Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono (I.J. Kasimo)
I.J. Kasimo merupakan aktivis pergerakan dan politisi yang terkenal dengan kiprahnya sebagai salah seorang pendiri Partai Katolik di Indonesia. Ia lahir pada 10 April 1900, sebagai anak keempat dari sebelas bersaudara. Masa kecil ia habiskan dengan membantu kedua orang tuanya–khususnya ibunya–untuk berjualan di pasar, guna membantu perekonomian keluarga. Hal ini karena pada saat tersebut sebagai seorang abdi dalem, Ronosantiko tidak menerima gaji, imbalan yang di dapat hanya berupa sebidang tanah seluas kurang lebih 7.096,50 m2. Gaji berupa uang baru ia peroleh setelah sistem apanage diganti dengan undang-undang tahun 1918 (Kisworo, 2017: 20; Tashadi, 1993: 156).
I.J. Kasimo menempuh pendidikan dasar di Sekolah Bumiputra Kelas Dua Gading. Di sekolah inilah ia kemudian bertemu dengan Romo Fransiscus van Lith, S.J, yang kelak akan mengubah pandangan hidupnya. Van Lith merupakan seorang kepala sekolah Kweekschool[1] di Muntilan, yang setiap tahun keliling sekolah-sekolah di Yogyakarta dan beberapa daerah lainnya, untuk mencari murid tambahan yang bersedia menjadi guru. Atas berbagai pertimbangan, akhirnya Kasimo remaja yang pada saat itu berusia 12 tahun, memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke Muntilan, setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya (Soedarmanta, 2011: 17). Pandangan nasionalisme I.J. Kasimo mulai terbentuk ketika ia berada di Muntilan. Akan tetapi, ia baru bisa mengimplementasikan pandangannya tersebut ketika menempuh pendidikan di Middlebare Landbouwschool, Bogor, pada 1918. Di sana, ia aktif mengikuti perkumpulan Jong Java, sebuah organisasi yang memiliki tujuan untuk mendidik para anggotanya, agar dapat memberikan sumbangsih bagi pembangunan Jawa (Kisworo, 2017: 2).
Sekitar tiga tahun setelah menempuh pendidikan di Middelbare Landbouwschool Bogor, I.J. Kasimo diangkat menjadi pegawai perkebunan pemerintah (Aspirant Landbouw Consultant), sebelum akhirnya dipindahkan menjadi guru sekolah pertanian di Tegalgondo, Klaten (biokristi.sabda.org , diakses pada Januari 2022). Pada bulan Februari 1923 bersama dengan dua kawannya yakni F.S. Harjadi dan R.M. Jacob Soejadi, I.J. Kasimo mendirikan sebuah partai Katolik yang diberi nama Pakempalan Politik Katolik Djawi (PPKD), yang kemudian berubah nama menjadi Perkumpulan Politik Katolik di Djawa pada 1925. Setelah diselenggarakannya Kongres Pemuda pada 1928, nama partai tersebut kembali berubah menjadi Persatuan Politik Katolik Indonesia (PPKI) (Kou, 2009: 4; Haryono, 2009: 202).
Setelah sukses mendirikan partai tersebut, I.J. Kasimo kemudian mendapat kehormatan untuk menjadi anggota Volksraad sebagai perwakilan dari PPKI pada 1931-1942 (Gonggong, 2008: 6). Selama menjadi anggota Volksraad, I.J. Kasimo kerapkali aktif menyuarakan pendapatnya. Dalam salah satu rapat umum Volksraad, I.J. Kasimo membahas mengenai hubungan dalam beragama. Menurutnya, seorang Katolik Pribumi dapat menjadi seorang nasionalis, tanpa harus mengorbankan keyakinannya. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa untuk mencapai sebuah kemerdekaan diperlukan kerjasama semua kelompok, semua golongan (De Indische Courant, edisi 13 Juli 1931).
Pandangannya tersebut tidak hanya sebatas sebuah retorika belaka, tetapi ia mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata. Hal ini seperti ketika Kasimo menjadi ketua panitia perbaikan rumah Prawoto Mangkusasmito, yang pada saat tersebut merupakan tokoh Partai Masyumi. Saat itu Kasimo rela mengantar map berisi les untuk mencari sumbangan perbaikan rumah Prawoto (Karim, 2014: 133).
