Ansor
Ansor berasal dari bahasa Arab al-anshar, yang berarti “kaum penolong”, mengacu pada orang-orang yang turut membantu dakwah Nabi Muhammad ketika di Madinah. Dalam konteks Indonesia, Ansor adalah organisasi pemuda di bawah Nahdlatul Ulama (NU) yang berdiri pada tahun 1934. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari semangat perjuangan dan nasionalisme yang berkembang sejak dicetuskannya sumpah pemuda pada tahun 1928. Perjuangan dilakukan dalam bentuk perlawanan fisik terhadap kolonialisme dan juga perlawanan atas komunisme/PKI (Anam 2010: 20; M.C. Ricklefs 2008: 538).
Akar pendirian Ansor bisa dilacak pada 1924, ketika KH. Abdul Wahab mendirikan organisasi pemuda onderbouw NU yang dinamakan Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air), di bawah kepemimpinan Abdullah Ubaid. Kemudian, pada tahun 1931, berkat inisiatif Abdullah Ubaid, dibentuk Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama (PPNU), dan berubah nama menjadi Pemuda Nahdlatul Ulama (PNU) pada 14 Desember 1932, dan berubah lagi menjadi Ansoru Nahdlatul Oelama (ANO) pada 1934 (Walidain 2021: 10-11). Saat Muktamar NU ke-9 pada 21-26 April 1934 di Banyuwangi, ANO resmi menjadi bagian dari Pemuda NU (Yamin, Nelson, Bariyanto: 93). Sejak itu, Ansoru Nahdlatul Oelama menjadi Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), yang diresmikan pada 24 April 1934 di Banyuwangi (Zuhdi, Nursam, 26-27).
Tujuan organisasi ini, seperti terdapat dalam Anggaran Dasarnya, adalah sebagai berikut: (1) Membentuk dan mengembangkan generasi muda Indonesia sebagai kader bangsa yang cerdas dan tangguh, memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, berkepribadian luhur, berakhlak mulia, sehat, terampil patriotik, ikhlas dan beramal shalih; (2) Menegakkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di dalam wadah NKRI; (3) Berperan secara aktif dan kritis dalam pembangunan nasional demi terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia yang berkeadilan, berkemakmuran, berkemanusiaan dan bermartabat bagi seluruh rakyat Indonesia yang diridhai Allah SWT (Anam. 2010: 50.)
Orientasi dari gerakan Ansor adalah menjunjung tinggi dan membela negara dengan mengembangkan paham Islam Ahlusunnah waljamaah berdasarkan prinsip toleransi, keseimbangan, jalan tengah, keadilan, dan spiritual yang berakar pada nilai-nilai budaya bangsa yang luhur lagi bermoral. Misinya adalah mengorganisir para pemuda, membangkitkan kecintaan tanah air, membangun kesadaran akan pentingnya nasionalisme dan perlawanan terhadap kolonialisme (Anam, 2010: 3-24).
Nama Ansor sendiri mengandung makna agar para pemuda ini memiliki semangat kaum ansor pada masa Nabi hijrah ke Madinah, harapannya agar Ansor bisa menjadi kader dan penopang perjuangan NU dalam mengembangkan dakwah Islam di Nusantara serta meraih kemerdekaan. Di masa-masa awal Ansor berusaha untuk memperkokoh eksistensinya. Perannya mulai menonjol saat anggota kelompok ini di berbagai daerah bergabung dengan laskar Hizbullah dan mendapat latihan militer dari Jepang. Ansor ikut terlibat bersama Hizbullah dalam perjuangan melawan sekutu.
Pasca revolusi fisik berakhir (1945-1949), Moh. Chusaini Tiway, tokoh ANO Surabaya mencetuskan ide untuk mengaktifkan ANO kembali. Dengan persetujuan dari KH. Wahid Hasyim yang menjabat Menteri Agama RIS ketika itu, pada 14 Desember 1949 lahirlah kesepakatan ANO berganti nama baru menjadi Gerakan Pemuda Ansor dengan di pimpin Chamid Widjaya sebagai Ketua Umum (Halim, 2021: 51). Sama seperti basis massa NU pada umumnya, Ansor mempunyai kepengurusan dari mulai tingkat pusat, wilayah, cabang, hingga ranting. Dalam perkembangannya, Ansor telah menjadi organisasi masyarakat di Indonesia dengan watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. Peranan Ansor dalam sejarah bangsa punya andil besar dan strategis karena mampu eksis mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi para anggotanya, juga dapat menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya sehingga dapat bertahan dalam tiap fase perjalanan sejarah Indonesia (Walidain, 2021: 10-14).
Penulis: Akhmad Yusuf
Instansi: Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.
Referensi:
Abady, M. Yusrie. Dinamika kehidupan Beragama Muslim Pedesaan. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2002.
Alamsyah, Andi Rahman., Bayu A. Yulianto., Ed. Gerakan Pemuda Ansor: Dari Era Kolonial hingga Pascareformasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018.
Aqsha, Darul., Meuleman, Johan H., Meij, Dick van der. Islam in Indonesia: A Survey of Events and Developments from 1988 to March 1993. Indonesia: INIS, 1995.
Budi Susanto, A.. Politik & Postkolonialitas di Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Studi Realino, 2003.
Burhanuddin, Jajat., Baedowi, Ahmad. Transformasi Otoritas Keagamaan: Pengalaman Islam Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan PPIM, UIN Jakarta dan Basic Education Project, Depag, 2003.
G-30-S, Gerakan 30 September, dihadapan Mahmillub di Djakarta: djil. 1-2. Perkara Dr. Subandrio. Indonesia: Pusat Pendidikan Kehakiman A.D. (AHM-PTHM), 1966.
Greg Barton, Greg Fealy. ed. Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia. Australia: Monash Asia Institute, 1996.
Halim, Abdillah. Politik & Gerakan Kebangsaan Pemuda Muslim (Studi Terhadap Kiprah GP Ansor Pada Masa Kelahiran hingga Masa Demokrasi Parlementer, Al-Mabsut Studi Islam & Sosial, LP3M IAI Ngawi, Vol. 15, No. 1, Maret 2021, h. 47-60.
Hughes, John. The End of Sukarno: A Coup that Misfired: a Purge that Ran Wild. United Kingdom: Angus & Robertson, 1968.
Muhamad Yamin, Nelson, Bariyanto, Kontribusi Gerakan Pemuda Ansor dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Kabupaten Kepahiang, Manhaj: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, LPPM IAIN Bengkulu, Vol. 9 No. 2, 2020, h. 91-106.
Walidain, Ah. Birrul., GP ANSOR dalam Pengembangan Karakter Kebangsaan. Indonesia, Guepedia.com, 2021.
Zuhdi, Susanto., dan Nursam. ed. Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, Nation Information, Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
https://www.nu.or.id/fragmen/sejarah-berdirinya-gerakan-pemuda-ansor-7M83e