Partai Sarekat Islam

From Ensiklopedia

Menyusul perpecahan yang disebabkan oleh meningkatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI), pada konferensi organisasi Sarekat Islam tahun 1923, Tjokroaminoto mendirikan Partai Sarekat Islam (PSI). Langkah ini diambilnya untuk melawan organisasi PKI yang sejak awal tumbuh dari rahim Sarekat Islam (Ricklefs, 2006: 164-167). Dalam perjalanannya, popularitas partai ini tidak begitu menggembirakan. Partai Nasional Indonesia dan PKI jauh lebih populer di masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada 1929, PSI berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Namun ini tidak menghentikan penurunan popularitas. Pada tahun 1930, keanggotaan partai berkurang menjadi sekitar 19.000 (Subekti 2004). Sepeninggalnya Tjokroaminoto pada 1934, para anggota yang tersisa menghadapi perselisihan internal. Kali ini mereka mempersoalkan tentang posisi politik mereka melawan rezim kolonial Belanda, terutama sehubungan dengan pengawasan yang meningkat terhadap para pembangkang politik. Ada kelompok yang berupaya agitatif pada Belanda, namun di saat yang sama ada yang cenderung kooperatif.

Hal ini kemudian membuat anggota-anggota seperti Salim dan Mohammad Roem dikeluarkan dari partai pada 1937. Alasannya karena mereka tidak bersikap konfrontatif terhadap Belanda dan digantikan oleh kepemimpinan Abikusno Tjokrosujoso, saudara laki-laki Tjokroaminoto yang lebih radikal (Shiraishi 1990). Pilihan PSII di bawah Abikusno ini  kemudian membuat keberadaan PSII dilarang pada tahun 1940 oleh pemerintah kolonial Belanda.

Setelah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, PSII dihidupkan kembali pada tahun 1942. Namun, tak lama setelah itu partai ini kembali dilarang. PSII dihidupkan kembali pada tahun 1947 dan dipimpin oleh Anwar Tjokroaminoto dan Harsono Tjokroaminoto, putra H.O.S. Tjokroaminoto. Pada pemilihan legislatif Indonesia 1955, PSII tampil buruk dan hanya memenangkan 2,9% suara rakyat (Feith 2007).

Konflik dan fragmentasi elit, bagaimanapun, mengganggu organisasi sejak awal. Konflik internal pertama terjadi setelah anggota SI yang berorientasi komunis menyebabkan SI terpecah menjadi SI Putih (SI Putih) yang berorientasi Islam dan SI Merah (SI Merah) yang berorientasi komunis. Perpecahan kedua terjadi pada tahun 1933 ketika Soekiman memutuskan keluar dari PSII untuk mendirikan Partai Islam Indonesia. Perpecahan ketiga terjadi pada tahun 1936, setelah terjadi perbedaan pendapat antara Agus Salim dan Abikoesno Tjokrosoejoso mengenai strategi PSII terhadap rezim kolonial Belanda (Subekti 2014). Akibatnya, Salim mendirikan partai baru dengan nama Barisan Penyadar pada tahun 1937. Perpecahan lain terjadi ketika Sekarmadji Kartosoewirjo diberhentikan dari PSII karena menentang ideologi partai. Kartosoewirjo kemudian mendirikan Komite Kebenaran Pertahanan PSII (KPK-PSII) pada tahun 1940 (Subekti 2014).

Di era kemerdekaan, konflik dan perpecahan terus melanda PSII. Pada tahun 1956, PSII terdiri dari dua kubu terpisah: PSII Abikusno dan PSII Arudji/Anwar. Pada tahun 1972, awal era Orde Baru, PSII mengalami konflik terbesar dalam sejarahnya, yang akhirnya berujung pada bubarnya partai tersebut. Penyebab konflik terkait dengan strategi PSII dalam menyikapi kebijakan fusi partai politik pemerintah. Kelompok yang menyetujui kebijakan fusi menggulingkan kepemimpinan H.M.C.H. Ibrahim dan Bustamam, yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut dan menentang pemerintah. Setelah intervensi pemerintah, kelompok Gobel yang didukung oleh Anwar Tjokroaminoto dianggap sebagai wakil sah PSII. Kelompok ini juga mewakili fraksi SI PPP setelah penandatanganan deklarasi fusi tahun 1973.

Konflik tahun 1972 terus berlanjut hingga Indonesia memasuki era reformasi demokrasi yang diikuti setelah pengunduran diri presiden Soeharto pada tahun 1998. PSII yang terfragmentasi memasuki pemilu 1999 dengan dua nama dan dua tag: 'PSII' dan 'PSII 1905'. PSII hanya merebut satu kursi, yang merupakan hasil dari sistem 'stembus accord' (Evans 2003).

Konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade membuat partai tidak memiliki kesempatan untuk membangun kembali organisasi atau basis pemilihnya; Partai ditinggalkan oleh para pendukungnya dan menerima sedikit suara dalam pemilihan 1999. PSII kemudian tidak bisa melewati ambang batas dan persyaratan pemilihan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk didaftarkan sebagai partai politik.

Penulis: Endi Aulia Garadian
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.


Referensi

Evans, Kevin Raymond. 2003. The History of Political Parties & General Elections in Indonesia Jakarta: Arise Consultancies.

Feith, Herbert. 2007. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Singapore: Equinox Publishing.

Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Modern Indonesia, 1200-2004, terj. Jakarta: Serambi.

Shiraishi, Takashi. 1990. An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926. Ithaca, N.Y.: Cornell University Press.

Subekti, Valina Singka. 2014. Partai Syarikat Islam Indonesia: Kontestasi Politik hingga Kekuasaan Elite. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.