Subchan Zaenuri Echsan: Difference between revisions
m (Text replacement - "Category:Tokoh" to "{{Comment}} Category:Tokoh") |
No edit summary |
||
Line 1: | Line 1: | ||
[[File:Subchan Zaenuri Echsan - Memperkenalkan Anggota-Anggota DPR Hasil Pemilu 1971 p85.jpg|thumb|Subchan Zaenuri Echsan. Sumber: Repro dari buku ''Memperkenalkan Anggota-Anggota DPR Hasil Pemilu 1971'' Hal. 85]] | |||
Subchan Zaenuri Echsan (lahir di Kepanjen, Malang Selatan, Jawa Timur) adalah Ketua IV Pengurus Besar [[Nahdlatul Ulama (NU)|Nahdlatul Ulama]] (PBNU) pada Muktamar NU di Solo (1962), anggota Komite Aksi Pengganyangan [[Gestapu]] (KAP Gestapu) PKI (1965), dan Wakil Ketua [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)]]. Tahun lahirnya belum dapat dipastikan, ada yang menyebut tahun 1929 dan ada pula yang mengemukakan tahun 1931 (Tim Pustaka Tebuireng, 2017: 178). Ayahnya bernama Rochlan Ismail sedangkan ibunya bernama Siti Masnichah. | Subchan Zaenuri Echsan (lahir di Kepanjen, Malang Selatan, Jawa Timur) adalah Ketua IV Pengurus Besar [[Nahdlatul Ulama (NU)|Nahdlatul Ulama]] (PBNU) pada Muktamar NU di Solo (1962), anggota Komite Aksi Pengganyangan [[Gestapu]] (KAP Gestapu) PKI (1965), dan Wakil Ketua [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)]]. Tahun lahirnya belum dapat dipastikan, ada yang menyebut tahun 1929 dan ada pula yang mengemukakan tahun 1931 (Tim Pustaka Tebuireng, 2017: 178). Ayahnya bernama Rochlan Ismail sedangkan ibunya bernama Siti Masnichah. | ||
Latest revision as of 23:55, 12 September 2024
Subchan Zaenuri Echsan (lahir di Kepanjen, Malang Selatan, Jawa Timur) adalah Ketua IV Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Muktamar NU di Solo (1962), anggota Komite Aksi Pengganyangan Gestapu (KAP Gestapu) PKI (1965), dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Tahun lahirnya belum dapat dipastikan, ada yang menyebut tahun 1929 dan ada pula yang mengemukakan tahun 1931 (Tim Pustaka Tebuireng, 2017: 178). Ayahnya bernama Rochlan Ismail sedangkan ibunya bernama Siti Masnichah.
Saat kecil ia diangkat sebagai oleh keluarga seorang pengusaha rokok kretek dari Kudus, Zaenuri Echsan. Di masa remaja ia memimpin sebuah pabrik rokok milik ayahnya di Kudus serta mengelola perdagangan berbagai macam barang seperti ban mobil, cengkeh dan cerutu. Profesi ini masih dijalaninya di Solo pada masa Revolusi, termasuk dengan menjual berbagai kebutuhan pokok kepada tentara Belanda bersama adik-adiknya.
Sekolah formal pertama yang ia ikuti ialah HIS Muhammadiyah Kudus. Ia menambah ilmu agamanya dengan menjadi santri di pesantren Kiai Noer di Jalan Masjid Kudus. Semarang, Solo, dan Yogyakarta adalah kota-kota lain tempatnya menimba ilmu. Di Semarang ia mengikuti Sekolah Dagang Menengah, sementara di Solo ia mendapat pelajaran agama Islam dari seorang ulama Muhammadiyah, St. Mansur. Ketika Universitas Gadjah Mada (UGM) baru dibuka di Yogyakarta pada masa Revolusi, ia turut menjadi salah satu mahasiswanya, walaupun hanya temporer.
