Sarwono Prawirohardjo

From Ensiklopedia
Sarwono Prawirohardjo. Sumber: ANRI. Katalog Daftar Arsip Foto Personal, No. P04-0148

Sarwono adalah anak kedua dari lima bersaudara. Ayahnya berprofesi sebagai seorang guru di Surakarta, tidak heran jika pendidikan modern ditekankan dalam keluarga ini. Tahun 1919, Sarwono tamat dari Europeesche Lagere School (ELS) (Adam, Prahastuti, dan Supriyanti 2009). Kemudian dia melanjutkan pendidikan di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Setelah menjadi dokter Jawa (Indische Arts), Sarwono bekerja di beberapa rumah sakit, dan pernah menjadi direktur Rumah Sakit Bersalin Pemitran. Pada tahun 1937, ia mendalami pendidikan spesialis kebidanan dan kandungan, yang kemudian mengantarkannya menjadi perintis di bidang ini. Kepeloporan Sarwono menjadi kokoh dengan diterbitkannya buku bunga rampai yang berjudul Ilmu Kandungan oleh penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (Anwar, Baziad, dan Prabowo, 2014). Tahun 2014, buku ini sudah terbit dalam edisi ketiga.

Dalam dunia profesional kedokteran yang digelutinya, Sarwono membantu proses persalinan dari anak-anak tokoh penting Indonesia. Diantaranya, putra-putri Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Rosihan Anwar, dan Kusumaatmadja. Nama Sarwono bahkan diadopsi sebagai nama salah seorang anak Kusumaatmadja, Sarwono Kusumaatmadja.

Pada awal kemerdekaan, 19-20 Agustus 1945, Sarwono bersama rekan-rekan ilmuwannya mendirikan Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia. Pada tahun 1950, lembaga ini dilebur dalam Universiteit van Indonesia, dimana Sarwono juga menjadi salah satu pengajar pada ilmu kebidanan. Sarwono juga berkontribusi dalam pendirian beberapa organisasi profesi lainnya, seperti Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

Dalam bidang organisasi, Sarwono aktif dalam organisasi kepemudaan dan profesi. Di masa kolonial Belanda, 1927, Sarwono pernah menjadi ketua Jong Java. Sarwono kemudian tercatat sebagai ketua organisasi profesi dokter Indonesia yang pertama. Organisasi profesi dokter telah dibentuk pada tahun 1911 dengan nama Vereniging van Indische Artsen (kabar24.bisnis.com). Tahun 1926, nama organisasi ini berubah menjadi Vereniging van Indonesische Genesjkundigen (VGI). Pada masa kekuasaan militer Jepang, organisasi ini berganti nama menjadi Jawa Izi Hooko-Kai. Pada tanggal 30 Juli 1950, dua organisasi profesi dokter, Persatuan Thabib Indonesia (Perthabin) dan Perkumpulan Dokter Indonesia (PDI) mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan dalam bentuk Muktamar Dokter Warganegara Indonesia (PMDWNI) yang dipimpin oleh Dr. Bahder Djohan. Muktamar ini diselenggarakan pada tanggal 22–25 September 1950 di Deca Parc (sekarang Gedung Pertemuan Kotapraja Jakarta), yang menghasilkan kesepakatan pendirian Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Oleh karena itu, muktamar ini disebut juga sebagai Muktamar pertama Ikatan Dokter Indonesia (http://lipi.go.id/berita/sarwono-prawirohardjo-tokoh-yang-membidani-kelahiran-lipi/3259). Dalam muktamar ini, Sarwono terpilih sebagai ketua umum IDI pertama (http://www.idionline.org/about/about-idi/). Lembaga profesi ini baru mendapatkan legalitas hukum pada tanggal 24 Oktober 1950. Oleh karena itu, tanggal 24 Oktober 1950 ini disepakati sebagai hari kelahiran IDI yang sekaligus diperingati sebagai Hari Dokter Nasional Indonesia (kabar24.bisnis.com). Dengan berdirinya IDI, organisasi profesi dokter Indonesia telah definitif.

Tahun 1952 Sarwono ditunjuk sebagai ketua Panitia Persiapan Pembentukan Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI). Lembaga ini baru definitif berdiri tahun 1956 dengan Sarwono sendiri sebagai ketuanya. Tahun 1958 dan 1962, MIPI menyelenggarakan Kongres Ilmu Pengetahuan berturut-turut di Malang dan Yogyakarta. Tahun 1962, peran MIPI agak berubah ketika dibentuk Departemen Urusan Research Nasional (Durenas), sebuah lembaga yang dipimpin oleh Djoenoed Poesponegoro. Setelah peristiwa 30 September 1965, kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi dikelola oleh Lembaga Research Nasional (LRN) dan MIPI, yang kemudian disatukan menjadi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Rekam jejak Sarwono dalam membentuk MIPI dan kemudian menjadi ketua pertama LIPI ini kemudian menyebabkan Sarwono dikenal sebagai pendiri LIPI, yang sekarang beralih nama menjadi Badan Riset dan Inovasi (BRIN). Atas kontribusi Sarwono dalam pengembangan ilmu pengetahuan ini, maka sejak tahun 2001 LIPI memperingati hari ulang tahunnya dengan sebuah acara yang menyematkan nama Sarwono, Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture. Hingga tahun 2018, terdapat 18 ilmuwan Indonesia yang menyampaikan pidato ilmiah ini (penerbit.lipi.go.id: 1-3). Mereka adalah ilmuwan yang bekerja di lembaga penelitian pemerintah, internasional, maupun yang menjadi pejabat publik.

Disamping itu, dalam rangka peringatan ulang tahunnya, sejak tahun 2002 LIPI menganugerahkan sebuah penghargaan prestisius yang juga menyematkan nama Sarwono, LIPI Sarwono Award. Sejak tahun tahun 2002 hingga  tahun 2018, terdapat 26 tokoh Indonesia baik dari kalangan birokrat, pebisnis, dan terutama ilmuwan yang mendapatkan penghargaan ini (penerbit.lipi.go.id: 1, 4-5).

Penulis: Johny Alfian Khusyairi
Instansi: Universitas Airlangga
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Adam, Asvi Warman, Sarwintyas Prahastuti, Nanik Supriyanti. 2009. Sarwono Prawirohardjo Pembangunan Institut Ilmu Pengetahuan di Indonesia, Jakarta: LIPI Press.

Anwar, Mochamad, Ali Baziad, dan R. Prajitno Prabowo. 2014. Ilmu Kandungan, Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

http://www.idionline.org/about/about-idi/, diakses pada tanggal 8 Desember 2011.

https://kabar24.bisnis.com/read/20211024/15/1457556/sejarah-hari-dokter-nasional-diperingati-setiap-tanggal-24-oktober, diakses pada tanggal 7 Desember 2011.

http://lipi.go.id/berita/sarwono-prawirohardjo-tokoh-yang-membidani-kelahiran-lipi/3259, diakses pada tanggal 8 Desember 2011.

http://penerbit.lipi.go.id/data/naskah1566312400.pdf, diakses pada 13 Desember 2021.