Habis Gelap Terbitlah Terang

From Ensiklopedia

“Habis Gelap Terbitlah Terang” adalah terjemahan dari “Door Duisternis tot Licht”, judul buku kumpulan surat-surat Kartini yang dikirimkan terutama kepada Rosa Manuela Abendanon-Mandri. Judul tersebut diambil Jacques Henrij Abendanon (J.H. Abendanon) dari sebuah syair Jawa yang dikutip oleh Kartini dalam suratnya kepada Tuan E.C. Abendanon, tertanggal 15 Agustus 1902 (Toer 2003: 238, Sutrisno 1985: 241). Sebagaimana yang ditulis Kartini:

Dan terdengarlah suara syahdu dari mulutnya “Berpuasalah seharmal dan sementara itu jaga terus di dalam kesunyian.”
Habis gelap terbitlah terang,
Habis badai datanglah damai,
Habis juang sampailah menang,
Habis duka tibalah suka.
Demikian berdesah lagu itu pada kupingku.


Syair tersebut didengar Kartini dari seorang perempuan tua yang menyanyikan untuknya (Toer 2003: 238).

J.H. Abendanon adalah mantan Direktur Depertemen Pengajaran dan Ibadat Hindia Belanda serta tokoh Politik Etis yang mengumpulkan surat-surat Kartini dan selanjutnya mengupayakan penerbitannya. Habis Gelap Terbitlah Terang bukanlah kumpulan seluruh surat-surat Kartini. J.H. Abendanon hanya menyertakan surat-surat dari beberapa penerima di Eropa yang bisa dihubungi dan bersedia menyerahkannya, termasuk surat-surat kepada istrinya, yaitu Rosa Manuela Abendanon-Mandri (Cote 2021: xiv). J.H. Abendanon juga menyeleksi surat-surat tersebut dan surat yang bernada sangat personal ditinggalkan. Demikian juga kecaman Kartini terhadap kebijakan pemerintah Belanda dalam monopoli candu di Jawa, kritiknya terhadap kepindahan seorang residen dari Jepara karena Jepara dianggap sudah aman dan sejahtera, serta surat tentang klentheng (Chudori dan Redaksi KPG (Peny.) 2013: 22).

Meskipun dalam pandangan Pramoedya Ananta Toer penerbitan surat-surat Kartini mengandung kepentingan-kepentingan politik Abendanon, Belanda dan Hindia Belanda, namun Pramoedya juga memberikan pengakuan bahwa sejak munculnya gerakan politik pertama di Indonesia, karya-karya Kartini merupakan petunjuk-petunjuk bangkitnya nasionalisme taraf awal (Toer 2003: 237). Kartini memelopori pencarian penuh semangat jalur-jalur baru, cara hidup dan pemikiran lebih bebas yang kemudian menjadi ciri era gerakan nasionalis (Rizal 2014: 142). Pemikiran dan aktivitas Kartini seringkali dipersempit ke dalam persoalan kebebasan perempuan dan pendidikan pribumi (Toer 2003: 237); padahal isi surat-suratnya menggambarkan perhatian dan pemikiran yang luas, termasuk didalamnya tentang kemanusiaan, agama dan feodalisme.

Hasil penelitian Abdurrachman Surjomihardjo menunjukkan hubungan gagasan Kartini dengan cita-cita pergerakan. Pada 4 Mei 1912, di surat kabar De Expres, konsep Kartini dalam Door Duisternis tot Licht tentang sadar yang berarti peralihan dari keadaan tertidur ke siuman, dipakai Tjipto Mangoenkoesoemo untuk mendukung tujuan Indie los van Netherland. Adapun Poetri Mardika, organisasi perempuan pribumi pertama di Hindia yang berdiri pada 1912, mengukuhkan Kartini sebagai kias sumber nyala api gerakan nasional dalam surat kabar (Rizal 2014: 142).

Tulisan-tulisan Kartini menunjukkan bahwa ia mempunyai gaya bahasa bebas, kadang menantang, tetapi tidak meninggalkan batas dan kesopanan. Imbangan moral ini menjadi ciri khas tulisan Kartini (Toer 2003: 242).

Kumpulan surat-surat tersebut diterbitkan pertama kali pada 1911 dengan judul Door Duisternis tot Light oleh Commissie voor de Volkslectuur (sekarang Balai Pustaka) ketika berada di bawah Dr. D. A. Rinkes. Penerbitan kumpulan surat-surat Kartini mendapatkan sambutan yang sangat baik, terbukti sampai 1923 telah mengalami cetak ulang ke-4 (Toer 2003: 131). Koran-koran di Hindia Belanda dan Negeri Belanda banyak memuat iklan yang menawarkan buku tersebut. Pada 1922 terbitan tersebut diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang (Chudori dan Redaksi KPG (Peny.) 2013: 18 dan 22). Namun dalam buku yang disunting Joost Cote disebutkan bahwa versi asli dalam Bahasa Indonesia yang paling terkenal dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan pada 1938 (Cote 1921: xii).

Penerjemahannya diusahakan oleh Baginda Abdoellah Dahlan, bekas pembantu-dosen bahasa Melayu pada Universitas Leiden dan Baginda Zainoedin Rasad, bekas guru Prins Hendrik School Jatinegara. Pada penerbitan selanjutnya, Soetan Moehammad Zain, bekas anggota Volksraad dan pembantu dosen bahasa Melayu pada Universitas Leiden, serta Baginda Djamaloedin Rasad, redaktur Sumatera Bergerak yang terbit di Bukittingi, turut membantu penerjemahan (Toer 2003: 241).

Pada zamannya, Door Duisternis tot Licht menarik perhatian dunia internasional. Majalah Atlantic Monthly (New York, 1919-1920) pernah menerbitkannya dalam terjemahan Inggris dan kemudian diterbitkan khusus dalam bentuk buku dengan judul Letters of a Javanese Princess, terjemahan Agnes Louise Symmers. Di Syria, seorang gadis bernama Aleyech Thouk menerjemahkannya dari terjemahan Inggris ke dalam Bahasa Arab. Sebagian dari buku Kartini juga telah diterjemahkan dalam bahasa Prancis. Penerjemahan ke bahasa Rusia dilakukan untuk penduduk Muslim pada masa pemerintahan Czar. Pada tahun 1920-an, penerjemahan ke bahasa Spanyol juga telah dilakukan. Setelah Perang Dunia Kedua penerjemahan juga dilakukan ke dalam bahasa Tionghoa, dan bahasa-bahasa lain di negeri-negeri bekas jajahan yang telah merdeka. Pada 1961, penerjemahan ke dalam bahasa Prancis dilakukan kembali terhadap 19 surat-surat Kartini, dan diterbitkan di Paris (Toer, 2003: 239-240, Cote, 2021: xii-xiii).

Penulis: Asti Kurniawati
Instansi: Universitas Sebelas Maret
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.


Referensi

Chudori, Leila S dan Redaksi KPG (Peny.) (2013). Gelap Terang Hidup Kartini. Jakarta: KPG dan Tempo.

Cote, Joost (Ed & Terj.) (2021). Kartini. The Complete Writings 1898-1904. Monash University Publishing.

Rizal, J.J (2013). “Kartini sebagai Ide”, Gelap Terang Hidup Kartini. Jakarta: KPG dan Tempo.

Sutrisno, Sulastin (1985). Surat-surat Kartini. Renungan tentang dan untuk Bangsanya. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Toer, Pramoedya Ananta (2003). Panggil Aku Kartini Saja. Jakarta: Lentera Dipantara.