Oesman Effendi: Difference between revisions
m (Text replacement - "Category:Tokoh" to "{{Comment}} Category:Tokoh") |
m (Text replacement - "Penulis: Samidi" to "{{Penulis|Samidi|Masyarakat Sejarah Indonesia|Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum}}") |
||
Line 11: | Line 11: | ||
Pengalaman di berbagai pergulatan dalam bidang kesenian dari berbagai kota sejak usia masih kategori anak-anak diteruskan kepada masyarakat yang jauh dari jangkauan. Oesman Effendi pulang ke tanah kelahiran pada tahun 1973, dan hal yang membanggakan atas menerima diploma kehormatan Seni Grafika yang didapatkan dari ''Academie Della Arte del Disegno di Firenze'', Italia tahun 1974. Talenta disalurkan dan dikembangkan tidak lagi pada diri sendiri tetapi kepada generasi penerus. Di tanah di pinggir jalan desa Koto Kaciak, yang jaraknya kurang lebih 100 km dari Kota Padang, dibangun sanggar seni lukis dua tingkat berukuran 6 x 21 meter dan untuk perpustakaan seni rupa. Untuk siapa lagi kalau bukan untuk anak negeri. Oesman Effendi meninggal pada Maret 1985. | Pengalaman di berbagai pergulatan dalam bidang kesenian dari berbagai kota sejak usia masih kategori anak-anak diteruskan kepada masyarakat yang jauh dari jangkauan. Oesman Effendi pulang ke tanah kelahiran pada tahun 1973, dan hal yang membanggakan atas menerima diploma kehormatan Seni Grafika yang didapatkan dari ''Academie Della Arte del Disegno di Firenze'', Italia tahun 1974. Talenta disalurkan dan dikembangkan tidak lagi pada diri sendiri tetapi kepada generasi penerus. Di tanah di pinggir jalan desa Koto Kaciak, yang jaraknya kurang lebih 100 km dari Kota Padang, dibangun sanggar seni lukis dua tingkat berukuran 6 x 21 meter dan untuk perpustakaan seni rupa. Untuk siapa lagi kalau bukan untuk anak negeri. Oesman Effendi meninggal pada Maret 1985. | ||
Penulis | {{Penulis|Samidi|Masyarakat Sejarah Indonesia|Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum}} | ||
Revision as of 17:34, 10 August 2023
Oesman Effendi adalah seorang seniman otodidak asal Sumatra Barat. Ia lahir pada 28 Desember 1919 di Koto Gadang, Agam. Sejak muda, Oesman Effendi telah meninggalkan kampung karena sekolah HIS ditamatkan di Bukit Tinggi yang dilanjutkan lagi ke Sekolah Teknik di Jakarta tahun 1936. Sentuhan seni lukis dimulai di Museum Pusat Jakarta yang diakuinya sebagai almamater, karena mendapatkan pandangan tentang ragam hias dipampang di museum. Inspirasi datang sebagai kemiripan yang dirasakan oleh setiap orang terhadap tahapan belajar dan berkarya.
Belajar tidak harus melalui lembaga formal untuk tujuan pengembangan minat dan mengoptimalkan bakat, demikianlah yang terjadi pada Oesman Effendi yang dikenal sebagai seniman lukis yang menjalani hidup selama 65 tahun 3 bulan. Bakat seni lukis sudah muncul ketika memenangkan ex libris yang bernilai seni di Bataviasche Kuntskring tahun 1938 pada usia 19 tahun. Keterampilannya melukis dikembangkan melalui sanggar Seniman Indonesia Muda yang mencakup genre yang ada, seperti seni rupa, sastra, drama, dan musik. Pada awalnya perkumpulan ini didirikan di Kota Madiun pada 1946 untuk konsolidasi seniman nasionalis yang diprakarsai oleh S. Sudjojono, Trisno Sumardjo, Sunindyo, dan Suradji, selanjutnya pindah ke Surakarta pada 1947. Adanya terbitan yang dihasilkan dari perkumpulan ini juga berkontribusi mengasah kemampuannya menulis. Pada saat bermarkas di Surakarta inilah Oesman Effendi bergabung menekuni seni lukis, kemudian pindah ke Yogyakarta, dan kembali ke Jakarta tahun 1949.
