Pergolakan Petani Delanggu 1948
Peristiwa Pergolakan Petani Delanggu di Klaten adalah pemogokan buruh pertama yang terjadi di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Pemogokan ini dilancarkan secara teratur dan masif oleh serikat buruh berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), yakni Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia (Sarbupri). Berlangsung dari Mei sampai Juni tahun 1948, peristiwa ini melibatkan ribuan buruh perkebunan kapas dan pabrik goni di Delanggu, yang kemudan menarik pihak lain, baik golongan buruh lain secara ideologis dan bahkan pihak penguasa.
Peristiwa ini bermula ketiak pada tanggal 17 Februari 1948 Sarbupri menyelenggarakan konferensi nasional yang juga dihadiri wakil-wakil Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan Barisan Tani Indonesia (BTI). Dalam Konferensi National Sarbupri ini diputuskan untuk membantu perjuangan Barisan Tani Indonesia (BTI) dan program-programnya. Di sisi lain, Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin turut mendorong Sarbupri untuk melancarkan pemogokkan (Lapian 1996: 57). Pada tanggal 26 Februari 1948 Lembaga Buruh Tani (LBT) menggerakkan buruh kapas dan karung goni di Delanggu untuk menuntut diberikannya bahan sandang dan pangan kepada buruh musiman. Lebih lanjut, mereka mengancam akan melakukan pemogokkan bila tuntutan tidak dipenuhi (Ibrahim 2014: 80).
Pemogokkan mulai dilancarkan pada tanggal 26 Mei 1948 selama 2 jam, kemudian dilanjutkan keesokan harinya selama setengah hari (Toer 2003: 211, 214). Tuntutan para pemogok ditujukan kepada Badan Tekstil Negara (BTN). Negosiasi antara Sarbupri yang mewakili buruh yang mogok dan BTN berakhir dengan kegagalan sehingga aksi mogok terus berlanjut hingga tanggal 16 Juli. Setelah melalui beberapa negosiasi, BTN tetap menolak tuntutan buruh terutama soal kenaikan upah. Selanjutnya, dalam rapat besar yang dihadiri 8000 buruh, LBT Delanggu melimpahkan pimpinan atas tuntutan buruh kepada SOBSI (Toer 2003: 346). Pada perundingan tanggal 17 Juni 1948, Menteri Kemakmuran dan Menteri Urusan Perburuhan dan Sosial ikut turun tangan, namun tetap tidak ditemukan kesepakatan antara kedua belah pihak yang berseteru dan aksi mogok pun terus berlanjut (Lapian 1996: 57-58). Pada 23 Juni 1948 pemogokan diikuti oleh 15.567 buruh dari pabrik goni dan tujuh perkebunan kapas (Ibrahim 2014: 80; Toer 2003: 352). Para pemogok kemudian meletakkan bendera merah di lokasi mogok sebagai tanda bahwa semua pekerjaan harus dihentikan.
Di sisi lain, buruh yang tidak terafiliasi dengan organisasi kiri terus bekerja tanpa mengindahkan seruan mogok massal. Pada tanggal 26 Juni terjadi bentrokan antara anggota Sarekat Tani Islam Indonesia (STII) dengan buruh yang mogok. Sebagai reaksi atas bentrokan tersebut, LBT mengeluarkan pamflet yang berisi pernyataan bahwa aksi mogok bukanlah pemberontakan terhadap pemerintah dan permintaan agar aksi mereka tidak diprovokasi.
Pamflet tersebut ternyata malah memperkeruh situasi, ditambah lagi dengan datangnya Divisi Siliwangi ke Delanggu. Pada tanggal 10 Juli terjadi bentrokan lagi antara STII dan buruh yang mogok. Guna menyelesaikan perkara pemogokan massal dan kekacauan tersebut, BP KNIP mengadakan sidang antara tanggal 9–10 Juli 1948, namun usaha ini juga gagal menemukan jalan keluar. Pada tanggal 16 Juli 1948, atas saran BP KNIP, Perdana Menteri Hatta mengadakan rapat di Delanggu untuk menyelesaikan perkara pemogokan buruh. Pemerintah menerima semua tuntutan LBT. Hasil rapat tersebut lalu disiarkan melalui radio Yogyakarta dan pada tanggal 18 Juli 1948 buruh yang mogok kembali bekerja (Lapian, 1996: 58).
Peristiwa ini penting dalam sejarah Indonesia modern sebab menjadi pemogokan buruh pertama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini juga menjadi awal dari rentetan pergolakan yang berujung pada Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948.
Penulis: Muhammad Asyrafi
Instansi: Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.
Referensi
Ibrahim, Julianto (2014) Dinamika Sosial dan Politik Masa Revolusi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lapian, A. B. dkk (1996) Terminologi Sejarah 1945-1950 & 1950-1959. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Sarjana Sigit Wahyudi, Ketika Sarbupri Menggoncang Pabrik Karung Delanggu 1948: Sebuah Studi Awal dari Pemberontakan PKI Madiun
Toer, Pramoedya Ananta dkk. (2003) Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.