Mochtar Kusumaatmadja
Mochtar Kusumaatmadja adalah seorang tokoh yang dinisbahkan pada konsep sekitar wawasan nusantara dan posisi Indonesia dalam pergaulan internasional. Lahir di Jakarta pada 17 Februari 1929, Mochtar Kusumaatmadja sejak remaja, saat menjadi siswa SMP di Cirebon, aktif berorganisasi (General Elections Institution, 1973: 900). Tahun 1945-1947, ia menjadi anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI), dan pada 1949-1955 menjadi anggota Gerakan Mahasiswa Jakarta (GMD). Di masa perjuangan kemerdekaan, Mochtar menjadi anggota Badan Keamanan Rakjat (B.K.R.) dan Tentara Pelajar. Tahun 1945, Mochtar menjadi anggota B.K.R. dan tahun 1947 menjadi anggota Tentara Pelajar Siliwangi (T.P.S.) di Batalyon 400 Cirebon. Tahun 1947-1948, Mochtar ditugaskan di Batalyon III/PHB Tasikmalaya.
Mochtar memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1955 (General Elections Institution, 1973: 900). Gelar Master of Laws (LLM) diperolehnya dari Yale University. Tahun 1962, gelar Doktor Ilmu Hukum diperolehnya dari Universitas Padjadjaran (Unpad). Selain itu, Mochtar juga mendapatkan sertifikat sebagai spesialis Hukum Transaksi Internasional dari Harvard Law School pada tahun 1965.
Mochtar mengawali karirnya sebagai pegawai staf LAAPLN, Bank Indonesia pada tahun 1956-1957. Baru tahun 1957, Mochtar beralih dalam bidang akademis. Karir akademisnya dimulai sejak tahun 1959 sebagai dosen di FH Unpad. Bidang keahliannya ialah Hukum Laut dan Hukum Internasional. Karir akademis tertingginya, yakni menjadi guru besar, diraih pada tahun 1970. Selain di Unpad, Mochtar juga pernah menjadi pengajar (Dosen Pembina) di Sekolah Staf dan Komandan Angkatan Darat (Seskoad).
Mochtar menempati beberapa posisi struktural di Unpad, yakni tiga kali sebagai Dekan FH (1962-1963, 1967-1968, dan 1968-1969), Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni (1966-1969), Pembantu Rektor bidang Akademis dan Ekstension (1969-1973), dan tahun 1973-1974 menjabat sebagai Rektor Unpad (www.unpad.ac.id). Masa jabatannya sebagai rektor ini singkat, karena pada tahun 1974 Presiden Soeharto mengangkatnya sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Pembangunan II (1974-1978).
Jasa besar Mochtar untuk bangsa Indonesia bukan semata pengabdiannya sebagai akademisi perguruan tinggi dan dalam birokrasi pemerintahan, namun gagasannya dalam menentukan batas teritorial wilayah geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Mochtar adalah konseptor utama dari konsep negara kepulauan yang pada tahun 1957 diumumkan oleh Perdana Menteri Djuanda sebagai Deklarasi Djuanda. Pernyataan ini sempat dikritik sebagai pelanggaran hukum internasional. Mochtar memperjuangkan gagasan yang dikenal dengan Wawasan Nusantara ini hampir selama seperempat abad sebelum diakui oleh Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 1982.
Mochtar juga dikenal sebagai diplomat ulung. Konsep batas-batas geografis dalam negara kepulauan yang digagasnya dalam Wawasan Nusantara dapat berhasil berkat kemampuan negosiasinya dalam meyakinkan negara-negara tetangga Indonesia agar mendukung gagasan ini. Mochtar tidak berhenti sebagai konseptor utama Undang-Undang No. 4/tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia dan konseptor Doktrin Indonesia tentang Landas Kontinen seperti termaktub dalam Pengumuman Pemerintah tanggal 17 Februari 1969, namun memperjuangkan dalam perundingan-perundingan tentang Garis Batas Landas Kontinen (Continental Shelf) dengan Malaysia, Australia, Thailand, dan negara-negara. Keahliannya dalam hukum perbatasan internasional ini menyebabkan Mochtar dipercaya sebagai Ketua Komisi Perbatasan Irak dan Kuwait.
Di kancah internasional yang lain, Mochtar melakukan pembelaan hukum yang dialami oleh Indonesia di kancah internasional. Diantaranya, pada tahun 1959 Mochtar pernah menjadi Pembela/Penasihat dalam Perkara Tembakau Bremen. Tahun 1968, Mochtar juga menjadi pembela dari dua orang anggota Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL), sekarang Korps Marinir Indonesia, Usman dan Harun yang dihukum mati di Singapura.
Peran menonjol Mochtar dalam bidang diplomasi ialah menempatkan Indonesia sebagai pereda ketegangan yang terjadi dalam perang berlarut antara Republik Rakyat Kamboja dan Vietnam. Melalui gagasannya yang disebut dengan “cocktail party”, Mochtar berhasil mengajak berbagai faksi yang bertikai di Kamboja, beserta pemerintah Vietnam dan Kamboja untuk duduk di meja perundingan. Kesepakatan untuk mengadakan perundingan “cocktail party” ini ditandatangani oleh Mochtar sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia dan Menteri Luar Negeri Vietnam, Nguyen Co Thach, pada tahun 1987. Diplomasi ini kemudian dilanjutkan oleh penggantinya, Menteri Luar Negeri Ali Alatas. Perundingan ini menjadi jalan diakhirinya perang antara berbagai faksi di Kamboja dan terwujudnya perdamaian di Asia Tenggara.
Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra Adipradana kepada Mochtar Kusumaatmadja (mediaindonesia.com). Pada hari Minggu, 6 Juni 2021, Mochtar wafat di usianya yang ke-92. Sebagai bentuk penghargaan bangsa dan negara, Mochtar dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Penulis: Johny Alfian Khusyairi
Instansi: Universitas Airlangga
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum
Referensi
Anwar, Dewi Fortuna. 1994. “Indonesia's foreign policy after the Cold War”, dalam Southeast Asian Affairs, hlm. 146-163.
General Elections Institution. 1973. Riwajat hidup anggota-anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum 1971, Jakarta: General Elections Institution, hlm. 900-01.
https://www.unpad.ac.id/2021/06/prof-mochtar-kusumaatmadja-rektor-ke-5-unpad-dan-konseptor-wawasan-nusantara-meninggal-dunia/, diakses pada 8 Desember 2021.
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/409921/begini-sosok-mendiang-mochtar-kusumaatmadja-di-mata-wamenlu, diakses pada 8 Desember 2021.
Juwana, Hikmahanto. 2021. In Memoriam Prof Mochtar Kusumaatmadja, https://law.ui.ac.id/v3/in-memoriam-prof-mochtar-kusumaatmadja-oleh-prof-hikmahanto-juwana/, diakses pada 8 Desember 2021.
Kroef, Justus M. van der. 1988. “Cambodia: The Vagaries of "Cocktail" Diplomacy”, dalam Contemporary Southeast Asia, Maret 1988, Vol. 9, No. 4, hlm. 300- 320