Hizbullah
Hizbullah adalah organisasi sukarelawan semi-militer pemuda Islam yang dibentuk pada tahun 1944. Hizbulllah berasal dari bahasa Arab yang berarti tentara Allah, dalam bahasa Jepang adalah Kaikyo Seinen Teishintai. Pemerintah Jepang juga turut andil dalam membantu pelatihan dan persenjataan. Bulan Juli 1943 Pemerintah Militer Jepang menginisiasi Pelatihan Kiai/ Kiai Koshukai dengan melibatkan tokoh-tokoh besar ulama pesantren seperti KH. Hasyim Asyari dan KH. Abdul Wahab Chasbullah (Najmuddin 2020; Albani 2021: 29-30). Pasca pelatihan itu muncul usulan dari KH. Hasyim Asyari untuk pemerintah Jepang agar dibentuk kelompok sukarelawan yang isinya para pemuda pesantren. Atas usulan tersebut maka terbentuklah Pasukan Hizbullah pada 14 Oktober 1944 dengan KH. Zainul Arifin Pohan sebagai Panglima. Laskar Hizbullah ini ditujukan untuk mendidik para pemuda Islam dalam bidang militer, dan kewajiban mempertahankan agama Allah.
Dalam rekrutmennya, pasukan Hizbullah ini terbuka bagi umat Muslim yang berusia antara 17 hingga 25 tahun, sehat fisik, belum menikah, mendapat izin orang tua/wali, dan menekankan pentingnya keteladanan sikap Muslim serta senantiasa memupuk semangat juang (Helmy 2015: 43). Kiai di pondok pesantren menjalin komunikasi untuk mengarahkan santrinya bergabung ke dalam Hizbullah. Peserta pelatihannya berasal dari seluruh pelosok tanah air, dan mereka yang dating pada bulan Februari 1945 merupakan kelompok pertama yang terdiri dari 500 orang memulai pelatihan militernya di Cibarusah, Jawa Barat di bawah kepemimpinan KH. Zainul Arifin (Formici 2012: 76-77).
Proses pelatihan laskar Hizbullah ini dipimpin langsung oleh Kapten Yanagawa dengan dibantu 20 chudanco atau perwira PETA di sebuah lapangan yang luasnya 20 hektar. Di sana pula disediakan asrama, ruang kelas, dan mushola lengkap dengan fasilitasnya (Nafi’ 2018: 222). Latihan militer bagi anggota Hizbullah selesai pada 20 Mei 1945. Setelah itu, mereka kembali ke daerah masing-masing untuk kemudian membentuk Hizbullah dari tingkat Karesidenan sampai Kotapraja (Helmy 2015: 46-47; Soeara Moeslimin No. 6, 15 Maret 1945).
Secara fungsional Hizbullah sebagai kesatuan yang akan membantu PETA dalam upaya pembelaan tanah air, sedangkan secara ideologis bertujuan untuk menjunjung tinggi perintah agama, menginsafkan seluruh umat Islam, meningkatkan upaya kesadaran untuk berjuang bersama-sama melalui semboyan “Luhur bersama-sama dan lebur bersama-sama di Jalan Allah untuk menghancurkan musuh yang zalim, yaitu Amerika dan Belanda” (Bizawie 2014: 139).
Dengan dukungan ulama lokal, masyarakat juga menyambut tentara Islam selama revolusi berlangsung, terutama di daerah basis ulama tradisionalis berlatar NU (Fogg 2020: 72-75). Tidak hanya soal perlakuan saja, dalam hal perekrutannya pun di banyak daerah karena ketaatan mereka terhadap para ulama pemimpin setempat membuat orang-orang memilih bergabung dengan Hizbullah.
Hizbullah berbeda dengan pasukan militer pada umumnya. Berada di bawah kepemimpinan para ulama, pasukan ini cenderung berjuang dalam kerangka keagamaan. Tidak jarang para pemimpinnya memadukan pelatihan spiritual dengan pelatihan militer. Hizbullah memiliki legitimasi di komunitas lokal dan dibentuk dari sendi-sendi organisasi lokal Islam yang tersebar di seluruh daerah, maka organisasi ini siap untuk memobilisasi umat Muslim dalam perang revolusi. Para pemimpin agama menjadi otoritas militer dan revolusioner lewat gerakan Hizbullah (Fogg 2020: 72-78).
Pada Oktober 1945, Pasukan Hizbullah, Barisan Sabilillah dan Gerakan Pemuda Ansor melebur ke dalam TKR atau Tentara Keamanan Rakyat di bawah komando pemerintah Indonesia. Kemudian berdasarkan peraturan No. 19 tentang Biro Perjuangan dan Maklumat Menteri Pertahanan tanggal 4 Oktober 1946 tentang pembentukan Dewan Kelaskaran Pusat dan Dewan Kelaskaran Daerah yang dipimpin Dewan Perjuangan, Laskar Hizbullah bersama Barisan Sabilillah dan Tentara Keamanan Rakyat melebur menjadi Tentara Nasional Indonesia atau TNI (Helmy 2015: 59).
Kehadiran Hizbullah ini menjadi penting untuk perkembangan mobilisasi Tentara Nasional Indonesia, karena akan membantu kehadiran kaum santri dalam karir militer di Indonesia (Iskandar, Azyumardi, dkk. 2015: 299-301). Laskar Hizbullah ini menerima banyak pejuang dan bahkan pada akhir perang memiliki anggota sebanyak 50.000 orang anggota aktif, selanjutnya Hizbullah ini menjadi benteng pertahanan Indonesia (Suryanegara 2017: 102-103; Ricklef 2008: 439).
Penulis: Akhmad Yusuf
Instansi: Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.
Referensi
Albani, Muhammad Arief. Santri-Pesantren Indonesia Siaga Jiwa Raga Menuju Indonesia Emas 2045. Banyumas: Zahira Media Publisher, 2021.
Bizawie, Zainul Milal. Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949), Jakarta: Pustaka Compass, 2014.
Drakeley, Steven. The History of Indonesia, USA: Greenwood Press, 2005.
Fogg, Kevin W. Indonesia’s Islamic Revolution, UK: Cambridge University Press, 2020.
Formichi, Chiara. Islam and the Making of the Nation: SM Kartosuwiryo and Political Islam in 20th Century Indonesia. Netherlands: Brill, 2012.
Helmy, Ario. KH. Zainul Arifin Pohan Panglima Santri Ikhlas Membangun Negeri. Tangerang: Pustaka Compass. 2015.
Iskandar, Muhammad. Azyumardi Azra, dkk. Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Institusi dan Gerakan Jilid 3, Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2015.
Madinier, Rémy. Islam and Politics in Indonesia The Masyumi Party between Democracy and Integralism, Singapore: NUS Press, 2015.
Nafi`, M. Zidni. Menjadi Islam, Menjadi Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2018.
Oktorino, Nino. Di bawah matahari terbit: sejarah pendudukan Jepang di Indonesia, 1941-45. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2016.
Ricklefs, Merle Calvin., Nugraha, Moh. Sidik. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008.
Riddell, Peter G., Cotterell Peter. Islam in Context: Past Present, and Future. United States: Baker Publishing Group, 2003.
Soeara Moeslimin Indonesia, No 6, 15 Maret 1945. N.p.: Masjoemi, (n.d.).
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah Jilid Kedua, Bandung: Surya Dinasti, 2017 edisi revisi.
Tichelman, F. The Social Evolution of Indonesia: The Asiatic Mode of Production and Its Legacy. Germany: Springer Netherlands, 2012.