Sosrokartono

From Ensiklopedia
Sosrokartono - in het p021

Raden Mas Panji Sosrokartono atau R.M.P. Sosrokartono adalah tokoh pergerakan, intelektual dan humanis yang telah berjasa besar bagi Indonesia. Ia adalah salah satu tokoh penting dalam pembentukan kebangsaan Indonesia, terutama melalui Indische Vereeniging, cikal bakal dari Perhimpunan Indonesia. Dalam bidang intelektual, dia memiliki gagasan dan pemikiran yang secara tidak langsung terdapat nilai-nilai humanistik di dalamnya yang dibungkus dengan nilai-nilai masyarakat Jawa.

Besarnya perhatian Sosrokartono terhadap kemanusiaan tercermin dari seluruh hidupnya diberikan untuk perjuangan kemanusiaan, terutama menolong dan melayani orang-orang yang lemah, menderita, dan tertindas. Dia rela hidup miskin dan menderita demi pengabdiannya kepada kemanusiaan, padahal dia adalah sarjana bumiputra lulusan Belanda paling awal dengan pengalaman internasional, yang dengan modal itu dia bisa mudah mendapatkan pekerjaan bagus dan hidup lebih layak jika dia mau. Akan tetapi dia lebih memilih mengabdi kepada kemanusiaan walaupun hidupnya susah.

R.M.P. Sosrokartono yang dilahirkan di Mayong, Jepara, pada 10 April 1877 adalah anak seorang bangsawan. Dia berasal dari keluarga bupati. Ayahnya, R.M. Adipati Ario Sosroningrat, adalah Bupati Jepara dan kakeknya, R.M.A.A. Condronegoro IV, adalah mantan Bupati Demak. Sosrokartono juga merupakan kakak dari Pahlawan Nasional R.A. Kartini.

Dilahirkan sebagai anak yang cerdas dan berasal dari keluarga bangsawan, ia memiliki keuntungan tersendiri dalam mendapatkan pendidikan. Dia dengan mudah dapat memasuki sekolah-sekolah terbaik saat itu. Setelah menamatkan pendidikannya di Europeesche Lagere School di Jepara, Sosrokartono melanjutkan pendidikannya ke Hogere Burgeschool (H.B.S.) di Semarang. Selanjutnya, dia meneruskan pendidikannya ke negeri Belanda pada tahun 1898. Mula-mula dia masuk di Jurusan Teknik Sipil, Polytchnische School di Delf. Dia hanya bertahan selama dua tahun di Delf. Merasa tidak cocok, dia pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur di Universitas Leiden. Di sinilah dia merasa menikmati belajar. Sosrokartono merupakan mahasiswa Indonesia angkatan pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda (Wahyudi, 2021: 69-82).

R.M.P. Sosrokartono mulai bersentuhan dengan dunia pergerakan saat menuntut ilmu di Negeri Belanda. Dia termasuk salah seorang tokoh penting berdirinya Indische Vereniging (Perhimpunan Hindia) pada 15 November 1908 bersama teman-temannya seperti Hossen Jajadiningrat, R.N. Noto Suroto dan beberapa mahasiswa lain yang sedang belajar di Belanda. Setelah semangat keindonesiaan semakin menguat, nama organisasi ini diubah menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) pada tahun 1922, dan kemudian namanya diganti menjadi Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925.

Selama di Belanda, Sosrokartono bergabung dengan majalah Bintang Hindia yang kemudian berubah namanya menjadi Indonesia Merdeka tahun 1923. Tidak lama setelah bergabung, dia diangkat menjadi tim redaksi. Di majalah inilah Sosrokartono menyebarkan semangat nasionalisme melalui tulisan-tulisannya. Saat diundang menjadi pembicara dalam Kongres Bahasa dan Sastra Belanda di Gent, Belgia, Sosrokartono menyampaikan pidato dengan judul “Het Nederlandsch in Indie” (Bahasa Belanda di Hindia), yang isinya dia menyuarakan hak-hak warga bumi putera di Hindia Belanda yang tidak diperhatikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dia menyuarakan tuntutan kepada pemerintah Belanda agar memperhatikan kondisi hidup masyarakat bumiputra, terutama masalah pendidikan (Muhibuddin, 2019: 105 dan 111).

Setelah memperoleh gelar sarjana di Universitas Leiden, Sosrokartono sempat melanjutkan pendidikannya pada program doktor di almamaternya, namun tidak selesai. Dia selanjutnya mulai bekerja sebagai penerjemah di Wina, Austria. Saat Perang Dunia II meletus di Eropa, Sosrokartono ikut mendaftar sebagai wartawan perang untuk surat kabar The New York Herald. Untuk memudahkan dia mempunyai akses yang luas dalam meliput pertempuran, Sosrokartono diberi pangkat mayor oleh sekutu. Meskipun hanya bekerja selama satu tahun setengah di The New York Herald, ulasan yang dia tulis tentang perundingan dalam Perang Dunia II turut melambungkan namanya di dunia jurnalistik. Meskipun demikian, dia akhirnya memutuskan berhenti dengan alasan tidak mendapat kedamaian. Selanjutnya dia bekerja sebagai juru bahasa untuk Sekutu dan seterusnya menjadi penerjemah pada Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang dibentuk tahun 1918 (Wahyudi, 2021: 69-82; Maulana, 2017: 64-68).

