Himpunan Sarjana Indonesia

From Ensiklopedia

Himpunan Sarjana Indonesia (HSI, dalam ejaan lama: Himpoenan Sardjana Indonesia) merupakan salah satu organisasi yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), selain Pemuda Rakyat (untuk pemuda), SOBSI (untuk serikat buruh), BTI (untuk petani), Gerwani (untuk perempuan), dan Lekra (untuk penulis dan seniman).

Pada akhir 1950an dan awal 1960an muncul berbagai organisasi mahasiswa dan perkumpulan intelektual di Indonesia. Mereka berbeda secara ideologis dan adakalanya berafiliasi dengan partai politik. Pada 1964, para sarjana Muslim mendirikan Persatuan Sarjana Muslim Indonesia (Persami). Para intelektual Kristen bergabung ke dalam Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKI) yang berdiri tahun 1958 dan Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) yang dibentuk tahun 1963. Para sarjana nasionalis bergabung dengan organisasi Ikatan Sarjana Republik Indonesia (ISRI). Sementara itu, kalangan intelektual komunis bergabung dengan dua organisasi cendekiawan, HSI dan Organisasi Tjendekiawan Indonesia (OTI) yang berdiri pada paroh pertama dekade 1960an (Latif 2013: 394).

Pada Agustus 1965, pimpinan PKI menyampaikan data-data terkait jumlah anggota PKI dan organisasi-organisasi sayapnya. Menurut pimpinan PKI dalam informasi yang disiarkan melalui surat kabar resmi partai, Harian Rakjat, tanggal 20 Agustus 1965, angka total anggota PKI dan organisasi-organisasi sayapnya mencapai 27.070.000, dengan 70.000 di antaranya merupakan anggota HSI (Mortimer 2006: 366). Walaupun diyakini bahwa PKI dan organisasi-organisasi sayapnya memiliki pengikut yang besar, angka-angka tersebut masih diperdebatkan akurasinya oleh sejarawan, terutama karena adanya mereka yang menjadi anggota di dua organisasi berbeda (Wieringa 2010: 24).

Anggota HSI berasal dari kalangan pengajar di universitas. Salah satunya ialah para dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. Pada dekade awal 1960an, UGM mempromosikan diri sebagai universitas sosialis dan mendukung berbagai kebijakan Presiden Sukarno, termasuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959, perebutan Irian Barat dari Belanda dan penolakan terhadap pembentukan Malaysia. Di dalam kampus, para pengajar dan pegawai UGM bergabung ke dalam berbagai organisasi politik maupun organisasi sayapnya, di antaranya dengan menjadi anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) dan organisasi sayapnya, ISRI, serta KBM (Kesatuan Buruh Marhaen). Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Masyumi juga memiliki pengaruh di universitas. Pengaruh PKI di UGM terlihat dari sejumlah dosennya yang bergabung dengan HSI dan pegawainya yang menjadi anggota organisasi sayap PKI lainnya, Serikat Sekerja Pendidikan (SS-Pendidikan) (Wahid dalam McGregor, Melvin & Pohlman [ed.] 2018: 164-165).

Di Jakarta, salah satu kegiatan HSI adalah mengadakan kongres, dan dalam salah satu kongresnya HSI menuntut pembubaran HMI. Tuntutan itu direspon oleh Rektor Universitas Nasional (UNAS), yang juga merupakan ketua umum HSI, dengan keputusan untuk melarang semua kegiatan HMI di UNAS per minggu kedua September 1965 (Anwar 2006: 372).

Pimpinan HSI dipegang oleh Ashar Munandar, seorang dokter terkemuka di Jakarta sekaligus pengajar di bidang kedokteran di Universitas Indonesia (Roosa 2020: 108). Sosok terkemuka lain yang menjadi bagian dari HSI ialah Carmel Budiardjo, seorang pengamat ekonomi asal Inggris yang menikah dengan seorang pria Indonesia yang juga anggota PKI, Suwondo Budiardjo, di Cekoslowakia. Carmel pernah bekerja di kantor berita Antara (sebagai penerjemah) dan di Kementerian Luar Negeri RI (sebagai peneliti di bidang ekonomi). Aktivitasnya di HSI membuatnya dekat dengan para tokoh PKI, termasuk Njoto (Sriyono, Djumala & Hapsoro [ed.] 2021: 100).

Lantaran asoasiasinya dengan PKI, sejumlah anggota HSI ditangkap dan ditahan oleh aparat keamanan setelah pecahnya pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965.

Penulis: Muhammad Yuanda Zara
Instansi: Universitas Negeri Yogyakarta
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.


Referensi

Anwar, Rosihan. 2006. Sukarno-Tentara-PKI: Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Latif, Yudi. 2013. Genealogi Inteligensi: Pengetahuan & Kekuasaan Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.

Mortimer, Rex. 2004 [pertama kali terbit tahun 1974]. Indonesian Communism under Sukarno: Ideology and Politics, 1959-1965. Jakarta & Singapore: Equinox Publishing.

Roosa, John. 2020. Buried Histories: The Anticommunist Massacres of 1965-1966 in Indonesia. Wisconsin: The University of Wisconsin Press.

Sriyono, A. Agus, Darmansjah Djumala & Bagas Hapsoro (ed.). 2021. Diplomasi: Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wahid, Abdul. 2018. ‘Counterrevolution in a Revolutionary Campus: How Did the “1965 Event” Affect an Indonesian Public University?’ dalam: Katharine McGregor, Jess Melvin & Annie Pohlman (ed.), The Indonesian Genocide of 1965: Causes, Dynamics and Legacies. London: Palgrave Macmillan.

Wieringa, Saskia Eleonora Wieringa. 2010. Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI. Yogyakarta: Penerbit Galangpress.