Siti Sukaptinah

From Ensiklopedia
Siti Sukaptinah. Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional RI, No. Panggil - ALB 517 (3) B


Siti Sukaptinah adalah aktivis pergerakan perempuan Indonesia sejak masa kolonial sampai terbentuknya negara Republik Indonesia. Ia lahir pada tanggal 28 Desember 1907 di Yogyakarta. Sukaptinah mempunyai nama lengkap R. Ngt. Soenarja Mangoenpoespita alias Rr. Siti Soekaptinah. Sukaptinah merupakan putri sulung dari R. Panewoe Prawira’oelama yang akrab di panggil Panewu Suronto. Ayah Sukaptinah adalah seorang abdi dalem bagian ibadah di Kraton Yogyakarta. Sementara itu ibunya membuka sebuah industri rumah tangga dengan membuat batik dan menerima pesanan makanan. Kakek Sukaptinah bernama Kandjeng Panembahan Mangkoerat yang dikenal dengan nama Pangeran Mangkoeboemi. Pangeran Mangkoeboemi, seorang pengikut Pangeran Diponegoro (Muttaqin, 2019: 1-2).

Sukaptinah bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Keputran pada usia 7 tahun. Sekolah ini didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono VII untuk keluarga kerajaan maupun anak-anak para abdi dalem. HIS Keputran menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran. Sebagian besar gurunya merupakan orang Belanda. Anak-anak yang bersekolah di sini diharuskan menggunakan bahasa Belanda, walaupun dalam kehidupan sehari-hari mereka berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Sepulang sekolah di siang hari Sukaptinah mengikuti kegiatan mengaji di Aisyiyah, Kauman, Kraton Yogyakarta (Muttaqin, 2019: 32). Dari kegiatan itu Sukaptinah mengenal baik kehidupan Kyai dan Nyai Ahmad Dahlan. Pada waktu itu Sukaptinah mulai aktif dalam Siswapraja Wanita, sebuah perkumpulan wanita yang didirikan oleh Muhammadiyah, cikal bakal berdirinya Nasyiatul Aisyiyah (Sutjiatiningsih, 1991: 38)

Sukaptinah lulus dari HIS pada tahun 1922, dia melanjutkan sekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Ngupasan, Yogyakarta. Pendidikan di MULO dijalani Sukaptinah selama dua tahun (1922-1924). Ia tidak menyelesaikan sekolah di MULO karena sang ayah menginginkannya menjadi guru. Pada tahun 1924 Sukaptinah pindah sekolah ke Taman Guru Taman Siswa. Setelah lulus pada 1926, Sukaptinah langsung diangkat menjadi pamong di Taman Siswa (Muttaqin, 2019: 42-45). Sejak bersekolah di MULO, Sukaptinah aktif di organisasi Jong Java. Di sini ia bertemu dengan calon suaminya, Sunaryo Mangunpuspito (Nirwansyah 2021: 2). Mereka menikah pada bulan Desember 1929 dan dikaruniai enam orang anak (Muttaqin, 2019: 21).

Pada 22 Desember 1928, Siti Sukaptinah menduduki posisi sekretaris dalam Kongres Perempuan Indonesia (KPI) pertama di Yogyakarta. Di dalam kongres itu, sebagai pembuka ia bersama murid-muridnya di Perguruan Taman Siswa membawakan lagu “Kinanthi Sekar Gendhing Srikastawa” yang diciptakannya sendiri. Hasil dari KPI pertama adalah pembentukan Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI), di mana dalam organisasi tersebut Siti Sukaptinah menempati posisi sekretaris I. Setelah kongres selesai, Siti Sukaptinah kembali aktif di Jong Islamieten Bond (JIB). JIB memiliki komisi urusan wanita (Commissie van Dameszaken). Sukaptinah kembali aktif sebagai ketua di JIB (1930) dan menjadi sekretaris Pengurus Besar Istri Indonesia (1932) (Nirwansyah 2021: 2).

