Samsi Sastrawidagda

From Ensiklopedia


Samsi Sastrowidagdo adalah aktivis pergerakan dan pernah menjabat sebagai menteri keuangan pertama Indonesia pada masa kemerdekaan. Ia dilahirkan pada 13 Maret 1894 di Solo. Pendidikan yang ditempuhnya mulai dari Hollandsch-Inlandsche School (HIS), kemudian di Kweekschool dengan diploma pada tahun 1912. Selepas dari sekolah ini ia melanjutkan ke Handels Hoogeschool di Rotterdam dengan Diploma Doktoral pada tahun 1925. Seiring dengan itu ia juga menempuh ujian Doctor in de Handelsweetenschappen, Diploma Lager Acte, HoofdAct dan Diploma Maleische Taal dan Volkenkunde (Munus dkk. 1993: 133-134).

Aktivitas politiknya telah dimulai sejak berada di Negeri Belanda. Ia menjadi anggota Perhimpunan Indonesia (PI), di samping mengajar Bahasa Jawa di Fakultas Sastra, Universitas Leiden di bawah Prof. Hazeu. Ada kemungkinan, dengan kedudukan sebagai pengajar, menyebabkan Samsi tidak begitu menonjol dalam aktivitas PI, apalagi dalam diri tokoh ini terdapat sifat pendiam dan tidak pandai berpidato.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Negeri Belanda, Samsi dirawat di rumah sakit untuk beberapa saat. Tiga tahun kemudian, setelah dirawat dua bulan menjelang keberangkatannya, ia kembali ke tanah air, dan setahun kemudian bergabung dengan beberapa tokoh pejuang nasional lainnya seperti Ir. Sukarno, lr. Anwari, Mr. Iskaq, Mr. Sartono, dan Mr. Soenario untuk mendirikan Partai Nasional Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, Samsi ikut prihatin dengan dibubarkannya PNI sebagai akibat ditangkapnya lr. Sukarno. Sejak pembubaran organisasi itu, Samsi pindah ke Surabaya. Ia kemudian masuk Partai Indonesia (Partindo). Ia bekerja dan lebih mengutamakan bidang ilmu yang dikuasainya, sambil mengembangkan kemampuan di bidang jurnalistik. Sejumlah jabatan pernah dipangku oleh tokoh yang satu ini. Samsi menjabat Ketua Raad van Commissarissen dari Firma Setia di Surabaya, Penasihat (Adviseur) Badan Perusahaan PCI di Jakarta dan Surabaya, Commissaris Hoofdbestuur PNI dalam urusan ekonomi, Penasihat "Persatoean Serikat Seketja Indonesia" di Surabaya, Ketua "Pendidikan Rakjat" bagian perdagangan, Sekretaris "Pergoeroean Rakjat" di Surabaya, pembantu surat kabar Soeara Oemoem dan SRI di Surabaya, pembantu surat kabar Oesaha di Makassar, Administratur Obligatie Leening dari Gedung Nasional Indonesia di Surabaya, Penasihat koperasi-koperasi di Surabaya dan Gresik, dan memberikan nasihat gratis kepada kaum koperasi dari Banyuwangi sampai Maos, termasuk layanan konsultasi melalui surat-menyurat. Ia juga menjabat ketua Perhimpoenan Kalijah Islam di Surabaya.

Dalam masa pendudukan Jepang, Dr. Samsi duduk sebagai anggota majelis pertimbangan Poetera dan menjadi anggota Chuo Sangi-in. Kelihatannya pengangkatan tersebut didasarkan pada jabatannya sebagai Ketua Perhimpoenan Kalijah Islam di Surabaya itu. Ketika itu Samsi adalah pimpinan kantor partikelir, tata usaha dan pajak di Surabaya. Hal yang menarik perhatian adalah adanya usul mosi Samsi dan Mr. Sartono pada sidang ke-6 Chuo Sangi-in. Usul mosi dimaksudkan untuk memperkokoh keputusan Permusyawaratan Asia Timur Raya yang diadakan setahun sebelumnya (6 November 1943). Usul mosi ini melahirkan lima pedoman hidup (disebut Panca Dharma) untuk bangsa Indonesia. Pada permulaan kemerdekaan, Samsi menjabat Menteri Keuangan pada Kabinet Presidensil Sukarno-Hatta. Perjalanan karir di Kementerian Keuangan dirintis sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kedua (19 Agustus 1945). Pada saat itu, dibentuk 12 Kementerian dan 4 Menteri Negara. PPKI menunjuk Samsi Sastrawidagda, yang pada masa Jepang menjabat sebagai Kepala Kantor Tata Usaha dan Pajak di Surabaya, sebagai Menteri Keuangan  pada Kabinet RI pertama (Kabinet Bucho/Presidensial).

Sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet Republik Indonesia (RI) pertama Dr. Samsi mempunyai peranan besar dalam usaha mencari dana guna membiayai perjuangan dan jalannya pemerintahan RI. Ia memperoleh informasi dari Laksamana Shibata bahwa di Gedung Bank Escompto Surabaya tersimpan uang peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang disita Jepang. Karena hubungannya yang dekat dengan para pemimpin pemerintahan Jepang di Surabaya ia berhasil membujuk mereka. Uang tersebut diambil melalui operasi pembobolan bank.

Samsi tidak pernah memimpin Kementerian Keuangan secara langsung. Bahkan dia belum sempat menyusun perencanaan. Kondisi fisiknya yang sering sakit-sakitan menjadikan ia lebih memilih tinggal di Surabaya. Pada tanggal 26 September 1945 beliau mengundurkan diri menjadi Menteri Keuangan. Kemudian A.A Maramis yang sebelumnya Menteri Negara dilantik sebagai penggantinya menjadi Menteri Keuangan.

Penulis: Anastasia Wiwik Swastiwi
Instansi: Universitas Maritim Raja Ali Haji Kepulauan Riau
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan


Referensi

Anderson, Benedict R.O. (1988), Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Departemen Keuangan (1991), Rupiah di Tengah Rentang Sejarah: 45 tahun Uang Republik Indonesia, 1946-1991. Jakarta: Departemen Keuangan.

Moehkardi (1993). R. Mohamad dalam Revolusi 1945 Surabaya. Sebuah Biografi. Lima Sekawan: Klaten.

Manus MPS. dkk. (1993). Tokoh-Tokoh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Jakarta.

Poeze, Harry A. (2009). Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia. Pustaka Obor Indonesia.