Sneevliet

From Ensiklopedia
Sneevliet. Sumber: International Institute of Social History. Kode panggil - IISG BG A48 463


Sneevliet bernama lengkap Hendricus Josephus Fransiscus Marie Sneevliet, yang dikenal luas dengan nama Henk Sneevliet, adalah aktivis politik yang membawa gagasan Marxisme dan membentuk organisasi politik berbasis ideologi Marxisme yang pertama dalam perjuangan politik anti kolonial di Indonesia. Ia lahir di Rotterdam, Belanda, pada 1883. Di Belanda, awal karir politiknya berada pada golongan konservatif Katolik, namun beralih pada ide sosio-demokrat yang revolusioner radikal dan aktivisme serikat buruh (Ricklefs 2010: 370). Sejak 1900, Sneevliet bekerja di perusahaan kereta api Belanda, yaitu Nederlands Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel (NVSTP). Sneevliet juga mengasah kemampuan organisasi dan karir politiknya dengan bergabung sebagai anggota Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) atau Partai Buruh Sosial Demokrat di Zwolle, Belanda. Aktivitas politiknya semakin moncer ketika dia dipercaya sebagai ketua NVSTP dan mengelola corong organisasi bernama Orgaan serta menulis kolomnya sendiri di majalah terbitan resmi SDAP yaitu De Nieuwe Tijd (Triyana 2016).

Pada Februari 1913, Sneevliet datang ke Hindia Belanda dan bekerja sebagai staf editor surat kabar Soerabaiaasch Handelsblad. Setahun kemudian, tepatnya pada bulan Mei 1914, Sneevliet bekerja sebagai Sekretaris Semarang Handelsvereeniging (Kamar Dagang Semarang) dengan gaji f. 1.000 per bulan (Shiraishi 1997). Selain bekerja sebagai staf di Semarang Handelsvereeniging, Sneevliet juga menjadi anggota perkumpulan buruh kereta api cabang Semarang yaitu Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP) Semarang (Metanasi 2019).

Pada 1914, Sneevliet bersama dengan J.A. Brendsteder, H.W. Dekker, dan Piet Bergsma bertemu di Marine Gebouw, Surabaya. Mereka mendirikan perkumpulan beraliran sosialis di Hindia Belanda dan menamainya dengan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV). ISDV adalah organisasi sosialis yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI). ISDV mempunyai corong organisasi bertajuk Het Vrije Woord (Suara Kebebasan), yang mana Sneevliet menjadi salah satu pengasuhnya (Soe 1999).

Awalnya, ISDV hanya mendapat perhatian di kalangan sosialis Belanda. Namun momentum pencarian jalan dan pengaruh organisasi di kalangan orang Indonesia terjadi ketika Sneevliet memprotes hukuman terhadap Mas Marco Kartodikromo dan mengecam peraturan delict press di Hindia Belanda pada 1915. Peristiwa itu menarik perhatian khalayak terutama masyarakat Indonesia terhadap organisasi ini. ISDV kemudian menjadi organisasi yang keanggotaannya tidak hanya terdiri dari orang Belanda, namun menjadi lebih beragam latar belakang dan bangsa. Hal ini terlihat setelah Sneevliet berhasil mengajak Semaun dan Darsono masuk ke dalam ISDV. Organisasi ini dengan cepat menjadi organisasi beraliran kiri yang menarik minat dan khalayak massa. Awalnya ISDV bekerjasama dengan Insulinde, namun beralih kepada Sarekat Islam (SI) yang mana Semaun berada di dalamnya (Ricklefs 2010: 370; Metanasi 2019).

Pengaruh ideologi sosialis-komunis semakin kentara di SI karena ISDV berusaha untuk memperoleh basis rakyat yang dimiliki oleh SI. Bergabungnya Semaun yang mempunyai hubungan ideologi dan politik yang kuat dengan Sneevliet menjadikan ISDV semakin membesar dalam organisasi yang radikal. ISDV beranggotakan orang Indonesia membentuk fraksi di dalam SI, hingga 1917 beroleh pengaruh yang kuat sehingga mengkhawatirkan pimpinan SI (McVey 1985: 26-27).

Pada 1917 Sneevliet terkena delict press dan menjalani dakwaan di pengadilan. Sementara itu, ISDV terus menunjukkan sifat yang radikal dan ideologi yang dianut terlihat nyata sebagai badan organisasi beraliran komunis. Pada akhir 1917, ISDV menghimpun sebanyak 3.000 orang serdadu dan kelasi ke dalam dewan-dewan (soviet-soviet), terutama dilakukan di kota pelabuhan Surabaya. Namun, antara tahun 1918-1919 pemerintah kolonial Belanda melakukan langkah-langkah pembubaran dewan-dewan tersebut, menangkap dan mengasingkan sebagian besar orang Belanda pimpinan partai ini, termasuk di antaranya adalah Sneevliet (Ricklefs 2010: 374).

