Herman Johannes

From Ensiklopedia
Herman Johannes. Sumber: Reproduksi dari buku Kami Perkenalkan (1952) Hal. 17


Herman Johannes adalah seorang ilmuwan, pendidik dan pahlawan nasional Indonesia. Ia lahir di Desa Keka, Pulau Rote, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 28 Mei 1912, dan merupakan putra dari pasangan Aranci Dirk dan Daniel Abia Johannes, seorang guru agama Kristen Protestan di Pulau Rote (Soimun Hp., 1984: 5). Herman Johannes belajar di Europeesche Lagere School (ELS) di Kupang pada 1922. Setelah lulus pada 1928, ia kemudian menempuh pendidikan menengah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Makassar dan melanjutkan ke Algemeene Middelbare School (AMS) di Batavia pada 1931. Herman Johannes berhasil menamatkan sekolah sebagai lulusan terbaik pada 1934 dan mendapatkan beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan pendidikannya ke Technische Hoogeschool atau Sekolah Tinggi Teknik (STT) di Bandung (Junaedi, 2014: 73). Semua sekolah di Bandung ditutup ketika Jepang datang dan menguasai Indonesia, termasuk Technische Hoogeschool. Setelah sekolah itu dibuka kembali pasca kemerdekaan dan dipindahkan ke Yogyakarta, Herman Johannes melanjutkan pendidikannya dan lulus pada Oktober 1946 (Soimun Hp., 1984: 20).

Sejak menjadi mahasiswa, Herman Johannes sudah mulai produktif menulis karya ilmiah, bahkan beberapa di antaranya berhasil dimuat di majalah De Ingenieur in Nederlandsch Indie dan mendapat penghargaan dari Koninklijk Instituut van Ingenieurs di Belanda (Therik, 2016: 200). Karena prestasinya, Herman Johannes mendapat perhatian dari berbagai kalangan di dunia pendidikan. Meski masih berstatus sebagai mahasiswa, ia diminta mengajar di beberapa sekolah, seperti Cursus tot Opleiding van Middelbare Bouwkundigen (COMB) Bandung pada 1940, kemudian menjadi guru di Sekolah Menengah Tinggi (SMT) di Jakarta pada 1942, lalu diangkat pula menjadi dosen tidak tetap di Ika Daigaku/Sekolah Tinggi Kedokteran (cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) di Jakarta (Departemen Pekerjaan Umum, 1990: 36).

Selain aktif menulis, Herman Johannes juga aktif berorganisasi. Ia diantaranya menjadi anggota organisasi Christen Studenten Vereniging (CSV), Indonesische Studenten Vereniging (ISV), menjadi salah seorang pendiri dan menjadi ketua cabang Bandung dari Timorese Jongeren/Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT) pada 1934 (Tim Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1980: 98; Soimun Hp., 1984: 35). Herman Johannes bergabung pula dalam organisasi Angkatan Muda Pegawai Republik Indonesia (AMPRI) Jakarta pada 1945 (Soimun Hp., 1984: 49) dan menjadi ketua Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (GRISK) periode Februari 1947 sampai masa pengakuan kedaulatan Indonesia (Soimun Hp., 1984: 57-8). Keaktifannya berorganisasi kemudian membawanya terjun ke dunia politik. Herman Johannes menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili daerah Sunda Kecil pada 1945-1946 (Soimun Hp., 1984: 51), kemudian pada 1948, ia ikut mendirikan Partai Indonesia Raya (Soimun Hp., 1984: 39).

Di masa perang kemerdekaan, Herman Johannes ikut berperan dalam bidang militer. Pada November 1945, ia diminta membangun sebuah laboratorium persenjataan bagi tentara Indonesia, karena pemerintah saat itu sedang mengalami krisis persenjataan. Di laboratorium persenjataan yang terletak di Kotabaru, Yogyakarta tersebut, Herman Johannes berhasil memproduksi berbagai jenis senjata peledak, seperti bom asap dan granat tangan. Keahlian dan ilmu yang dimiliki Herman Johannes ternyata sangat membantu dalam mengembangkan persenjataan tentara Indonesia saat itu. Berkat keahliannya itu Herman Johannes diangkat menjadi anggota militer dengan pangkat Mayor. Selama bergabung dalam tentara Indonesia di Yogyakarta, ia juga aktif mengajar calon prajurit di Akademi Militer di Yogyakarta pada 1946-1948 dan di Sekolah Tinggi Teknik Bandung di Yogyakarta (yang menjadi cikal bakal Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada) sejak 1 Desember 1945 (Soimun Hp., 1984: 75). Pada bulan Juni 1948, Herman Johannes bahkan secara resmi dikukuhkan menjadi Guru Besar dalam bidang ilmu fisika di sekolah tersebut (Soimun Hp., 1984: 76).

Sebagai anggota militer, Herman Johannes juga ikut terjun langsung dalam berbagai pertempuran di sekitar Yogyakarta. Guna menghambat agresi Belanda saat itu, ia diperintahkan untuk menghancurkan jembatan yang menghubungkan Yogyakarta dengan kota-kota di sekitarnya, antara lain meledakkan jembatan kereta api Sungai Progo pada Desember 1948 dan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak pada Januari 1949. Jembatan antara Yogyakarta-Solo dan Yogyakarta-Kaliurang berhasil dihancurkan semua oleh Herman Johannes bersama para taruna Akademi Militer (Junaedi, 2014: 73). Herman Johannes juga ikut serta dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 untuk merebut kembali ibukota Republik Indonesia yang saat itu dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta (Therik, 2016: 201).