Sumber: https://historia.id/politik/articles/pengembaraan-sosrokartono

Setelah melanglang buana selama 28 tahun di Eropa, Sosrokartono memutuskan pulang ke tanah air untuk berjuang bagi kemanusiaan dan menetap di Bandung. Saat tiba di Bandung dia bergabung dengan organisasi Taman Siswa dan menjadi kepala sekolah menengah Taman Siswa di sana. Adapun guru-guru sekolah tersebut saat itu antara lain Ir. Sukarno dan Mr. Soenario (Poesponegoro, 1990: 249). Seterusnya Sosrokartono mengundurkan diri dari Taman Siswa dan lebih memfokuskan diri pada kegiatan-kegiatan sosial dan kemanusiaan. Rumah kontrakan tempat dia menetap di Bandung dijadikan padepokan dengan nama “Dar Oes Salam” (Darussalam). Di sinilah dia mengabdikan seluruh sisa hidupnya demi kemanusiaan sampai akhir hayatnya tahun 1952. 

Selama di Bandung Sosrokartono mulai mendalami dunia spiritualitas dan mengembangkan pemikiran tentang hidup. Ajaran, pandangan, dan pemikiran Sosrokartono berkaitan dengan laku moralitas dan spiritual. Semua ajaran yang terkandung dalam Ilmu dan Laku Jawa Sosrokartono berjumlah 53 ajaran dengan makna filosofis berbeda-beda. Bentuk dan makna filosofis dari ajaran Sosrokartono mempunyai kontribusi dan relevansi dalam pendidikan kebangsaan, yaitu: pendidikan ketuhanan, pendidikan keagamaan, pendidikan sosial, pendidikan berbangsa dan bernegara, dan pendidikan budi pekerti. (Rahman, 2013: 5-7).

Dari 53 ajaran Sosrokartono terdapat 3 ajaran utama, yaitu: Ngawulo Marang Kawulane Gusti, filosofi “Alif”, dan Catur Murti (Muhibuddin, 2019: 241-50). Ajaran Ngawulo Marang Kawulane Gusti (mengabdi kepada hamba Tuhan) berarti bahwa tujuan hidupnya bukan membela Tuhan, melainkan membela manusia dengan seluruh kemanusiannya. Makna dari “Mengabdi kepada hamba Tuhan” menurutnya bukan berarti dia hendak menyembah hamba Tuhan, melainkan melayani, mengabdi dan menolong hamba Tuhan.

Ajaran kedua yang cukup penting dari Sosrokartono adalah filosofi “Alif”. Huruf “Alif” (abjad pertama dalam alfabet Arab) sangat penting artinya dalam kehidupan Sosrokartono. Huruf “Alif” yang bentuknya sederhana dan tegak dimaknai Sosrokartono melambangkan tauhid (Tuhan itu Esa) dan juga melambangkan sikap lurus dan jujur. Oleh karena itu “Alif” memiliki kedudukan yang sentral dalam kehidupan Sosrokartono, sehingga “Alif” dijadikan sebagai simbol bagi Sang Maha Kuasa dalam kehidupannya, termasuk dalam aktivitas-aktivitas sosial dan kerja-kerja kemasyarakatan yang dilakukannya. Alif senantiasa dijadikan sebagai medium pengobatan yang dilakukannya.

Ajaran penting lainnya dari Sosrokartono adalah Catur Murti (empat aspek kehidupan). Dia mengajarkan bahwa dalam hidup ini harus ada keselarasan dari empat aspek dalam kehidupan manusia, yaitu: pikiran, perasaan, perbuatan, dan perkataan. Ini artinya bahwa semua aspek tersebut harus berlaku benar. Kesatuan dan keselarasan keempat aspek tersebut merupakan bentuk kesempurnaan diri manusia. Sosok juga dikenal sebagai Si Jenius Dari Timur ini meninggal dunia pada usia 75 tahun, dia berpulang menghadap Yang Maha Kuasa tanggal 8 Februari 1952. Jenazahnya dimakamkan di Sedo Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah.

Penulis: Mawardi
Instansi: Universitas Syiah Kuala
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan


Referensi

Maulana, Minanur Rohman Mahrus (2017), “Raden Mas Panji Sostrokartono dan Morality Education di Indonesia (Eksplorasi Diskursif Mengenai Ajaran Moral dan Relevansinya Bagi Penguatan Pendidikan Karakter/PPK)”, Tesis S2 Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Muhibuddin, Muhammad (2019) R.M.P. Sosrokartono: Kisah Hidup dan Ajaran-ajarannya. Yogyakarta: Araska.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho (1990) Sejarah Nasional Indonesia V (edisi ke-4). Jakarta: Balai Pustaka.

Rahman, Ithafur (2013) “Pendidikan Kebangsaan dalam Ilmu dan Laku Jawa Ajaran R.M.P. Sosrokartono, Sutasoma: Journal of Javanese Literature, 2 (1), http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sutasoma

Wahyudi, M. Agus dan Bakri, Syamsul (2021) “Javanese Religious Humanism (Critical Study of R.M.P. Sostrokartono”, ISLAH: Journal of Islamic Literature and History, Vol. 2. No. 1, Juni 2021, hlm. 69-82.