Ketika perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia meletus, ia ambil bagian dalam berbagai cara. Ia antara lain bergabung dengan sejumlah organisasi pemuda dan perjuangan, seperti Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI), Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia, dan pandunya Muhammadiyah, Hizbul Wathan (Tim Pustaka Tebuireng, 2017: 184-185).
Relasinya dengan Nahdlatul Ulama (NU) terbangun dengan intensif pada dekade 1950-an. Pada tahun 1953 ia menjabat sebagai ketua bagian pendidikan NU (Ma’arif). Pada dekade itu pula ia mulai membangun reputasinya sebagai pemikir di bidang perekonomian dan pembangunan. Ia menjabat sebagai ketua bagian ekonomi di NU (1956). Pada paruh kedua era 1950-an hingga paruh pertama era 1960-an ia mengikuti berbagai konferensi di bidang ekonomi dan memegang jabatan di beberapa organisasi ekonomi.
Ia turut merespon konflik ideologis yang meruncing di Indonesia pada tahun 1965. Ia memperkuat barisan anti-komunis bersama para pemuda dari organisasi lain seperti HMI, PMII, Ansor dan Muhammadiyah. Ia dan koleganya, Harry Tjan Silalahi (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia, PMKRI) berkolaborasi dengan Angkatan Darat. Segera sesudah peristiwa Gerakan 30 September 1965 terjadi, ia menginisiasi pendirian KAP Gestapu yang berada di bawah naungan tentara. Ini adalah sebuah badan anti-komunis yang terdiri atas partai politik, organisasi massa dan organisasi-organisasi lainnya. Subchan duduk sebagai ketuanya. KAP Gestapu memelopori sejumlah demonstrasi anti-PKI (Crouch, 2007: 141). Subchan dan Harry Tjan dianggap sebagai perantara antara para pemuda yang berdemonstrasi, pemimpin senior organisasi keagamaan masing-masing dan para jenderal Angkatan Darat (Roosa, 2020: 65).
Pada 2 Oktober 1965 PBNU membentuk Badan Koordinasi Keamanan Djama’ah Nahdlatul Ulama guna membantu memulihkan keamanan. Subchan merupakan koordinator logistiknya (Menchik, 2016: 116). Pada 4 Oktober 1965, ia bersama-sama dengan para tokoh dari organisasi-organisasi lain menandatangani pernyataan bersama yang didukung oleh Ketua G-V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), Brigjen Sucipto. Isinya antara lain mengutuk perbuatan kontra revolusi yang dilakukan Gerakan 30 September dan mendesak pemerintah mengambil tindakan tegas kepada mereka yang terlibat.
Ia menjabat sebagai Wakil Ketua MPRS pada Sidang MPRS (1966-1971). Ia bersikap kritis kepada pemerintahan Soeharto. Kritiknya yang lain ditujukan pada sistem kepemimpinan di NU yang dinilainya tertutup. Kritik ini, serta berbagai perselisihan antara dirinya dengan tokoh-tokoh NU lainnya, memuncak dengan pemecatan yang dialaminya dari NU pada tahun 1972 (Tim Pustaka Tebuireng, 2017: 248-254). Ia meninggal pada 21 Januari 1973 di Mekkah. Namanya kini dipakai sebagai nama sebuah jalan di Kabupaten Kudus.
Penulis: Muhammad Yuanda Zara
Instansi: Universitas Negeri Yogyakarta
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.
Referensi
Crouch, Harold A. (2007 [pertama terbit tahun 1978]). The Army and Politics in Indonesia. Singapore: Equinox.
Menchik, Jeremy (2016). Islam and Democracy in Indonesia: Tolerance without Liberalism. New York: Cambridge University Press.
Roosa, John (2020). Buried Histories: The Anticommunist Massacres of 1965-1966 in Indonesia. Wisconsin: The University of Wisconsin Press.
Tim Pustaka Tebuireng (2017). Membuka Ingatan: Memoar Tokoh NU yang Terlupakan. Tebuireng: Pustaka Tebuireng.