Oleh karena talentanya sebagai pelukis, maka ia bergabung dari tahun 1949-1951 ke Gabungan Pelukis Indonesia (GPI) yang didirikan oleh Affandi dan Sutikno sejak tahun 1948. Pada tahun 1951, Oesman Effendi melakukan bepergian ke Belanda atas perintah dari Bank Indonesia untuk mempelajari dan mendesain gambar pada mata uang kertas Republik Indonesia. Berdasarkan daftar penumpang yang dipublikasikan hari Senin (Java Bode dan Nieuw Courant, 29 Januari 1951), nama Oesman Effendi berangkat ke Amsterdam pada hari Sabtu, 3 Februari 1951. Kunjungan kerja ini menambah pengalaman baru. Perhatiannya masih tetap pada seni lukis. Bersama dengan koleganya, Oesman Effendi mendirikan asosiasi Masyarakat Pelukis Indonesia (MPI) di Jakarta pada 8 Desember 1954 yang diberi amanat sebagai bendahara, sedangkan Sesongko sebagai ketua, wakil ketua dan Sekretaris Trisno Soemardjo. Asosiasi ini bertujuan untuk melakukan kegiatan lebih banyak terkait seni lukis (De Nieuwsgier, 10 Desember 1954).
Organisasi yang mengkhususkan perhatian pada kebudayaan menjadi wadah dalam pengembangan. Lembaga Kebudayaan Indonesia dibentuk pada tahun 1950, tetapi berubah menjadi Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional setelah kongres di Bandung tahun 1951. Oesman Effendi merupakan salah satu orang yang mendapat penghargaan dari BMKN pada tahun 1952/1953 bersama dengan pengarang terkenal, seperti H.B. Jassin, Bakri Siregar, Rivai Apin, Mr. St. Takdir Alisjahbana, dan Noer St. Iskandar. Pada dekade selanjutnya, Oesman Effendi tentu menjadi bagian di Dewan Kesenian Jakarta ataupun di Taman Ismail Marzuki pada periode awal saat lembaga ini didirikan pada 1968, bahkan menjadi salah satu unsur pimpinan pada tahun 1970/1972 sekaligus mengajar juga Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ).
Sebagai seorang seniman lukis, pameran lukisan merupakan bagian dari publikasi dan ikut berperan aktif di pameran-pameran seni lukis Jakarta pada tahun 1960 dan 1962. Pameran di luar negeri yang pernah diikuti adalah Sao Paulo, New Delhi, London, Amsterdam, dan Tokyo. Pembeli salah satu lukisannya adalah Stedelijk Museum Amsterdam. Karya Oesman Effendi dikenal sebagai perintis gaya abstrak yang tentunya bersama pelukis-pelukis lainnya, seperti Zaini, Nashar dan Rusli. Para pelukis ini mengungkapkan dunia dan obyek-obyek sebagai tema-tema dalam irama ungkapan yang geometris, meditatif, puitis, dramatis, dan magis.
Pengalaman di berbagai pergulatan dalam bidang kesenian dari berbagai kota sejak usia masih kategori anak-anak diteruskan kepada masyarakat yang jauh dari jangkauan. Oesman Effendi pulang ke tanah kelahiran pada tahun 1973, dan hal yang membanggakan atas menerima diploma kehormatan Seni Grafika yang didapatkan dari Academie Della Arte del Disegno di Firenze, Italia tahun 1974. Talenta disalurkan dan dikembangkan tidak lagi pada diri sendiri tetapi kepada generasi penerus. Di tanah di pinggir jalan desa Koto Kaciak, yang jaraknya kurang lebih 100 km dari Kota Padang, dibangun sanggar seni lukis dua tingkat berukuran 6 x 21 meter dan untuk perpustakaan seni rupa. Untuk siapa lagi kalau bukan untuk anak negeri. Oesman Effendi meninggal pada Maret 1985.
Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum
Referensi
De Nieuwsgier, 10 Desember 1954
------------------, 9 Desember 1953
Java Bode, 29 Januari 1951
Nieuw Courant, 29 Januari 1951