Poedjangga Baroe

From Ensiklopedia

Poedjangga Baroe adalah nama majalah kebudayaan dan kesusasteraan yang terbit antara tahun 1933 dan 1942 di Jakarta, dan juga menjadi istilah yang  mewakili gerakan kebudayaan dari kalangan sastrawan Indonesia pada dekade 1930an. Pada saat awal pembentukannya, susunan dewan redaksinya adalah Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisjahbana, selain juga nama-nama seperti Sanusi Pane, Imam Supardi, Or. Mandank, dan Abdul Riyai yang kerap mengirimkan karya mereka ke majalah tersebut. Majalah tersebut dicetak oleh Kolff & Co, bantuan diberikan oleh Dr. RA. Hoessein yang menunjukan perhatian besar terhadap perkembangan tersebut (Foulcher, 1991:20-21).

Semangat mengembangkan gerakan tersebut berangkat dari gairah cita-cita tentang kebangsaan Indonesia yang tidak hanya khusus dalam lingkup tradisi yang kolot dan mulai terbit secara resmi sejak 13 Juli 1933. Di bawah pimpinan Sutan Takdir Alisjahbana, seorang etnis Minangkabau, bersama Armijn Pane seorang beretnis Batak, majalah ini memelopori kaidah-kaidah sastra dan bahasa yang baru bagi bahasa persatuan Indonesia (Ricklefs, 2005:396). Tujuan utama majalah tersebut adalah untuk mengembangkan sastra Indonesia modern yang bergaya Barat. Poedjangga Baroe pada awalnya menampilkan sesuatu yang berbeda dari nasionalisme yang sifatnya non-kooperatif dan sangat agresif pada masa itu. Pada perkembangannya Poedjangga Baroe terpengaruh beberapa tokoh nasionalis di dalamnya, sehingga hubungan yang semakin dekat dengan kaum nasionalis membuatnya menjadi kooperatif, dan menyimpang dari orientasi sastra modern kebanyakan.

Sutan Takdir Alisjahbana sebagai salah satu tokoh penting kerap memunculkan debat budaya di dalam Poedjangga Baroe, dengan menganjurkan modernisasi dengan diterimanya ide-ide barat yang menurutnya menjadi unsur penting identitas baru Indonesia (Ricklefs, 2005:396). Poedjangga Baroe ini bertolak belakang dengan Balai Pustaka yang menerbitkan tulisannya masih berdasarkan kaidah  tradisi kolot. Seperti ditolaknya tulisan berjudul Belenggoe, karya Armijn Pane, karena membahas mengenai hubungan cinta diluar nikah, dianggap tidak memenuhi standar moral yang lazim. Tulisan itu akhirnya diterbitkan di dalam Poedjangga Baroe  pada tahun 1940 (Ricklefs, 2005:397).

Poedjangga Baroe menjadi majalah yang menyampaikan pemikiran dengan gaya dan semangat kaum nasionalis Indonesia pada akhir tahun 1930-an. Nama Poedjangga Baroe, diambil dengan harapan akan menjadi tempat pujangga-pujangga muda, pujangga-Poedjangga Baroe untuk bersuara sebebas-besasnnya. Kemunculannya mendorong semangat baru dinamisme dalam masyarakat, serta mengungkapkan citra keagungan kebudayaan Indonesia melalui pandangan Indonesia.

Dalam konteks itu, majalah ini menjadi sarana lahirnya “polemik besar” mengenai sifat dan arah kebudayaan Indonesia modern, sehingga Poedjangga Baroe selalu dihubungkan dengan perjuangan kaum intelektual nasionalis Indonesia dalam usaha menjelaskan “Indonesia” sebagai kesatuan budaya maupun politik. Bagi para pengamat sastra Poedjangga Baroe merupakan perwujudan nasionalisme Indonesia yang penuh semangat dan gairah, dan menemukan ekspresinya dalam esai polemik, dajak dan roman periode tersebut (Foulcher, 1991:5).

Pendirian majalah Poedjangga Baroe tahun 1933,

Hut ke 70 ST. Takdir Alisyahbana Sastrawan Pujangga baru di Arena TIM Jl.Cikini Jakarta 11 Februari 1978. Sumber: Perpustakaan Nasional RI ( https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1111600)


Penulis: Annisaa Khansa Labibah
Instansi: Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.


Daftar Pustaka

Foulcher, Keith. 1991. Poedjangga Baroe: Kesusasteraan dan Nasionalisme di Indonesia 1933-1942. Jakarta: PT Girimukti Pusaka

Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi.