Pemberontakan Angkatan Umat Islam Kebumen

From Ensiklopedia

Pemberontakan Angkatan Umat Islam adalah satu peristiwa sejarah yang terjadi pada tahun 1950 di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah.  Peristiwa ini terjadi akibat kebijakan restrukturisasi dan rasionalisasi angkatan perang dan  perundingan dengan Belanda. Angkatan Umat Islam (AUI) dibentuk pada tanggal 11 September 1945 di desa Somalangu. Rapat pembentukan AUI  pertama kali diadakan  di rumah Kiai Haji Mashuri yang dihadiri oleh para ulama di seluruh Kebumen, di antaranya  Kiai Affandi, Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman, Kiai M. Syarif dan Kiai Haji Masykur. Berdasarkan hasil rapat diputuskan bahwa yang menjadi ketua AUI adalah Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman, seorang kiai kharismatik yang berasal dari Somalangu. AUI berasaskan Islam dan bertujuan menegakkan negara Indonesia merdeka, menyempurnakan jalannya agama Islam dalam lingkungan masyarakat, memakmurkan bersama  dalam Indonesia merdeka menurut jalan Allah di belakang pemerintah Republik Indonesia yang berasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (Widiyanta 2002: 14; Aryono 2018).

AUI berkembang pesat dan memiliki pengikut hampir di seluruh Kabupaten Kebumen. Agama Islam sebagai ideologi organisasi dan kehadiran ulama menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk bergabung dengan AUI.  Sebagian besar anggota AUI berasal dari golongan petani yang tidak memiliki pendidikan formal dan pendapatan rendah. Mereka memiliki sikap taat dan  fanatik  terhadap ajaran-ajaran dan perintah yang disampaikan oleh pimpian AUI, yaitu Kiai Makhfudz Abdurrahman.  Mereka menyebut Kiai Makhfudz Abdurrahman sebagai Romo Pusat.  Para anggota AUI rela mengorbankan diri dan harta mereka untuk kepentingan organisasinya. Anggota-anggota AUI   diberi pelajaran agama dan latihan militer, terutama bagi mereka yang masih muda (Kuntowijoyo 1991: 116; Harnoko 1986: 32; Widiyanta 2002: 14).

Pada   masa revolusi, Angkatan Umat Islam  berperan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.  Laskar Angkatan Umat Islam pernah  terlibat dalam perang gerilya melawan Belanda di front Sidoarjo dan Magelang. Selain itu, laskar  Angkatan Umat Islam juga membantu Batalyon Sudarmo untuk menyerbu Kota Kebumen yang diduduki oleh Belanda pada bulan Maret 1949. Konflik Angkatan Umat Islam dengan pemerintah mulai terjadi pasca penandatanganan Konferensi Meja Bundar yang menandai berdiri Republik Indonesia Serikat (RIS).  Pada tanggal 17 Mei 1950, pemerintah melakukan restrukturisasi dan rasionalisasi. Seluruh laskar-laskar yang ada,  termasuk laskar Angkatan Umat Islam, digabungkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia (APRIS).  Angkatan Umat Islam dijadikan batalyon territorial yang diberi nama Batalyon Lemah Lanang. Komandannya  adalah  Kiai Haji Nursodik, adik dari Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman yang  diberi pangkat Major (Widiyanta 2002: 15-17; Harnoko 1986: 33).

Penggabungan laskar  Angkatan Umat Islam ke dalam APRIS tidak disetujui oleh  Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman. Ia  menolak bergabung ke dalam APRIS dan membentuk batalyon tandingan yang diberi nama Batalyon Khimayatul Islam dan membentuk kesatuan territorial dengan nama Hidayatul Islam. Batalyon bentukan Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman membuat peraturan-peraturan khusus tentang ketataprajaan yang  bertentangan dengan peraturan pemerintah. Hal ini menyebabkan terjadi kekacauan di wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Umat Islam. Kemudian, pemerintah mengeluarkan pengumuman agar Angkatan Umat Islam menyerahkan persenjataannya. Namun seruan pemerintah ditolak karena mereka beranggapan bahwa Republik Indonesia belum merdeka dan masih terikat dengan Belanda. Oleh karena itu, mereka harus tetap memegang senjata untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (Harnoko 1986: 48-51; Widiyanta 2002: 17).

Upaya damai ditempuh pemerintah untuk mengatasi pemberontakan Angkatan Umat Islam.  Pada  tanggal 27 Juli 1950,  Residen Kedu dan Komandan Batalyon 9 Divisi III mengundang Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman atau yang dikenal dengan Kiai Somalangu untuk datang ke pendopo Kabupaten Purworejo.  Namun undangan ini ditolak oleh penjaga perbatasan daerah Somalangu.   Selanjutnya, pada tanggal 29 Juli 1950, Pemerintah mengutus enam instansi pemerintah yaitu Bupati Kebumen, Kepala Polisi Kabupaten Kebumen, Kepala Jawatan Penerangan Kabupaten Kebumen, Perwira Distrik Militer (PDM) Purworejo, Anggota Staf Batalyon 9 dan Jawatan Agama Kabupaten Kebumen untuk menemui Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman.  Namun, upaya itu lagi-lagi mengalami mengalami kegagalan. Begitu juga dengan Menteri Agama Republik Indonesia, Kiai Haji Wahid Hasyim yang ditolak kehadirannya di Somalangu (van Dijk 1983: 137; Harnoko 1986: 52).

