Christiaan Robbert Steven Soumokil
Dr. Christiaan Robbert Steven Soumokil atau yang biasa disebut dengan Dr. Soumokil (13 Oktober 1905–12 April 1966) merupakan Presiden Republik Maluku Selatan dari 1950 sampai 1966. Ia dilahirkan di Surabaya dari seorang ayah berstatus pegawai rendahan kantor pos di Semarang. Soumokil menempuh pendidikan di Hogere Burger School (HBS) Surabaya. Setamat HBS, dia melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda untuk belajar hukum di Universitas Leiden. Dalam catatan Ratno Lukito (2008), Soumokil bersama Kusumaatmadja dan Soepomo termasuk orang pertama yang belajar hukum di Universitas Leiden. Setelah menamatkan pendidikan di Leiden, pada tahun 1935 ia kembali ke tanah Jawa dan menjadi pejabat hukum di sana.
Menjelang pendudukan Jepang, Soumokil tetap setia kepada Ratu Belanda dan saat tentara Jepang menduduki Hindia Belanda, dia bersama orang-orang Belanda lainnya ditawan. Soumokil kemudian dikirim ke Siam untuk ikut dalam kerja paksa membuat jalan kereta api. Setelah Perang Pasifik berakhir, Soumokil akhirnya dibebaskan dan kembali ke Indonesia. Namun demikian, saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, Soumokil tetap menunjukkan kesetiaannya pada Belanda. Saat berdirinya Negara Indonesia Timur (1946-1950), Soumokil beberapa kali menjadi menteri kehakiman. Ketika Kabinet Nadjamuddin ke-2 bubar yang kemudian terbentuk kabinet S.J. Warrow (11-10-1947/9-12-1947), Soumokil duduk sebagai menteri kehakiman. Namun demikian, kabinet ini tidak didukung oleh semua fraksi di parlemen, sehingga mendapat penolakan terutama anggota parlemen yang berasal dari fraksi progresif. Kabinet ini akhirnya bubar setelah bertahan hanya sekitar dua bulan. Dalam kabinet selanjutnya yang dipimpin oleh Ide Anak Agung Gde Agung yang terbentuk pada 15-12-1947, Dr. Soumokil kembali duduk sebagai menteri kehakiman.
Sebagai Menteri Kehakiman, Soumokil menunjukkan sikap keras anti-Republik Indonesia. Ia mendorong pelaksanaan hukuman mati terhadap pemuda pejuang, Wolter Monginsidi. Dan sebagai Jaksa Agung, ia mengerahkan pasukan polisi untuk menegakkan NIT dan menentang mendaratnya pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Batalion Worang di Makassar. Dalam suasana tegang saat itu, Kapten Andi Abdul Aziz, yang tadinya tentara KNIL dan kemudian masuk Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), diminta datang ke kediamannya pada malam tanggal 4 April 1950. Di sana Andi Azis bertemu dengan serdadu-serdadu Ambon yang hendak menimbulkan pertumpahan darah jika Batalion Worang mendarat. Malam itu beberapa KNIL asal Ambon sudah siap tempur menghalau pasukan dari Jawa. Keesokan harinya, pasukan yang dipimpin Andi Azis bergerak menyerang kantor staf kwartier dan asrama CPM di Jalan Walter Mongisidi. Pertempuran pun tidak terhindarkan. Ketika Makassar rusuh, Soumokil masih di dalam kota. Namun pada 12 April 1950, dengan pesawat militer Belanda, Soumokil terbang ke Ambon dengan lebih dulu singgah di Manado. Sebelum terbang, ia masih sempat bertemu Andi Azis. Dalam pertemuan itu, seperti ditulis Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil: La Petite Histoire Indonesia (2004), ia berkata kepada Andi Azis, “Jika ose (Anda) mati, beta akan berjuang sampai titik darah penghabisan.”
Dua hari setelah pemberontakan yang gagal ini, Andi Azis ke Jakarta untuk melaporkan diri dan mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan pasukannya pada 5 April 1950 itu. Sementara itu, Soumokil telah tiba di Ambon pada 13 April 1950. Suasana di Ambon saat itu sudah cukup panas. Bekas KNIL, terutama dari pasukan khusus baret hijau dan baret merah KNIL, saat itu menjadi penguasa kota. Bersama pasukan itulah Soumokil mengajak para tokoh di Ambon untuk memproklamasikan RMS pada 25 April 1950. Meskipun dia otak penting dari RMS, Soumokil tidak serta-merta menjadi presiden. Semula dia menjadi Menteri Luar Negeri. Setelah 3 Mei, barulah dia menjadi Presiden RMS selama bertahun-tahun, baik saat masih berada di Kota Ambon maupun saat bergerilya.
Pada 2 Desember 1963 Soumokil ditangkap dan dibuang ke Pulau Buru dan Pulau Seram. Mahkamah Militer Luar Biasa menjatuhkan hukuman mati bagi Soumokil. Dia kemudian dieksekusi pada 12 April 1966 di Pulau Obi, Halmahera Selatan. Sejak itu RMS berdiri di pengasingan di Belanda, dan Soumokil digantikan oleh Johan Manusama yang menjadi presiden RMS pada 1966-1992, kemudian digantikan Frans Tutuhatunewa hingga 2010 dan dia digantikan oleh John Wattilete
Penulis: Sarkawi
Instansi: Universitas Airlangga Surabaya
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum
Referensi
Republik Indonesia Provinsi Sulawesi. Kementrian Penerangan, 1953.
Lukito, Ratno. Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008.
Matanasi, Petrik. "Christian Soumokil dan RMS: Sejarah Pelik Separatisme Maluku dalam https://tirto.id/dlTU, 12 April 2019,
Tempo, “Chris Soumokil, Proklamator Republik Maluku Selatan” dalam https://nasional.tempo.co/read/282879/chris-soumokil-proklamator-republik-maluku-selatan/full&view=ok (6 Oktober 2010)