Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) adalah salah satu organisasi pergerakan kemerdekaan yang berbentuk federasi dan berasal dari gabungan berbagai partai politik. PPPKI didirikan dalam sebuah rapat di Sekolah Taman Siswa Bandung pada tanggal 17-18 Desember 1927. PPPKI merupakan organisasi partai-partai politik tanpa tuntutan ideologi, kecuali perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia (Kasenda 2010: 32). Organisasi-organisasi pertama yang bergabung dalam PPPKI adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Sarekat Islam (PSI), Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Indonesische Studieclub (Kelompok Studi Indonesia) Algemeene Studieclub, dan Sarekat Sumatera dan Perhimpunan Kaum Betawi (Pringgodigdo 1980: 74).
Cikal bakal didirikannya PPPKI adalah timbulnya kesadaran dari para tokoh pergerakan untuk bersama-sama mewujudkan persatuan Indonesia pada periode 1920-an. Pada bulan April 1927, Sukarno dan Sukiman telah mencapai satu kesepakatan yang menjadi dasar bagi suatu federasi dari partai-partai politik. Pada bulan Agustus 1927, setelah Kongres PSI di Pekalongan, diputuskan bahwa PSI akan bergabung dalam federasi yang telah direncanakan. Kemudian, sebuah rapat diadakan pada tanggal 17-18 Desember di Sekolah Taman Siswa di Bandung untuk mengatur pembentukan federasi secara resmi. Pertemuan tersebut mengesahkan sebuah Anggaran Dasar yang telah dipersiapkan oleh Sukarno dan Sukiman dan secara resmi pada hari itu juga lahirlah PPPKI (Ingleson 1988: 54-55).
PPPKI bertujuan menyamakan arah aksi kebangsaan, memperkuatnya dengan memperbaiki organisasi dengan kerjasama antar-anggotanya dan menghindarkan perselisihan. Atas dasar itu, di dalam konsentrasi itu tidak akan diperbincangkan masalah asas dan paham-paham partai yang bergabung (Pringgodigdo 1980: 74). Dengan demikian, solidaritas yang menjadi pokok penting antara organisasi kebangsaan dapat dijalankan (Kartodirdjo 1990: 158).
Pada 30 Agustus - 2 September 1928, PPKI mengadakan kongres pertamanya di Surabaya. Kongres tersebut mengambil mosi antara lain dalam berpropaganda untuk organisasi sendiri, anggota PPPKI tidak boleh menyalahkan asas-asas dan tujuan anggota lainnya, juga tidak boleh menggunakan kata-kata yang menimbulkan perasaan yang merugikan anggota lainnya dan segala perselisihan antara anggota PPPKI haruslah dengan jalan perundingan (Andriyanto 2019: 76).
PPPKI menyelenggarakan Kongres kedua pada tanggal 25 - 27 September 1928. Dalam Kongres ini PPPKI mengambil mosi penting, yakni keharusan untuk menjadikan musuh kepada siapa saja yang tidak menghormati persatuan Indonesia. Setelah keputusan itu diambil maka secara otomatis semua anggota PPPKI di daerah hanya mengakui Indonesia sebagai tanah air. Pada kongres kedua ini pula disahkan berdirinya Fonds Nasional dan memberikan mandat kepada Persatuan Indonesia (PI) sebagai perpanjangan tangan dari PPPKI untuk propaganda di dalam dan luar negeri (Pringgodigdo 1980: 87-88).
Meski berusaha menyatukan partai-partai politik kala itu, PPPKI tidak luput dari kritik. Bung Hatta dengan PNI-baru memutuskan untuk tidak ikut bergabung karena alasan idealis. Dalam Daulat Ra’jat (30 November 1933), Hatta menyindir PPPKI terlalu menginduk pada konsep Sukarno dari PNI, padahal menurutnya setiap anggota federasi berhak dan bebas untuk mengkampanyekan asas mereka sendiri (Tunggul Alam 2003: 81). Kritik kedua Bung Hatta terhadap PPPKI adalah organisasi itu dianggap mengalami dua krisis, yakni krisis ideologi dan krisis impotensi (Ingleson 1988: 149-150).
Kritik Bung Hatta terhadap PPPKI kemudian menjadi kenyataan setelah terjadi perselisihan internal dalam tubuh PPPKI. Penyebabnya adalah perbedaan prinsip antara anggota-anggotanya yakni PSI (Nasionalis-Islam), PNI (Nasionalis-Sekuler), dan Budi Utomo (Konservatif). PSI takut bahwa PNI akan mendominasi organisasi itu, ditambah lagi dengan keluarnya Partindo dari federasi pada 1935 membuat PPPKI menjadi tidak efektif lagi. PPPKI bubar secara sendirinya setelah empat tahun tidak mengadakan kegiatan apapun, sementara itu Gabungan Politik Indonesia (GAPI) muncul pada tahun 1939 sebagai wadah baru yang utama bagi partai-partai politik di Indonesia kala itu (Andriyanto 2019: 86).
Penulis: Muhamad Mulki Mulyadi Noor
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso
Referensi
Andriyanto (2019) Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (1908-1945). Klaten: Penerbit Lakeisha.
Ingleson, John (1988) Jalan ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia tahun 1927-1935. Jakarta: LP3ES.
Kartodirdjo, Sartono (1990) Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme, Jilid 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kasenda, Peter (2010), Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933). Depok: Komunitas Bambu.
Pringgodigdo, A.K. (1980) Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Samosir, Osbin (2022) Partai Politik pada Abad 21: Pengertian, Fungsi dan Praktik di Indonesia. Jakarta: UKI Press.
Sudiyo dkk (1997) Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia: Dari Budi Utomo sampai dengan Pengakuan Kedaulatan. Jakarta: DEPDIKBUD-MUSKITNAS.
Tarling, Nicholas (ed), (1999) Cambridge History of Southeast Asia Vol II, Part I. UK: Cambridge University Press.
Tunggul Alam, Wawan (2003) Demi Bangsaku: Pertentangan Bung Karno Vs Bung Hatta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.