Mohammad Isa Anshari

From Ensiklopedia
Mohammad Isa Anshari. Sumber: ANRI. Katalog Daftar Arsip Foto Personal, No. P06-0043


Mohammad Isa Anshari adalah seorang aktivis Persis yang secara politik berafiliasi dengan Masyumi, dan pernah menjadi anggota DPR. Ia lahir pada 1 Juli 1916 di Tanjung Sani, Maninjau, Agam, Sumatera Barat, dan wafat pada 11 Desember 1969. Beliau juga penerima Bintang Jasa Utama dari Presiden Republik Indonesia tahun 2006.

Lahir dari keluarga yang sangat religius, Isa Anshari pada usia muda telah terlibat dalam berbagai kegiatan ormas Islam Muhammadiyah di Maninjau. Pada tahun 1935, ia pindah di Bandung. Di sana dia memperdalam pengetahuan agama Islam pada A. Hassan, pendiri Persatuan Islam (Persis). Pengetahuan agamanya yang mendalam menyebabkan dia mendapatkan sebutan “kyai”, yang jarang dimiliki oleh orang Minang. Bersama dengan itu, kegigihannya dalam menjalankan syariat Islam mendorongnya untuk aktif dalam politik. Dia aktif di berbagai kegiatan dan organisasi keislaman seperti ketua Persatuan Muslimin Indonesia Bandung, sekretaris Partai Islam Indonesia Bandung, anggota Indonesia Berparlemen, sekretaris umum Komite Pembela Islam, pemimpin redaksi Daulah Islamiyah, Gerakan Anti Fasis, kongres Gerakan Muslimin Indonesia (1949), dan Ketua Persis (1953-1960).

Meski berpostur kecil (± 150 cm) tokoh ini sangat lantang menyuarakan sikapnya yang anti-komunis, sehingga ada yang menyebutnya Napoleonnya Masyumi, Kaisar Perancis, yang juga berpostur kecil. Komunisme disebutnya berbahaya karena menuhankan benda, menanamkan nafsu pertentangan dan bibit permusuhan di masyarakat, serta melakukan imperialisme ideologi. Sikapnya yang anti-komunis disampaikan dalam berbagai pidato, tulisan, dan tindakannya. Kemampuan orasinya ditunjukkan dari besarnya jumlah massa dan konvoi kendaran yang menghadiri acara pidatonya.

Dia menulis beberapa buku seperti Falsafah Perdjuangan Islam (1949, 1951), Partai Komunis Indonesia (1955), Pembela Negara Asing (1955), Bahaja: Merah di Indonesia (1956), dan Islam Menentang Komunisme (1956). Pada September 1954, dia membentuk Front Anti-Komunis untuk membendung upaya Partai Komunis Indonesia membentuk Front Demokrasi Rakjat. Walaupun Isa Anshari menjabat sebagai ketua Partai Masyumi Jawa Barat, pimpinan pusat dan Majelis Syuro partai ini tidak memberikan dukungan resmi pada pembentukan gerakan ini. Dukungan justru diberikan oleh para ulama dari organisasi Islam reformis radikal yang sangat berpengaruh di Jawa Barat, Persis.

Pendirian keagamaan yang kuat dan sikapnya yang sangat anti-komunis itu tidak memudarkan rasa cintanya kepada Indonesia. Pada tahun 1950-an, sebagian kelompok umat Islam Indonesia mendambakan berdirinya suatu negara Islam. Namun, dalam kelompok ini terpecah menjadi dua. Pertama, mereka yang beranggapan bahwa negara Islam akan terbentuk dengan sendirinya ketika aturan dan ajaran Islam sudah terwujud dulu. Kedua, mereka yang berkeinginan untuk mendirikan negara Islam dulu disusul dengan penerapan ajaran Islam. Anshari tergolong pada kelompok yang pertama.

Penulis: Johny Alfian Khusyairi
Instansi: Universitas Airlangga
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Boland, B.J. 1971. The struggle of Islam in Indonesia, Leiden: Brill.

Hidayat, Tatang. “KH. M. Isa Anshari "Sang Singa Podium Mengaum Bagai Napoleon Masyumi", dalam https://kumparan.com/tatang-hidayat1524230892837/kh-m-isa-anshari-sang-singa-podium-mengaum-bagai-napoleon-masyumi-2743111079053877, diakses pada 24 Oktober 2021.

Rémi Madinier 2015. Islam and politics in Indonesia: the Masyumi Party between democracy and integralism, Rémi Madinier, Singapore: NUS Press.

Pandoe, Marthias Dusky. 2010. Jernih melihat cermat mencatat, antologi karya jurnalistik wartawan senior Kompas, Julius Pour (ed.), Jakarta.

Sugiyama, Akiko. 2011. “Remembering and forgetting Indonesia’s Madiun Affairs: personal narratives, political transitions, and historiography, 1948-2008”, dalam Indonesia, no. 92, hlm. 19-41.