Barisan Tani Indonesia

From Ensiklopedia

Barisan Tani Indonesia (BTI) adalah salah satu organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh para petani di awal kemerdekaan. BTI umum dipahami sebagai organisasi onderbouw PKI. Meski memang sangat beririsan, khususnya terkait visi gerakan, BTI dalam sejarahnya memiliki latarbelakang berbeda dengan PKI yang sudah mendirikan Rukun Tani Indonesia (RTI).

Pembentukan BTI bermula dengan rapat para petani dan buruh di Surakarta pada 5-7 November 1945. Para tokoh tani seperti Moch. Tauhid, Wijono Suryokusumo, S. Sardjono, Djadi, Asmoe Tjiptosoedarsono dan Sajoga bersepakat mendirikan satu organisasi yang kemudian bernama Barisan Tani Indonesia (BTI). Gagsan ini kemudian dibahas lagi pada dan diresmikan pendiriannya pada kongres petani di Yogyakarta pada 22-25 November 1945. BTI semula adalah kelompok kader petani yang dibina oleh Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta (Ahmad Nashih Luthfi 2011: 118). Latar belakang pendirian BTI didasari oleh berbagai faktor, salah satunya yang penting dicatat adalah keyakinan bahwa revolusi kemerdekaan 1945 akan membebaskan rakyat dari kemiskinan. Oleh karena itu seluruh rakyat harus terlibat dalam revolusi dengan berorganisasi menyusun alat perjuangan. Golongan tani adalah golongan terbesar dari rakyat maka mereka harus memiliki andil yang tidak kecil dalam revolusi (Suara Tani, 25 November 1950: 6).

Sejak awal BTI memiliki sikap anti-imperialisme dan anti-feodalisme sebagai prinsip dasar dan metode perjuangannya, yang diwujudkan dengan cara revolusioner. BTI juga melakukan perjuangan berdasarkan pertentangan/stratifikasi kelas di masyarakat. Usaha yang dilakukan BTI dalam mewujudkan masyarakat yang dicitakan adalah prinsip pengelolaan tanah berbasis kepemilikan pribadi. Menurut BTI perjuangan kaum tani atas tanah merupakan perjuangan untuk mendapatkan tanah pribadi. Atas dasar prinsip inilah sebagian tokoh BTI kemudian memutuskan berafiliasi dengan PKI pada 1953, melebur dengan RTI dan Sarekat Tani Indonesia (Sakti) tapi mempertahankan nama BTI (Luthfi, 2011: 120-121).

Proses fusi tersebut membuat BTI terpecah. Sebanyak 122 suara mendukung fusi, sementara 8 suara menolak. Para anggota pengurus pusat BTI Mohammad Tauchid, Mr. Tandiono Manu, Muntalif, Ismail diikuti oleh perwakilan cabang Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang dan Lampung Tengah menolak fusi dan sebagai akibatnya oleh kongres dihentikan. Selanjutnya Mohammad Tauchid tidak lagi diakui sebagai wakil BTI di parlemen (Indische Courant voor Nederland, 23 September 1953).

Pada bulan Juli 1962 jumlah anggota BTI mencapai 5,7 juta orang yang waktu itu konon seperempat dari keseluruhan jumlah petani dewasa (Ricklefs 2007: 410). Propaganda PKI yang disuarakan oleh BTI berkenaan dengan stratifikasi sosial petani dan nelayan di desa. Jargon yang paling dikenal dari BTI setelah berafiliasi dengan PKI adalah Ganyang Tujuh Setan Desa. Konsep ini dilatarbelakangi penelitian D.N. Aidit terhadap pembagian kelas petani dan nelayan di desa-desa di Jawa Barat. Tujuh setan desa yang dimaksud adalah tuan tanah, lintah darat, tukang ijon, tengkulak, kapitalis, birokrat dan tani kaya (Aidit 1964: 19). Setelah bergabung dengan PKI, BTI sering terlibat dalam berbagai aksi progresif terhadap pemerintah, misalnya pada tahun 1951 54 orang anggota BTI di daerah Lampung ditangkap karna pengrusakan hutan. Tanpa pesetujuan dari pemerintah mereka telah membabat lahan hutan seluas 10 hektar bagi pertanian ladang dan penanaman kopi (Indische Courant voor Nederland, 12 Desember 1951).

Keterlibatan dalam aksi PKI membawa BTI terjebak dalam situasi konflik di tahun 1965. Sebagai onderbouw  PKI, BTI tidak bisa lepas dari sanksi politik dan hukum pasca-tragedi 1965. BTI resmi dibubarkan berdasarkan Keputusan Presiden/Pangti Abri/Mandataris MPRS tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966 tentang Pembubaran PKI dan ormas-ormas yang bernaung dan berlindung di bawahnya. Presiden Sukarno juga memberhentikan para anggota Musyawarah Pembantu Perencanaan Pembangunan Nasional termasuk Samsir perwakilan dari BTI (Keputusan Presiden No.104 tanggal 12 Mei 1966, https://jdih.setkab.go.id). Eks Ketua BTI dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dari Fraksi PKI, Djadi Wirosubroto, juga dituntut hukuman seumur hidup dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas keterlibatannya dalam Gerakan 30 September (Kompas, 4 Oktober 1973).

Penulis: Insiwi Febriary Setiasih
Instansi: Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.


Referensi :

Ahmad Nashih Luthfi, 2011. Melacak Sejarah Pemikiran Agraria. Yogyakarta : STPN  Press, SAINS dan Pustaka Ifada.

D.N. Aidit, 1964. Kaum Tani Mengganjang Setan-Setan Desa. Jakarta: Jajasan Pembaruan

Indische Courant voor Nederland, 12 Desember 1951

Indische Courant voor Nederland, 23 September 1953

Kompas, 4 Oktober 1973/OS

Keputusan Presiden No.104 tanggal 12 Mei 1966, https://jdih.setkab.go.id

Suara Tani, Tahun V, 25 November 1950

M.C. Ricklefs, 2007. Sejarah Modern Indonesia. Gadjah Mada University Press.