-an, sebuah periode perjuangan yang sarat dengan ketegangan antarorganisasi perempuan muslim dan organisasi perempuan lainnya (White 2013: 116-117). Perwari juga aktif dalam memperjuangkan undang-undang perkawinan dan mendesak agar pemerintah mengakomodasi kesejahteraan kaum perempuan.
Sejak 1950 Perwari menerbitkan majalah bernama Siaran Perwari yang sangat aktif memberitakan aktivtias dan kontribusi Perwari pada masyarakat. Majalah itu terbit pertama kali di Yogyakarta dan pada 1950 dan kemudian pindah ke Jakarta pada Maret 1951 dengan nama Trisula.
Penulis: Noor Naelil Masruroh
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A
Referensi
Amini, Mutiah (2021). Sejarah Organisasi Perempuan Indonesia, 1928-1998. Yogyakarta: UGM Press.
Brenner, Suzanne (1999). “On the Public Intimacy of the New Order: Images of Women in the Popular Indonesian Print Media.” Indonesia, no. 67: 13–37. https://doi.org/10.2307/3351375.
Kementerian Penerangan Indonesia (1954). Kepartaian dan Parlementer Indonesia. Jakarta.
White, S. (2013). Rasuna Said: Lioness of the Indonesian Independence Movement. In S. Blackburn & H. Ting (Eds.), Women in Southeast Asian Nationalist Movements (98–123). Singapore: NUS Press.
Yuliantri, Rhoma Dwi Aria, dkk (2020). Seabad Pers Perempuan: Bahasa Ibu, Bahasa Bangsa. Yogyakarta: I:Boekoe.