Armijn Pane
Armijn Pane adalah seorang pengarang dan sastrawan terkemuka di Indonesia pada awal abad ke-20. Ia lahir di Muarasipongi, Sumatra Utara, pada 18 Agustus 1908 dan meninggal pada 16 Februari 1970 di Jakarta ini adalah pengarang yang menaruh perhatian pada banyak bidang seperti sastra, bahasa, musik, tari, lukis, jurnalistik, film dan sejarah. Armijn adalah adik kandung pengarang Sanoesi Pane. Armijn menjalani pendidikan dasar dan menengah di Hollands Inlandsche School (HIS) dan Europeesche Lagere School (ELS) di Tanjung Balai, Sibolga, dan Bukittinggi. Pada 1923 Armijn memasuki sekolah kedokteran School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), kemudian pada 1927 memasuki Nederlands Indische Artsen School (NIAS). Minat dan bakat Armijn dalam bahasa dan sastra membawanya memasuki Algemene Middelbare School (AMS) A-1 Sastra Barat di Solo dan lulus pada 1931.
Dua tahun kemudian, pada 1933, Armijn bersama Sutan Takdir Alisjahbana mendirikan dan menjadi redaktur majalah kesusastraan Poedjangga Baroe. Roman karya Armijn berjudul Belenggu terbit pada 1940. Setelah terbit, roman ini menimbulkan pro-kontra terkait isinya pada waktu itu. Armijn juga menulis puisi, cerita pendek dan sandiwara. Sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan, Armijn mengumpulkan dan menerbitkan karya-karyanya antara lain Djiwa Berdjiwa (puisi, 1939), Kisah Antara Manusia (cerita pendek, 1953), Djinak-djinak Merpati (drama, 1954), dan Gamelan Djiwa (puisi, 1960). Bagi Armijn, sastra merupakan kelahiran pergerakan nasional dan masyarakat Indonesia yang dalam kehilangan pijakannya, karena itu sastra mempunyai fungsi bagi pergerakan nasional dan masyarakat Indonesia, dan dengan sendirinya menggambarkan masyarakat.
Selain sebagai sastrawan, Armijn juga menekuni bidang jurnalistik (Endarmoko, 1984). Pada 1932-1934, ia menjadi guru Taman Siswa di Kediri, Malang dan Jakarta; Redaktur Balai Poestaka (1936); dan menjadi Sekretaris Kongres Bahasa Indonesia I (1938). Pada masa pendudukan Jepang, sejak 1943, Armijn duduk sebagai ketua bagian kesusastraan Keimin Bunka Shidosho atau Poesat Keboedajaan, yang di dalamnya terdapat pula tokoh-tokoh terkemuka Indonesia waktu itu. Pada 1950-an, Armijn aktif di berbagai lembaga yaitu Balai Bahasa Indonesia, Komisi Istilah, Lembaga Kebudajaan Indonesia, dan Badan Musjawarat Kebudajaan Nasional.
Karya Armijn berupa naskah drama seperti “Loekisan Masa”, “Njai Lenggang Kentjana”, “Djinak-Djinak Merpati”, “Antara Bumi dan Langit” terbit di berbagai majalah sastra dan budaya baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan antara lain di Poedjangga Baroe, Kebudajaan Timoer, Indonesia. Dalam naskah dramanya, Armijn mengangkat realitas kehidupan pada zamannya seperti kisah masa lalu, posisi sosial kaum Indo pasca kemerdekaan. Karya Armijn yaitu “Antara Bumi dan Langit” mengisahkan tentang kewarganegaraan. Naskah drama ini pernah dipentaskan di wilayah republik di Jawa antara 1947-1948 baik oleh pemain amatir maupun sandiwara keliling.