Di tengah upaya diplomasi pemerintah untuk mengatasi pemberontakan Angkatan Umat Islam,  terjadi sebuah insiden tewasnya seorang anggota AUI oleh Corps Polisi Militer (CPM). Hal ini menimbulkan kemarahan Angkatan Umat Islam yang bermarkas di Somalangu. Mereka mulai menembaki pasukan APRIS yang berjaga di utara stasiun Kebumen dan menyandera pegawai-pegawai pemerintah. Pemerintah mengerahkan pasukan dibawah pimpinan Ahmad Yani untuk menumpas Angkatan Umat Islam (Yakino 2021) .

Pertempuran antara APRIS dengan AUI berlangsung selama 3 bulan mulai dari bulan Juli sampai dengan September 1950. Pasukan Lemah Lanang pimpinan Kiai Haji Nursodik yang awalnya bergabung dengan APRIS kemudian menyeberang ke Angkatan Umat Islam. Kekuatan  laskar Angkatan Umat Islam ternyata tidak sebanding dengan APRIS. Laskar AUI mulai terdesak dan terpaksa mundur ke markasnya di Somalangu. Setelah dikepung selama 9 hari, markas AUI dihancurkan oleh APRIS. Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman atau Kiai Somalangu beserta pengikutnya melarikan diri ke Sadang (Harnoko 1986: 53).

Pada tanggal 26 Agustus 1950, pertahanan di Sadang dapat dihancurkan oleh pasukan APRIS. Kiai Haji Nursodik bersama 200 orang lari ke utara lewat Banjarnegara, Batur, Paniggaran, dan bergabung dengan Amir Fatah di Pekalongan. Sementara itu, Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman  yang dikawal sekitar 600 orang bertahan di Nglempongsari, Adipala Selatan. Ia terluka parah dan dibawa menyingkir ke Gunung Srandil, Kroya.  Serangan TNI tanggal 26 September 1950 ke Gunung Srandil menyebabkan tewasnya Kiai Somalangu (Widiyanta 2002: 19).

Pemberontakan Angkatan Umat Islam telah mengakibatkan  terganggunya  keamanan dan ketenteraman di Kebumen. Harga kebutuhan pokok  naik  dan sebagian besar penduduk Kebumen mengungsi ke Wonosobo dan Gombong. Selama terjadi kekacauan di Kebumen, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gombong. Pemerintah melakukan penyuluhan  ke masyarakat tentang kesadaran bernegara, kesadaran pemerintah, kesadaran berangkatan perang, kesadaran berbangsa dan kesadaran bermasyarakat (Harnoko 1986: 55).

Pasca penumpasan pemberontakan Angkatan Umat Islam di Kebumen, pemerintah mengamankan  sisa-sisa anggotanya.  Mereka dibawa ke Nusakambangan untuk dibina dan diberi penyuluhan agama.  Sementara itu, para anggota Angkatan Umat Islam yang terlibat dalam pertempuran dengan APRIS ditahan di penjara Kebumen. Pada bulan Desember 1958 seluruh tawanan Angkatan Umat Islam dibebaskan. Keputusan pemerintah untuk membebaskan tawanan Angkatan Umat Islam berdasarkan pertimbangan bahwa pemberontakan tidak bertujuan untuk mendirikan negara Islam. Mereka  menolak untuk bergabung dengan APRIS yang dianggapnya tidak sesuai dengan tujuan Angkatan Umat Islam.

Penulis: Ida Liana Tanjung
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Yakino dan Eliyanto, AoI (Angkatan Oemat Islam) Incident Controversy in Kebumen 1950. Quest Journals; Journal of Research in Humanities and Social Science. Volume 9- Issue 7 (2021) pp: 33-39

Harnoko, Darto dan Poliman (1986). Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950.Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Direktorat Jenderal Kebudayaan: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

van Dijk, Cornelis (1983).  Darul Islam: Sebuah Pemberontakan. Jakarta: Grafiti Press.

Kuntowijoyo (1991). Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan

Widiyanta. Danar (2002).  Angkatan Oemat Islam 1945-1950: Studi Tentang Gerakan Sosial di Kebumen.Jurnal Penelitian Humaniora .Vol 7. No.2 , Oktover 2002, p. 1-26

Aryono. 2018. Perlawanan Laskar Islam. https://historia.id