Setelah adanya pengakuan kedaulatan Indonesia, Herman Johannes meninggalkan dunia militer dan ditunjuk sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga periode 1950-1951 dalam Kabinet Mohammad Natsir (Soimun Hp., 1984: 41). Ia kemudian kembali ke Yogyakarta setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri dan mengabdikan diri sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Teknik, yang saat itu sudah berkembang menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sepanjang masa pengabdiannya di universitas tersebut, selain aktif mengajar, Herman Johannes dipercaya menduduki berbagai jabatan antara lain: sebagai Dekan Fakultas Teknik UGM pada periode 1951- 1956, kemudian menjadi Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FIPA) UGM pada 1955-1962 dan menjadi Rektor UGM periode 1961-1966 (Soimun Hp., 1984: 77). Di tingkat regional dan lokal, Herman Johannes dipercaya sebagai Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) Daerah Istimewa Yogyakarta-Jawa Tengah pada 1966-1979 dan menjadi Ketua Regional Science and Development Center (RSDC) Yogyakarta pada 1969 (Soimun Hp., 1984: 77). Ia juga ikut berperan mendirikan organisasi untuk para alumnus UGM yang diberi nama Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) dan dipercaya menjadi Ketua Umum Kagama yang pertama periode 1958-1961 dan periode 1973-1981.

Di tingkat nasional dan internasional, selain jabatan menteri, Herman Johannes juga dipercaya menduduki berbagai jabatan antara lain: sebagai Ketua Yayasan Hatta 1950-1952, Anggota Executive Board UNESCO Paris (1954-1957), anggota Dewan Nasional 1957-1958, anggota Dewan Perancang Nasional (1958-1962), Komandan Resimen Mahakarta (1962-1965), anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1968-1978), Anggota Komisi Empat (Tim Pemberantasan Korupsi) 1970, anggota Panitia Istilah Teknik, Departemen Pekerjaan Umum RI (1968-1975), anggota Panitia Pengembangan Pusat Bahasa Indonesia (1972-1978), anggota Majelis Bahasa Indonesia Malaysia (MABIM) (1976-1976), anggota Pepunas Ristek Jakarta 1980-1985, dan anggota Dewan Riset Nasional 1985-1992. Herman Johannes juga pernah menjabat sebagai Ketua Legiun Veteran Cabang Yogyakarta yang kemudian mengantarnya menjadi Pengurus Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) (Soimun Hp., 1984: 78-9; Therik, 2016: 202).

Memegang berbagai jabatan tidak membuat Herman Johannes berhenti meneliti dan menulis. Sepanjang hidupnya terdapat sekitar 150 lebih karya ilmiah yang dihasilkan, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa asing, terutama dalam disiplin ilmu fisika yang menjadi bidang kepakarannya (Soimun Hp., 1984: 105-114). Salah satu hasil penelitian yang merupakan sumbangsih besar di bidang energi dari Herman Johannes adalah penggunaan kompor hemat energi dengan briket arang biomassa. Keprihatinan akan tingginya harga minyak bumi telah mendorong Herman Johannes untuk mencari bahan bakar alternatif yang bisa dipakai secara luas oleh masyarakat. Ia juga pernah meneliti kemungkinan penggunaan lamtoro, nipah, widuri, eceng gondok, alang-alang, limbah pertanian, dan gambut sebagai bahan bakar alternatif (Junaedi, 2014: 74; Soimun Hp., 1984: 111-4).

Herman Johannes tutup usia pada 17 Oktober 1992 dan dimakamkan di Pemakaman Keluarga UGM di Sawitsari, Yogyakarta. Sebagai bentuk penghargaan, nama Herman Johannes kemudian diabadikan menjadi nama jalan di Yogyakarta. Namanya juga diabadikan sebagai nama Taman Hutan Rakyat di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sesuai Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 1996, namanya juga diabadikan menjadi nama salah satu jalan negara di belakang Kampus Universitas Nusa Cendana Kupang, NTT. Kemudian, pada 9 November 2009, berdasarkan Keppres N0. 058/TK/2009, pemerintah menobatkan Herman Johannes sebagai Pahlawan Nasional Indonesia (Wijayanti, 2020: 74).

Penulis: Nazala Noor Maulany
Instansi: Universitas Islam Negeri Mataram
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A


Referensi

Departemen Pekerjaan Umum (1990) 45 Tahun Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum RI.

Junaedi, Didi (2014) Pahlawan-Pahlawan Indonesia Sepanjang Masa. Yogyakarta: Indonesia Tera.

Soimun Hp. (1984) Prof. Dr. Ir. H. Johannes: Karya dan Pengabdiannya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Therik, Wilson M.A.  (2016) “Herman Johannes Ilmuwan dan Pejuang dari Pulau Rote” dalam Pax Humana: Jurnal Humaniora Yayasan Bina Darma Volume III. No.2. Salatiga: Pustibang Yayasan Bina Darma.

Tim Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah (1980) Sejarah Daerah Nusa Tenggara Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wijayanti, Ari  (2020) Indonesian Heroes Encyclopedia. Malang: Ahlimedia Press.