Pada 1932 beberapa organisasi perempuan berfusi ke dalam Istri Indonesia. Organisasi ini berjalan menuju “Indonesia Raya” dan bergerak dalam bidang sosial dengan berdasar pada asas kebangsaan. Selain mengadakan kongres, organisasi tersebut juga mengeluarkan mingguan yang diberi tajuk “Istri Indonesia”. Melalui mingguan tersebut, Siti Sukaptinah sering menulis artikel tentang pernikahan dalam hukum Islam, kemandirian perempuan, dan hak pilih. Ia juga lantang menyuarakan hak pilih dan keterwakilan perempuan Indonesia dalam Dewan Rakyat, dan memprotes keras pemerintah kolonial yang masih saja memilih perempuan Belanda di Dewan Rakyat. Protesnya tersebut dimuat dalam mingguan Istri Indonesia edisi November 1939 (Nirwansyah, 2021: 2).

Peran aktif Sukaptinah dalam berbagai organisasi antara tahun 1928-1956 di antaranya adalah Barisan Pekerja Perempuan Putera dan PB Muslimat Masyumi, di mana Sukaptinah menjadi ketuanya (Muttaqin, 2019: 93). Selain itu ia juga aktif sebagai anggota Dewan Kota Semarang (Gemeente Raad Semarang) dari Parindra, Anggota DPRS bidang RUU Pendidikan dan Pengajaran (1950-1955), Anggota Dewan Konstituante, dan pada tahun 1950-1961 Sukaptinah menjadi anggota DPR. (Janti, 2019: 4). Hal yang menjadi antiklimaks dari perjalanan perjuangan Sukaptinah adalah dukungannya terhadap poligami. Sukaptinah menunjukkan sikap tersebut dengan penolakannya atas RUU pernikahan yang salah satu isinya adalah penolakan terhadap praktik poligami yang banyak dilakukan oleh kaum pria di Indonesia (Weiringa, 1999: 21-22).

Walaupun Siti Sukaptinah sibuk dengan berbagai aktivitas, ia masih sempat melakukan hobi membuat desain batik. Desain batik yang ia buat biasanya dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi di Indonesia. Ketika Konferensi Asia-Afrika sedang berlangsung di Bandung pada tahun 1955, ia membuat desain batik bermotif peta Asia-Afrika. Juga ketika Presiden RI pertama Sukarno menganjurkan rakyat Indonesia makan jagung, ia pun membuat desain batik yang bermotif jagung (Sutjiatiningsih, 1991: 41) Sebagai wanita yang cukup lama bergerak dalam badan legislatif dan berbagai organisasi wanita, Siti Sukaptinah mendapat penghargaan dari Kaum Wanita Indonesia pada bulan Desember 1978. Pada tanggal 31 Agustus 1991, dalam usia 84 tahun, Siti Sukaptinah tutup usia di Yogyakarta. Dua tahun selepas wafatnya pemerintah memberinya penghargaan berupa Bintang Mahaputra melalui Keputusan Presiden No. 048/TK/Tahun 1992.

Penulis: Nina Witasari
Instansi: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Unnes
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A

Referensi

Sutjiatiningsih, Suratmin Sri, 1991. Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Investarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Weringa, Saskia E. 1999.  Penghancuran Gerakan Perempuan Indonesia, Jakarta: Garba Budaya dan Kalyanamitra.

Janti, Nur. (2019), “Kepak Sayap Dara Asal Yogyakarta”, Historia, 11 Januari 2019. Diakses dari https://historia.id/politik/articles/sukaptinah-berjuang-agar-bangsa-dan-kaumnya-tak-dijajah-vxJ5d/page/1

Muttaqin, Muhammad Nurul, 2019. “Dari Taman Siswa Ke Masyumi: Perjalanan Ideologi dalam Karier Politik Siti Soekaptinah Sunaryo Mangunpuspito (1926-1960)”. Skripsi pada Prodi Sejarah Kebudayaan Islam, Fakultas Ushulidin, Adab dan Humaniora, IAIN Salatiga.

Nirwansyah (editor), 2021. “Siti Sukaptinah: Riwayat Organisasi hingga Akhir Hidup”, dalam Milenealis.id, 1 September 2021. Diakses dari https://milenialis.id/siti-sukaptinah-riwayat-organisasi-hingga-akhir-hidup-2/