Sneevliet berhasil keluar dari Hindia Belanda dan berada di Kanton, Tiongkok dengan nama samaran Maring. Sepeninggal Sneevliet, ISDV diambil alih dan dipimpin oleh orang-orang Indonesia yang dengan cepat dapat mendapatkan basis massa Indonesia. Tokoh utama dalam pimpinan ISDV adalah Semaun, Ketua SI Cabang Semarang dan Darsono, seorang pemuda bangsawan Jawa. Lingkungan politik kolonial Belanda yang menentang radikalisme menempatkan ISDV berperan sebagai pemimpin gerakan politik rakyat. Awalnya anggota organisasi ini masih cukup kecil (jumlah anggota 269 orang pada 1920), namun anggotanya didominasi oleh orang Indonesia, sehingga segera mendapat tempat di kalangan rakyat Indonesia (Ricklefs 2010: 375-376).

ISDV kemudian secara nyata menjadi Perserikatan Komunis Hindia Belanda meskipun masih menggunakan statuta organisasi ISDV. Hal ini terjadi tepatnya saat Kongres VII ISDV pada 23 Mei 1920, berdiri Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebagai pengurus PKI yaitu Semaun sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Piet Bergsma sebagai sekretaris, H.W. Dekker sebagai bendahara. Tokoh lain sebagai komisaris partai yaitu Adolf Baars, J. Stam, Dengah, C. Kraan, dan Soegono (Metanasi 2019).

Setelah meninggalkan Hindia Belanda, Sneevliet terus berkecimpung dalam dunia pergerakan buruh dan menjadi aktivis komunis di Eropa. Sneevliet juga berkecimpung dan menjalankan aktivitas politik gerakan sosialis di banyak negara, terutama berhaluan sosialis komunis. Dalam petualangannya pernah membina Partai Komunis Tiongkok, mengikuti Konferensi Komunis Internasional mewakili PKI dan terus membangun jejaring ideologi kiri dan aktivisme buruh di Belanda.

Sepanjang hidupnya, Sneevliet menikah sebanyak empat kali. Istri pertama adalah Maartje Visser yang dinikahi pada 1906. Maartje bertemu dengan Sneevliet ketika di Zwolle yang mana dia adalah anggota Sociaal-Democratische Vrouwenclub (Perkumpulan Perempuan Sosial-Demokrat). Setelah bercerai dengan Maartje, Sneevliet menikah dengan Betsy Brouwer pada 1909. Betsy adalah seorang guru sekolah menengah di Zwolle. Pernikahan dengan Betsy dianugerahi sepasang anak kembar yaitu Ingbert Klass Cornelis dan Marten Hendrik Wouter. Sneevliet terbiasa memanggil anak kembarnya Pim dan Pam. Betsy menemani Sneevliet selama beberapa tahun di Hindia Belanda. Namun, pernikahan ini kandas dan Sneevliet menikah lagi dengan perempuan Rusia bernama Sima Lowowna Zolkowskaja pada 1926. Sneevliet dan Zolkowskaja dianugerahi anak perempuan bernama Sima Sneevliet. Namun, usia pernikahannya juga tidak berlangsung lama. Pernikahan terakhir Sneevliet terjadi pada 1929. Ia menikahi perempuan bernama Wilhelmina Hendrika Draaijer biasa dipanggil Mien Draaijer. Istri terakhirnya ini yang mendampingi hingga akhir hayatnya. Riwayat Sneevliet berakhir dieksekusi oleh Nazi Jerman karena aktivitas dan keterlibatan dalam perlawanan komunis terhadap pendudukan Jerman pada Perang Dunia II. Henk Sneevliet dieksekusi oleh Nazi pada 13 April 1942 (Triyana 2016).

Penulis: Budi Agustono


Referensi

McVey, Ruth. 1985. “Kemunculan Awal Komunisme”, Artikel dalam Colin Wild dan Peter Carey (eds.) Gelora Api Revolusi Sebuah Antologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Metanasi, Petrik. 2019. “Peran Sejarah Henk Sneevliet sebagai Mahaguru Pendiri PKI”, Artikel dalam https://tirto.id/peran-sejarah-henk-sneevliet-sebagai-mahaguru-pendiri-pki-cokh diakses pada 29 Oktober 2021.

Ricklefs, M.C. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Shiraishi, Takashi. 1997. Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1812-1926.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Soe, Hok Gie. 1999. Di Bawah Lentera Merah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Triyana, Bonnie. 2016. “Empat Kisah Cinta Henk Sneevliet”, Artikel dalam https://historia.id/kultur/articles/empat-kisah-cinta-henk-sneevliet-DEZ4Y/page/1 diakses pada 29 Oktober 2021.