Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD)
Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) adalah komando utama yang dimiliki Angkatan Darat RI. Kesatuan yang memiliki kemampuan khusus ini juga pernah dinamai Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat (Puspassus AD) (sejak 12 Desember 1966), Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassanda) (sejak 17 Februari 1971), dan Kopassus (sejak 26 Desember 1986) (Galih, 2009).
Cikal bakal pembentukan komando utama ini digagas Slamet Riyadi saat ia memimpin penumpasan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada 1950 (Soetrisno, 1962) dan direalisasikan oleh Alex Kawilarang saat dia menjadi Panglima Teritorium III Siliwangi pada 1952. Kawilarang membentuk Kesatuan Komando Teritorium III, yang berkekuatan satu kompi. Komandan pertamanya dijabat Mohammad Idjon Djambi. Markas pasukan komando ini terletak di Batujajar, Bandung.
Setahun setelah dibentuk, kesatuan yang juga dinamakan Pasukan Komando Siliwangi ini langsung ditugaskan melumpuhkan gerakan DI/TII di pedalaman Jawa Barat, dan berhasil menunaikan tugasnya dengan baik. Keberhasilan mereka menarik perhatian Markas Besar TNI Angkatan Darat yang kemudian mengembangkannya menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) pada 9 Februari 1953. Sejak tanggal tersebut kesatuan ini berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Setelah jumlah anggota berkembang, KKAD ditingkatkan (diupgrading) menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djambi. Upacara resmi peningkatan KKAD menjadi RPKAD ini dilaksanakan tanggal 25 Juli 1955 di Batujajar dan dipimpin oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Untuk menandai perubahan itu, para tentara merendam tutup kepala mereka yang berwarna lumpur dengan pewarna merah. Warna yang secara tradisional disukai oleh pasukan udara di Eropa, RKPAD sejak saat itu distandarisasi menjadi baret merah (Conboy, 2003). Tahun 1959 unsur-unsur tempur RPKAD dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Saat itu kesatuan ini memiliki kekuatan sebanyak tiga kompi, masing-masing berkekuatan sekitar 300 anggota, dan setiap kompi terdiri dari tiga pleton.
Nama RPKAD kian mencuat dengan keberhasilannya di medan tempur melawan PRRI/Permesta di Sumatra dan Sulawesi tahun 1958-1959. Mereka juga dikenal tangguh dalam pertempuran saat konfrontasi dengan Malaysia. Nama pasukan komando ini semakin menjadi buah bibir ketika pada 1965, di bawah Sarwo Edhi Wibowo, RPKAD berperan besar menumpas G30S/PKI. “The PKI really began to be destroyed when hit by the RPKAD. The number of PKI people killed was far more than the number of RPKAD troops,” tulis John Roosa (2020).
Pada tahun 1965, RPKAD hanya satu unit kecil saja di Angkatan Darat, tetapi posisi dan perannya penting. Resimen yang terlatih secara militer itu belum punya banyak pengalaman dalam politik. Saat ditugasi menumpas G30S, jumlah anggota RPKAD di Jawa hanya tinggal separo dari kekuatan rilnya, karena banyak dari mereka yang dikirim ke perbatasan Malaysia dalam rangka konfrontasi Dwikora. Namun dengan jumlah yang terbatas itu, resimen ini tidak sulit menggulung gerakan 30 September yang dipimpin Untung. Di samping perlawanan yang tidak kuat, aksi RPKAD dimudahkan oleh adanya dukungan masa penentang PKI (Matanasi, 2011; Gunawan, 2012).
Penumpasan G30S bukanlah prestasi puncaknya. Selepas aksi tersebut unit ini juga dilibatkan dalam berbagai tugas tempur, gangguan keamaan, dan penangani aksi terorisme. Kesatuan ini aktif dalam aksi militer di Timor Timur, penumpasan GAM di Aceh, pembebasan sandera Garuda di Bangkok, serta aksi penumpasan OPM di Papua (Conboy, 2003).
Unit Komando Utama ini, tidak hanya berperan penting dalam menjaga keutuhan bangsa, tetapi juga merupakan lembaga penting bagi para komandannya untuk menduduki posisi yang lebih strategis di dunia militer atau sipil. Hal ini dibuktikan dengan banyak mantan komandan kesatuan ini yang kemudian menjadi KASAD, Panglima ABRI/TNI, Mentri dan jabatan-jabatan penting sipil/militer lainnya di republik ini.
Penulis: Dedi Arsa
Instansi: IAIN Bukittinggi
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan
Referensi
Conboy, Kenneth J. 2003. Kopassus, Inside Indonesia’s Special Forces. Jakarta: Ekuinox.
Galih, 2009. “Komando Pasukan Khusus (Kopassus)” dalam Beni Sukadis (ed.), Almanak Reformasi Sektor Keamanan Indonesia, Jakarta: Lesperssi & DCAF.
Gunawan, Restu , Sukri Abdurrachman, Taufik Abdullah, 2012. Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional, Bagian II Konflik Lokal Volume 2, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Matanasi, Petrik. 2011. Untung, Cakrabirawa, dan G 30 S, Jakarta: Trompet Book.
Roosa, John. 2020. Buried Histories: The Anticommunist Massacres of 1965-1966 in Indonesia, University of Wisconsin Press.
Soetrisno, Kapten. 1962. “Sedjarah Singkat Corps Para Komando Angkatan Darat”, Madjalah Sedjarah Militer Angkatan Darat, No. SA, 10. Pusat Sedjarah Militer Angkatan Darat (h. 48-52).