Semasa hidup, Armijn tergolong produktif dalam berkarya. Beberapa cerita pendek karyanya seperti “Poedjaan Tjinta”, “Soekma”, “Pertemoean Rasa”, “Barang Tiada Berharga”, “Koelit Pisang”, “Djika Pohon Djati Berkembang” terbit dalam Poedjangga Baroe dan Pandji Poestaka antara tahun 1932 hingga 1937. Armijn juga menulis puisi. Puisinya berjudul “Kapan Datang”, “Kembang Setengah Djalan”, “Menimboelkan Kenangan”, “Masgoel”, “Hamba Boeroeh”, “Di Bawah Riak Aloen Senjoemmoe”, “Bintang Merdeka”, “Pasti Berkibar”, “Pedomankoe”, “Rindoe di Tepi Danau Sarangan” terbit dalam Pandji Poestaka, Djawa Baroe, Keboedajaan Timoer, Indonesia antara 1932 hingga 1949.
Sebagai pengarang dan menghasilkan karya-karya sastra, Armijn Pane juga menulis esai antara lain "Mengapa Pengarang Modern Suka Mematikan?", "Seniman, Pujangga, dan Masyarakat" yang terbit dalam Poedjangga Baroe dan Spektra. Ia juga menulis tinjauan tentang kesusastraan Indonesia modern dalam bahasa Belanda berjudul Kort Overzicht van de Moderne Indonesische Literatuur (1949) dan tinjauan tentang puisi-puisi Muhammad Yamin berjudul Sandjak-Sandjak Muda Mr. Muhammad Yamin (1954).
Fokus dan minat Armijn terhadap sejarah menghasilkan buku terjemahan berjudul Tiongkok Zaman Baru, Sedjarahnja: Abad ke-19 Sekarang (1953) dan Habis Gelap Terbitlah Terang (karya R.A. Kartini, 1968). Sedangkan studi Armijn tentang tata bahasa Indonesia menghasilkan buku berjudul Mencari Sendi Baru Tatabahasa Indonesia (1950).
Pada 1953, Armijn menulis suatu uraian panjang dan mendalam tentang produksi dan perkembangan film di Indonesia. Tulisan itu berjudul Produksi Film Tjerita di Indonesia: Perkembangannja Sebagai Alat Masjarakat terbit sebagai cetakan khusus majalah Indonesia terbitan Badan Musjawarat Kebudajaan Nasional. Dalam tulisan tersebut, Armijn menulis perkembangan film dengan melihat pertumbuhan tonil, kesenian, peran masyarakat Tionghoa, produksi, pemain dan perusahaan film mulai 1927 hingga akhir 1950-an. Bagi Armijn, film tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, terutama dengan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan produksi film yaitu sastra, seni Lukis, tonil, dan bahasa. Film juga tidak terlepas dari perkembangan pergerakan nasional, juga lapangan bidang sosial, kebudayaan dan ekonomi.
Beragam karya yang dihasilkan Armijn sepanjang hidupnya merupakan hasil dari proses kreatif mulai dari mengumpulkan bahan, mengolah ide, menggabungkan, membuat konstruksi karangan, menambahkan variasi, kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan. Kesetiaan Armijn dalam dunia tulis-menulis menjadikan dirinya sebagai penerima Hadiah Tahunan dari pemerintah Republik Indonesia pada 1969.
Penulis: Fauzi
Referensi
Darmawi, Susianna (1980). "Rupanya Sejarah Telah Melupakan Armijn Pane," Suara Karya, 5 September.
Endarmoko, Eko (1984). "Armijn Pane: Pemula Penulis Cerpen Indonesia?" Suara Karya, 7 Desember
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Armijn_Pane
https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/742
Jassin, H.B. (1930). "Djiwa Berdjiwa," Poedjangga Baroe, nomor 7-8, tahun VI, Januari-Februari.
Krisna, Asbari Nurpatria (1970). “Armijn Pane dgn Pengalaman2 Batinnja Sebagai Pengarang,” Tjaraka, no. 155 Thn IV, 3 Februari.
Pane, Armijn (1953). “Produksi Film Tjerita di Indonesia: Perkembangannja Sebagai Alat Masjarakat,” Indonesia, nomor 1-2, cetakan khusus, Badan Musjawarat Kebudajaan Nasional.
Rosidi, Ajip (1976). Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta.
Soenoto, Farida (1980). "Tinjauan Bahasa Roman Indonesia Sebelum Perang," Archipel, volume 20, hal 161-175.