National Indische Partij

From Ensiklopedia

National Indische Partij atau dikenal dengan Indische Partij (IP) adalah partai politik pertama di Hindia yang bersifat revolusioner-nasionalistis (Sularto 2016:59). Indische Partij menyerukan nasionalisme Hindia dengan slogan Indie voor Indiers atau “Hindia untuk orang Hindia” dan menuntut kemerdekaan Hindia dari Belanda (Ricklefs 1995: 260; Shiraishi 1997: 78; Schwidder 2015: 160). Dalam salah satu pasal anggaran dasar yang disahkan oleh perwakilan-perwakilan daerah tanggal 25 Desember 1912 di Bandung, ditegaskan bahwa IP berdiri atas dasar nasionalisme menuju kemerdekaan Indonesia bagi semua orang (Sularto 2016: 59). IP dideklarasikan sebagai partai politik untuk semua kelompok etnis, untuk memperbaiki nasib orang Indo-Eropa, orang Jawa, dan bangsa lain yang tinggal di Hindia Belanda (Schwidder 2015: 160)

IP didirikan pada 6 September 1912 oleh E.F.E. Douwes Dekker atau Setiabuddhi, seorang jurnalis Indo yang radikal dari harian De Express (Ricklefs 1995: 260; Shiraishi 1997: 78, Tim Penyunting 2015: 20). Dua orang Jawa terkemuka, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat, bergabung dengan E.F.E. Douwes Dekker dan bersama-sama memimpin Indische Partai (Ricklefs 1995: 276).

Pemerintah Belanda menolak dua kali permohonan pengajuan badan hukum IP. Usaha para pemimpin partai bertemu dengan Gubernur Jenderal pada 13 Maret 1913 pun tidak membuahkan hasil positif. IP digolongkan sebagai partai terlarang. (Tim Penyunting 2015: 21-22; Sularto 2016: 59).

Ketika Pemerintah Kolonial Belanda merencanakan perayaan 100 tahun kemerdekaan Kerajaan Negeri Belanda dari penjajahan Perancis, Soewardi Soerjaningrat sebagai pemimpin IP memprotes melalui artikel berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (“Andai Aku Seorang Belanda”), yang dimuat dalam harian De Express 19 Juli 1913. Artikel tersebut berisi kritikan bahwa tidak pantas rakyat jajahan, termasuk di Hindia Belanda merayakan kemerdekaan penjajahnya, terlebih rakyat diharuskan membiayai perayaan (Sularto 2016: 60).

Artikel Soewardi merupakan kejadian pertama adanya kritik terbuka terhadap penjajah Belanda yang disampaikan secara terus terang dan tajam. Artikel tersebut membuat marah Pemerintah Belanda. Sebuah artikel balasan berjudul “Seandainya Saya Seorang Bumiputera” ditulis dalam harian Preanger Bode oleh H. Mulder yang berasal dari kelompok konservatif. Namun, Tjipto Mangoenkoesoemo menulis artikel berjudul “Kracht of Vrees” (“Kekuatan dan Ketakutan) yang dimuat harian De Express. Artikel Tjipto disusul tulisan Soewardi di harian yang sama dengan judul “Een voor Allen, maar ook Allen voor Een” (Satu buat Semua, Semua buat Satu). Pada 5 Agustus 1913 menyusul artikel Douwes Dekker yang berjudul “Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en RM Soewardi Soerjaningrat (“Dua Pahlawan Kita: Tjipto Mangoenkoesoemo en RM Soewardi Soerjaningrat” (Sularto 2016: 60-61).

Tulisan-tulisan tersebut menyebabkan tiga pemimpin IP ditangkap dan ditahan. Pada 18 Agustus 1913 keluar surat penahanan dan hukuman pembuangan berdasarkan hak luar biasa Gubernur Jenderal Indenburg. Soewardi dibuang ke Bangka, Tjipto ke Banda Neira, dan Douwes Dekker ke Kupang. Dalam surat disertakan keterangan bahwa mereka bebas untuk keluar dari Hindia Belanda dan mereka memilih Belanda. Pada 6 September 1913 tiga serangkai ini meninggalkan Hindia Belanda menuju Belanda. Mereka merupakan interniran pertama Belanda selama menjajah Indonesia (Sularto 2016: 61-62, 157).

Menurut Sartono Kartodjirdjo, bubarnya IP disebabkan pada perkembangannya golongan mayoritas pribumi lebih banyak tertarik ataupun terserap ke organisasi-organisasi lain dan unsur Indo-Eropa yang konservatif lebih cenderung bergabung dengan Indische Bond. Oleh karena itu IP kehilangan basis massa (Kartodjirdjo 1993: 130).

Penulis: Asti Kurniawati
Instansi: Universitas Sebelas Maret
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.


Referensi

Kartodjirdjo, Sartono (1993). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional. Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jilid 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ricklefs, M.C. (1995). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Universiry Press, Cetakan Kelima.

Schwidder, Emile (2015), “Antara Douwes Dekker dan Henk Sneevliet”. Tim Penyunting. Douwes Dekker. Sang Inspirator Revolusi. Jakarta: KPG dan Tempo, Cetakan Kedua.

Shiraisi, Takashi (1997). Zaman Bergerak. Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Jakarta: Grafiti.

Sularto, St. (2016). Inspirasi Kebangsaan dari Ruang Kelas. Jakarta: Kompas.

Tim Penyunting (2015). Douwes Dekker. Sang Inspirator Revolusi. Jakarta: KPG dan Tempo, Cetakan Kedua.