Hamid Algadri
Hamid Algadri adalah politisi dan penulis yang merupakan sosok silang budaya Arab dan India, dua etnis "Timur Asing" menurut hukum kolonial Belanda. Ia dilahirkan di Pasuruan (1912), Hamid Algadri mewarisi posisi elit dari ayah dan ibunya. Kakek dan ayahnya adalah kepala bangsa Arab di Pasuruan, sedangkan kakek dan buyut ibundanya adalah kepala bangsa India di Surabaya. Adapun nenek dari ayahnya adalah perempuan Jawa dan dari pihak ibunya perempuan Melayu Kalimantan (Algadri, 1999: 1).
Selain latar belakang peranakannya, hal lain yang membedakan Hamid dengan rekan-rekannya dari kalangan Arab adalah pendidikan Barat yang ditempuhnya sejak jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi (Sekolah Tinggi Hukum Batavia). Kakek Hamid berpikiran maju dan ingin cucunya belajar di sekolah Belanda, walau ditentang oleh golongannya. Selama menempuh pelajaran, dirinya mengalami diskriminasi selaku keturunan Arab, sehingga ia bertekad untuk "mengubah citra buruk keturunan Arab yang mulai menjalar di kalangan kaum intelektual" (Algadri, 1996: 35).
Mendengar kabar A.R. Baswedan mendirikan "Persatuan Arab Indonesia" (PAI, 1934) yang mengusung gagasan bahwa Indonesia adalah tanah air keturunan Arab, Hamid kemudian ikut bergabung untuk mewujudkan tekadnya. Ia duduk selaku redaksi Insaf, majalah resmi PAI dan kemudian dipilih menjadi anggota Pengurus Besarnya (Algadri, 1996: 36). Dalam kongres PAI ke-5 di Batavia (1937), atas usulan Hamid, nama "Persatuan Arab Indonesia" diganti "Partai Arab Indonesia", untuk menegaskan bahwa PAI adalah partai politik. PAI kemudian diterima dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dan aktif dalam memperjuangkan "Indonesia Berparlemen" (Algadri, 1999: 28).
Walaupun Hamid hidup membaur di dalam pergaulan, namun pada tahun-tahun terakhir kolonialisme Belanda, etnonasionalisme masih tetap ada di kalangan pergerakan. Selaku mahasiswa di Batavia, Hamid bergabung dengan Unitas Studiosorum Indonesieasis (USI) karena mereka menerima peranakan Arab. Ketika namanya diusulkan pimpinan USI untuk duduk dalam kepengurusan Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia (Baperpi), seorang anggota USI Soebadio Sastrosatomo menyatakan keberatannya. Seperti halnya dengan mayoritas organisasi politik, tidak semua perkumpulan mahasiswa yang berfusi dalam Baperpi menerima mahasiswa peranakan Arab (Anwar, 1995: 16). Namun, akhirnya Hamid terpilih sebagai wakil ketua Baperpi (De Jonge, 2010: 474).
Pada zaman Jepang Hamid menolak bekerjasama dengan penguasa. Tawaran Asada, kepadanya untuk menjadi penasehat Kantor Urusan Arab, ditampiknya. Di masa pancaroba ini ia menikahi Zena Alatas, puteri H.M.A. Husin Alatas ketua terakhir PAI, yang sekaligus adalah seniornya di partai itu (De Jonge, 2010: 475).
Selepas Proklamasi, Hamid diangkat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Jakarta, di mana kemudian ia terpilih menjadi anggota Badan Pekerja. Berturut-turut Hamid merangkap banyak jabatan pegawai tinggi di berbagai kementerian. Di dalam perundingan Linggarjati dan Renville serta Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Hamid juga ikut serta sebagai penasihat delegasi RI. Pengalamannya pada periode ini telah ditulisnya dalam Suka Duka Masa Revolusi (1991).
Menimbang bahwa Partai Sosialis Indonesia (PSI) tidak bertentangan dengan Islam, maka Hamid bergabung ke partai ini. Dalam Pemilu 1955 dia terpilih sebagai anggota parlemen mewakili PSI. Pada 1978 Hamid mendapat gelar Perintis Kemerdekaan (De Jonge, 2010: 475). Buku pertamanya, C. Snouck Hurgronje, Politik Belanda Terhadap Islam Dan Keturunan Arab (1984) kemudian dicetak beberapa kali. Ia wafat di bulan Januari 1998. Salah satu cucu Hamid Algadri adalah Nadiem Makarim, yang kini menjabat Mendikbudristek dalam Kabinet Indonesia Maju (dilantik 2019).
Penulis: Didi Kwartanada
Referensi
Algadri, Hamid (1991). Suka Duka Masa Revolusi. Jakarta: UI Press.
__________(1996). Islam dan Keturunan Arab. Bandung: Mizan.
__________(1999). Mengarungi Indonesia. Jakarta: Penerbit Lentera.
Anwar, Rosihan (1995). Soebadio Sastrosatomo . Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
De Jonge, Huub (2010). "Hamid Algadri", dalam Peter Post et al. (eds.), The Encyclopedia of Indonesia in the Pacific War. Leiden: Brill, 2010.