Amir Hamzah

From Ensiklopedia
Amir Hamzah. Sumber: Repro dari buku Radja Penjair Pudjangga Baru (1962)


Amir Hamzah adalah seorang penyair, penulis, dan salah satu tokoh pendiri terbitan sastra, Poedjangga Baroe. Amir Hamzah lahir di Langkat, Sumatra Utara, pada tahun 1911 dari keluarga bangsawan (Husny, 1978: 1). Ia tumbuh besar di lingkungan religius, yang kemudian membentuk karakter tertentu di dalam karya-karyanya di masa depan. Semenjak kecil, ia berkenalan dengan syair-syair dan tulisan dalam dunia sastra Melayu tradisional, di antaranya adalah Hikayat Hang Tuah, Hikayat Panca Tanderan, hingga Sejarah Melayu (Ridho, 2019: 66; Dumadi, 1993: 57). Selain membaca karya-karya sastra Melayu tradisional, ia juga mendalami kesusastraan Timur, seperti Hindu, Parsi, Turki, dan Arab. Di kemudian hari, ia menerjemahkan karya sastra Bhagawad Gita (Dumadi, 1993: 58).

Memasuki usia remaja, Amir melanjutkan studi di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), pendidikan setara Sekolah Menengah Pertama pada tahun 1925 (Husny, 1978: 20). Awalnya, ia menempuh pendidikan di Medan, kemudian dilanjutkan di Christelijke MULO di Batavia. (Dumadi, 1993: 62). Selepas menamatkan pendidikan di MULO, Amir Hamzah melanjutkan pendidikannya ke AMS (Algemene Middelbare School) di Surakarta, Jawa Tengah. Ketika itu, ia terlibat secara aktif di dalam berbagai diskusi yang dilakukan oleh pelajar-pelajar yang berasal dari Sumatra, membahas beragam isu tentang penjajahan dan persoalan sosial yang terjadi di masyarakat Melayu (Ridho, 2019: 66).

Di Surakarta, Amir Hamzah bertemu dan menjalin hubungan asmara dengan Ilik Soendari, seorang perempuan ningrat asal Jawa, yang nantinya memberikan banyak pengaruh terhadap karya-karyanya. Hubungan mereka terjalin semenjak Amir Hamzah tinggal di rumah kos milik ayah dari Ilik Soendari, yaitu Raden Mas Koesoemodihardjo. Ketika itu mereka sering bertemu, bertukar pelajaran bahasa, serta membicarakan berbagai hal yang menyangkut bahasa (Dini, 1981: 48). Meskipun sempat memiliki hubungan asmara, orangtua Ilik Sundari tidak merestui hubungannya dengan Amir Hamzah, sehingga keduanya tidak melanjutkan hubungan mereka ke tahap yang lebih jauh.

Di tahun 1930, Amir Hamzah terlibat di dalam organisasi kepemudaan di Surakarta. Salah satu organisasi yang diikuti Amir Hamzah adalah Indonesia Muda. Di dalam organisasi ini, ia berperan aktif dalam menyelenggarakan kongres di akhir tahun 1930 di Surakarta (Dumadi, 1993: 79). Pada saat itu ia menjabat sebagai Ketua Indonesia Muda di Surakarta. Selain itu, ia juga menduduki posisi sebagai editor dari terbitan organisasi tersebut, Garuda Merapi (Ridho, 2019: 66).

Pada tahun 1933, bersama-sama dengan Armijn Pane dan Sutan Takdir Ali Sjahbana, Amir Hamzah turut menerbitkan dan mempopulerkan majalah kesusastraan, Poedjangga Baroe (Ricklefs, 2008: 231). Majalah ini menitikberatkan penerbitan puisi dan esai-esai kritis. Selama berjalan, Poedjangga Baroe telah menerbitkan tiga ratus puisi, empat drama, sejumlah novel dan sekumpulan sajak (Sutherland, 1968: 108–109).

Karya-karya Amir Hamzah lekat dengan tema-tema agama dan asmara. Beberapa contohnya antara lain adalah puisi Dalam Matamu, Turun Kembali, dan Kusangka (Batmang, 2019: 188). Beberapa karya lain Amir Hamzah, yang terkenal adalah buku-buku kumpulan sajak berjudul Nyanyi Sunyi dan Buah Rindu yang terbit pada tahun 1936 dan 1937 (Kratz, 1980: 40; Sutherland, 1968: 108). Pada tahun 1937, Amir Hamzah pergi ke Sumatra dengan terpaksa, untuk menikah dengan Tengku Putri Kamiliah, seorang perempuan yang juga merupakan keluarga aristokrat. Amir Hamzah dibunuh di dalam peristiwa Revolusi Sosial di Sumatra pada tahun 1946 (Sutherland, 1968: 122).

Penulis: Teuku Reza Fadeli
Instansi: University Of York
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si


Referensi

Batmang. (2019). Ekspresi Amir Hamzah dan Chairil Anwar dalam Puisi-Puisi Percintaan. Kandai: Jurnal Bahasa dan Sastra, 15(2), 185–200.

Dini, N. H. (1981). Amir Hamzah: Pangeran dari Seberang. Jakarta: Gaya Press.

Dumadi, Sagimun Mulus. (1993). Amir Hamzah. Jakarta: Balai Pustaka.

Husny, M. Lah. (1978). Biografi-sejarah pujangga dan pahlawan nasional Amir Hamzah (Vol. 26). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Kratz, Ernst Ulrich. (1980). " New” poems by Amir Hamzah. Indonesia Circle School of Oriental & African Studies Newsletter, 8(21), 40–44.

Ricklefs, Merle C. (2008). A History of Modern Indonesia since c. 1200 (4th Edition). New York: Macmillan International Higher Education.

Ridho, Akhsin. (2019). Pesan Moral dalam Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah. Madah: Jurnal Bahasa Dan Sastra, 10(1), 63–74.

Sutherland, H. (1968). Pudjangga baru: Aspects of Indonesian intellectual life in the 1930s. Indonesia, (6), 106–127.