Badan Keamanan Rakyat

From Ensiklopedia

Otoritas militer sebelum Indonesia merdeka dilaksanakan oleh KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger) yang bubar dengan sendirinya ketika digantikan pemerintah Pendudukan Jepang. Pada saat berkuasa, Jepang membentuk berbagai kesatuan untuk melatih rakyat, tetapi dibubarkan juga setelah proklamasi kemerdekaan. Pada tahap awal, Indonesia belum memiliki lembaga keamanan rakyat, meskipun telah ditetapkan kementerian keamanan rakyat (pertahanan). Keadaan ini dibahas pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 19 Agustus 1945 yang selanjutnya menugaskan tiga anggota PPKI, yaitu Abdoel Kadir, Kasman Singodimedjo, dan Otto Iskandardinata, sebagai panitia untuk mempersiapkan tentara kebangsaan. Lembaga keamanan hasil rumusan tiga tokoh tersebut dibahas pada sidang PPKI pada 22 Agustus 1945. Dari sidang ini dihasilkan keputusan rapat mengenai pembentukan komite nasional Indonesia pusat, partai  nasional Indonesia, dan badan keamanan rakyat (Poesponegoro dan Notosusanto 1984: 99-100).

Keputusan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) berlaku menyeluruh untuk semua daerah. Untuk mengkoordinasikan pembentukan BKR daerah, maka para pemuda mantan Pembela Tanah Air (PETA) membentuk BKR Pusat dan yang dipilih sebagai pemimpin adalah Kasman Singodimedjo (daidanco Jakarta) (Volkskrant, 25 Oktober 1952). Amanat ini dilimpahkan kepada Kaprawi (daidanco Sukabumi) karena Kasman Singodimedjo telah bertugas sebagai ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). BKR Pusat mengontak dan melakukan koordinasi dengan tokoh-tokoh pejuang atau badan-badan perjuangan  (Poesponegoro dan Notosusanto 1984: 107-108).

Badan Keamanan Rakyat sebagai pencapaian kemerdekaan telah meningkatkan pengaruh para pejuang untuk mempertahankan otoritas atas nama Republik Indonesia (De Tijd, 18 Desember 1945, Algemeen handelsblad, 20 Desember 1945). Dengan segala keterbatasannya, BKR Daerah dapat dibentuk meskipun dalam lingkup yang kecil, masing-masing dipelopori oleh Mustopo untuk Jawa Timur, Soedirman untuk Jawa Tengah, dan Arudji Kartawinata untuk Jawa Barat. Pencapaian lain dari badan keamanan ini adalah pembentukan BKR Darat, Laut, dan Udara (Penerbangan). Pembentukan ini juga dilakukan pada daerah-daerah karesidenan meskipun tidak menyeluruh  (Rahardjo 1995). Unit-unit BKR segera terlibat dalam perjuangan, seperti membantu merebut gedung-gedung pemerintah dari penguasaan Jepang, bahkan menangkapnya jika menolak meninggalkan gedung (Kahin 1995: 178)

Belum genap dua bulan usia BKR, pemerintah memutuskan mengubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Perubahan ini berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 5 Oktober 1945 dengan maksud untuk memperkuat keamanan umum dan mencapai tingkat efisiensi militer. Dengan demikian, badan keamanan selanjutnya diubah secara resmi sebagai lembaga militer dengan perangkat tentara reguler yang diwadahi secara kelembagaan dalam TKR. Hal ini diakui oleh pers terbitan Belanda dalam ulasannya sebagai cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (Nieuwe courant, 14 Desember 1948).

Putusan tersebut menunjukkan bahwa BKR yang dipimpin Kasman Singodimedjo berubah menjadi tentara resmi (Panitia Peringatan 1982: 140). Dorongan pembentukan lembaga militer (TKR) disebabkan oleh masih kuatnya badan/kelompok perjuangan (di Jawa dan luar Jawa) yang belum disatukan. Pada waktu itu, kelompok perjuangan sudah ada sebelum kemerdekaan atau baru dibentuk sebagai respons atas kemerdekaan. Selain itu, pemerintah awalnya menolak desakan para pemuda pejuang khususnya di Jakarta untuk membentuk lembaga tentara, tetapi segera menanggapi setelah menyadari pada saat munculnya ancaman. Ancaman ini didasarkan atas tindakan provokatif dari tentara Belanda dan pembebasan tahanan-tahanan militer (KNIL). Maka, Tentara Keamanan Rakyat yang sebenarnya telah diambilalih oleh para pejuang, selanjutnya dapat dilihat sebagai pasukan bersenjata (De Tijd, 18 Desember 1945, Algemeen handelsblad, 20 Desember 1945).

Para prajurit yang ditempatkan di bawah kekuasaan Republik, unsur-unsurnya beragam terutama yang memiliki dasar kemiliteran tergabung pada BKR, yang berubah nama menjadi TKR, kemudian tumbuh TRI (Tentera Republik Indonesia, dasarnya Penetapan Pemerintah Nomor 4/SD 26 Januari 1946), dan berlanjut menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) sejak 3 Juni 1947), yang menjadi inti dari tentara Republik Indonesia Serikat (Nijmeegsch dagblad, 1 September 1949; Deventer dagblad, 3 September 1949). Bahkan, perangkat pertahanan negara ini tetap berlanjut meskipun negara Republik Indonesia Serikat telah bubar.

Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum

**

Referensi

Algemeen handelsblad, 20 Desember 1945

Deventer dagblad, 3 September 1949

De Tijd, 18 Desember 1945

Nieuwe courant, 14 Desember 1948

Nijmeegsch dagblad, 1 September 1949

Volkskrant, 25 Oktober 1952

Kahin, George McTurnan (1995). Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University bekerjasa dengan Pustaka Sinar Harapan.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho (1984). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka

Panitia Peringatan (1982). Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimejo 75 Tahun. Jakarta: Bulan Bintang

Rahardjo, Pamoe (1995). Badan Keamanan Rakyat (BKR). Cikal Bakal Tentara Nasional Indonesia. Jakarta : Majala Peta