Lembaga Seniman Budayawan Muslimin (LESBUMI)

From Ensiklopedia

Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) merupakan bagian dari Partai NU (Nahdatul Ulama). Lembaga ini didirikan pada 21 Syawal 1381 H atau 28 Maret 1962. Djamaludin Malik menjadi ketua LESBUMI yang pertama, sementara Asrul Sani dan Usmar Ismail sebagai wakilnya. Selain ulama, anggota LESBUMI juga berasal dari seniman-seniman muslim berbagai bidang. Dari kolaborasi tersebut Lebumi berupaya untuk menggali makna kebudayaan dari perspektif Islam. Kemunculannya juga digadang-gadang sebagai bentuk modernitas karena mampu menunjukan kebaruan dalam tubuh NU, yaitu melalui bidang seni budaya (Noer 1987: 93; Machfoedz 1982: 164; Mun’im DZ 2009: 26-27).

Pada 25-28 Juli 1962 LESBUMI mengadakan Musyawarah Besar I di Bandung. Musyawarah tersebut menghasilkan enam poin keputusan, yaitu mengajak kaum muslim untuk kreatf dan mendukung revolusi fisik dan mental; mendukung Trikora dan penyatuan Irian Barat dengan Indonesia; meluaskan syiar Islam untuk mencapai masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan Makmur dengan ridho Tuhan YME; mendukung pendirian Jang Mulia Paduka Panglima Tertinggi/ Pemimpin Besar Revolusi sebagai upaya “National Building”; menegaskan pentingnya peran budayawan dan seniman serta dukungan agar mereka dapat bekerja pada bidangnya masing-masing; dan mendorong ulama maupun seniman muslim untuk saling berbaik sangka dan fokus bekerja mendapatkan perhatian umat. Dalam musyawarah tersebut juga disusun Muqqodimah yang secara jelas menunjukan sikap politis lembaga seni budaya tersebut, yaitu dengan mendukung UUD 1945 sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan dijiwai Piagam Jakarta, mendukung Manifesto Politik, serta berpatokan pada AD-ART NU (Chisaan 2008: 136-137; 142).

Pembentukan LESBUMI berbarengan dengan munculnya lembaga seni kebudayaan yang didirikan oleh partai-partai di Indonesia pada 1950-1960an. Kemunculan lembaga-lembaga seni kebudayaan saat itu didorong oleh beberapa kondisi politik, seperti dikeluarkannya Manifesto Politik pada 1959, diterapkannya Nasakom dalam bidang sosial-budaya pada awal tahun 1960an, dan keberhasilan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang berafiliasi dengan PKI dalam memobilisasi masa melalui seni budaya (Jones 2015: 126; Chisaan 2008: 119-120).

Masing-masing lembaga seni mempublikasikan hasil karyanya melalui media masa milik partai politiknya. Hal tersebut tidak jarang memunculkan perdebatan dan persaingan ideologi. LESBUMI berupaya untuk menandingi kerja-kerja Lekra yang berafiliasi dengan PKI. Bahkan, LESBUMI memiliki perspektif sendiri dalam memahami Manifesto Kebudayaan, dengan lebih mengarah pada humanisme religiusitas  (Susanto dan Kurniawan 2021: 48). Persaingan antara LESBUMI dan Lekra banyak terjadi di berbagai bidang, salah satunya seni musik. Jika Lekra mempoulerkan lagu “Genjer-genjer”, LESBUMI mencoba membawakan shalawat nabi dan ayat-ayat al-Quran melalui kasidah dan gambus (Rahman 2002: 280-282).

Dalam perkembangannya, kehadiran LESBUMI meresahkan warga NU, terutama kaum konservatif. Kegiatan yang diadakan LESBUMI dianggap membahayakan partai karena membawa masuk seni ke dalam politik dan mencederai nilai dan standar partai NU. LESBUMI pun akhirnya dibubarkan pada 1965 (Jones 2015: 126-127).

Penulis: Siti Utami
Instansi: Universitas Tebuka
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.

Dewi Ningrum


Referensi

Abdul Mun’im DZ. 2009. Lesbumi: Geliat Mencari Identitas Keislaman dan Keindonesiaan. Jakarta: KITLV.

Choirotun Chisaan, 2008. Lesbumi: Strategi Politik Kebudayaan. Jakarta: LKiS.

Deliar Noer. 1987. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

Dwi Susanto,Bagus Kurniawan. 2021. Islam, Sastra, dan Wacana Bahasa. Klaten: Penerbit Lakeisha.

Jamal D. Rahman, “Rofiqoh Darto Wahab: Qariah dan Seniman Kasidah”, dalam Jajat Burhanudin (ed.). 2002. Ulama Perempuan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama-PPIM IAIN Jakarta.

Jones, Tod. 2015. Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia: Kebijakan Budaya selama Abad ke-20 hingga Era Reformasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia-KITLV Jakarta.

Maksoem Machfoedz, 1982. Kebangkitan Ulama dan Bangkitnya Ulama. Surabaya: Yayasan Kesatuan Ummat.