Nugroho Notosusanto: Difference between revisions

From Ensiklopedia
No edit summary
m (Text replacement - "Category:Tokoh" to "{{Comment}} Category:Tokoh")
Line 23: Line 23:


Tim Penyusun Pusat Data dan Analisa Tempo (2019). ''Siapa Nugroho Notosusanto, Tentara yang Menjadi Tokoh Pendidikan.'' Jakarta: Tempo Publishing.
Tim Penyusun Pusat Data dan Analisa Tempo (2019). ''Siapa Nugroho Notosusanto, Tentara yang Menjadi Tokoh Pendidikan.'' Jakarta: Tempo Publishing.
{{Comment}}
[[Category:Tokoh]]
[[Category:Tokoh]]

Revision as of 16:13, 8 August 2023

Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. Raden Panji Nugroho Notosusanto (lahir tanggal 15 Juli 1930 di Rembang, Jawa Timur) adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ke-18 Republik Indonesia (19 Maret 1983–3 Juni 1985), Rektor ke-8 Universitas Indonesia (1982-1985), sejarawan militer dan sastrawan  Indonesia. Putra dari R.P. Notosusanto, seorang ahli hukum Islam dan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, ia menempuh pendidikan Europeesche Lagere School (ELS), Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pati, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Yogyakarta. Pendidikan tingginya dimulai dengan Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, lalu dilanjutkan di Jurusan Sejarah pada fakultas yang sama. Selepas itu, ia menjalani kuliah singkat tentang filsafat sejarah di Universitas London.

Ia meniti karier di tiga bidang, yakni di kemiliteran, di universitas, dan di dunia sastra. Di lapangan militer, ia merupakan Tentara Pelajar (TP) dari Brigade 17 dan TKR Yogyakarta ketika ia menjadi pelajar SMA di kota itu. Sebagai akademisi, ia berkiprah menjadi dosen di Jurusan Sejarah Universitas Indonesia. Di samping itu, ia banyak meneliti topik-topik terkait sejarah militer Indonesia. Disertasinya di Universitas Indonesia, The Peta Army During the Japanese Occupation in Indonesia, diterbitkan Waseda University Press (1979) dan telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Pada tahun 1980 ia ditetapkan sebagai guru besar Ilmu Sejarah (Tim Penyusun Pusat Data dan Analisa Tempo, 2019).

Karya sejarahnya yang lain mencakup buku-buku seperti The Battle of Surabaja (1970), Naskah Proklamasi jang Otentik dan Rumusan Pantjasila jang Otentik (1971), dan Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara (bersama Pringgodigdo, 1981) serta sejumlah artikel sejarah di majalah ilmiah dan bab dalam buku. Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution mengajaknya bergabung di Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pusjarah ABRI). Ia berbagi sikap anti-komunis yang sama dengan Nasution, dan ini adalah faktor menentukan dalam berbagai buku yang ia hasilkan, baik atas namanya sendiri maupun atas nama tim Pusjarah ABRI. Tim peneliti Pusjarah ABRI antara lain menghasilkan buku Sedjarah Singkat Bersendjata Bangsa Indonesia, 40 Hari Kegagalan G-30-S, dan The Coup Attempt of the “September 30 Movement” in Indonesia. Buku 40 Hari Kegagalan G-30-S merupakan sumber utama film dokumenter karya Arifin C. Noer, Pengkhianatan G30S/PKI, yang dilansir pada 1984.

Pada tahun 1964, ia diangkat menjadi kepala Pusjarah ABRI. Ia mengajar di Sekolah Staf dan Komando (Sesko) Angkatan Darat, Laut, Udara, Kepolisian dan Gabungan (Sumardi 1981: 74). Atas kontribusi besarnya, ia mendapatkan pangkat kehormatan (tituler) Brigadir Jenderal. Ia dianggap sebagai salah satu sejarawan Indonesia terkemuka di masa Orde Baru, yang mengkombinasikan aspek kemiliteran Indonesia dengan nasionalisme Indonesia (McGregor 2007: 60). Selain sebagai penulis buku sejarah, ia juga merupakan penerjemah beberapa buku bertema sejarah. Ia menerjemahkan buku Crusade in Europe (Dwight D. Eisenhower), The Story of Language (Mario Pei), dan Understanding History (Louis Gottschalk) ke dalam bahasa Indonesia.

Di bidang sastra, ia menulis sejumlah cerita pendek dan puisi via dua media. Pertama, di surat kabar dan majalah, baik di level kampus maupun nasional, seperti Kompas, Siasat, Forum, dan Femina. Kedua, melalui buku kumpulan cerita pendek, termasuk Hudjan Kepagian (1958), Tiga Kota (1959), Rasa Sajange (1961), dan Hidjau Bumiku, Hidjau Badjuku (1963) (Eneste 2001). Dari segi generasi, ia digolongkan sebagai sastrawan generasi ’50, yang juga mencakup sastrawan-sastrawan sezamannya seperti W.S. Rendra dan A.A. Navis (Rosidi 2018: 149). Ia memperoleh berbagai penghargaan dari pemerintah Indonesia, di antaranya Bintang Gerilya, Satyalencana Dwidya Sistha dan Satyalencana Penegak. Nugroho Notosusanto wafat di Jakarta pada 3 Juni 1985 dalam usia 54 tahun.

Penulis: Muhammad Yuanda Zara


Referensi

Eneste, Pamusuk (2018). Bibliografi Sastra Indonesia. Magelang: Yayasan Indonesiatera.

McGregor, Katharine E. (2007). History in Uniform: Military Ideology and the Construction of Indonesia’s Past. Singapore: NUS Press.

Rosidi, Ajip (2018 [terbitan pertama tahun 1969]). Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Jaya.

Sumardi, S., dkk. (1984). Menteri-Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sejak Tahun 1966. Jakarta: Depdikbud.

Tim Penyusun Pusat Data dan Analisa Tempo (2019). Siapa Nugroho Notosusanto, Tentara yang Menjadi Tokoh Pendidikan. Jakarta: Tempo Publishing.