Selama aktif sebagai anggota Volksraad, pada 1935 I.J. Kasimo menjadi pengurus inti (wakil ketua) Inheemsche Planters Vereeniging, sebuah organisasi bagi penanam/pekebun Bumiputera. Organisasi ini memiliki tujuan untuk mempromosikan kepentingan pekebun pribumi, yang berkaitan dengan tanaman komersial seperti karet, kelapa, kapuk, teh, lada, tembakau dan lain sebagainya. Untuk mencapai tujuannya tersebut, mereka mendirikan sebuah kantor untuk studi ekonomi komersial, teknis, dan hukum (Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indie, edisi 11 Februari 1935; De Sumatera Post, edisi 20 Februari 1935). Selain itu, selama periode 1921-1943, I.J. Kasimo menjadi pegawai dari Perkebunan Karet Negara, sebelum akhirnya menjadi pegawai negeri pada Djawatan Penerangan Pertanian Rakjat (Landbouwvoorlichtingsdienst) (Parlaungan, 1956: 354).
Tidak banyak keterangan yang diperoleh baik mengenai karir politik maupun kehidupan pribadi dari I.J. Kasimo pada periode ini. Berdasarkan beberapa sumber diketahui pada periode pendudukan Jepang hingga periode kemerdekaan, I.J. Kasimo menjabat sebagai Wakil Kepala Djawatan Perekonomian Negara Surakarta. Selain itu, ia juga menjadi delegasi Indonesia pada perundingan dengan pihak Belanda (Penerangan, 1954: 94). Hal lain yang dapat diketahui adalah pada periode ini Jepang melarang PPKI besutan I.J. Kasimo untuk aktif berkontribusi dalam dunia perpolitikan tanah air. Kemudian setelah Indonesia merdeka, atas gagasan I.J. Kasimo, Persatuan Politik Katolik Indonesia berubah nama menjadi Partai Katolik Republik Indonesia. Pada periode awal kemerdekaan I.J. Kasimo menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) (tokoh.id/tokoh-pahlawan , diakses pada Januari 2022).
Pasca kemerdekaan, I.J. Kasimo memulai karir dengan menjabat sebagai Menteri Muda Kemakmuran I (First Deputy Minister of Prosperity) pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II, yakni 3 Juli 1947–11 November 1947 dan 11 November 1947-29 Januari 1948 (Finch dan Daniel, 1965: 10-12). Kemudian, setelah menjabat sebagai menteri pada Kabinet Amir Sjarifuddin, I.J. Kasimo kembali menjadi bagian dari Kabinet Hatta yang pertama, dengan menjabat sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat, dari 29 Januari–4 Agustus 1949 (Finch dan Daniel, 1965: 15). Ketika Yogyakarta mengalami Agresi Militer Belanda II, I.J. Kasimo bersama-sama dengan R. Panji Suroso dan Prawoto ikut bergerilya untuk mempertahankan kemerdekaan republik. Kemudian, ia juga menjadi anggota komisariat Pemerintah Darurat Republik Indonesia sekaligus menjabat sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat (Ghazali, 1998: 5; Finch dan Daniel, 1965: 16).
Peran I.J. Kasimo dalam dunia politik air dilanjutkan dengan terpilihnya ia sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat dan Menteri Kesejahteraan sekaligus, selama dua periode berturut-turut, yakni pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949-20 Desember 1949) dan Kabinet Susanto (20 Desember 1949-21 Januari 1950) (Finch dan Daniel, 1965: 18). Setelah aktif menduduki jabatan sebagai menteri dalam beberapa periode, pada 1950, I.J. Kasimo diangkat menjadi Kepala Djawatan Perkebunan RI (Parlaungan, 1956: 354). Kemudian, pada pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat pertama yang diselenggarakan 1954, I.J. Kasimo terpilih menjadi anggota DPR di daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur, sebagai perwakilan fraksi Partai Katolik, hingga tahun 1960 (Parlaungan, 1956: 24).
Pada 1955, I.J. Kasimo kembali menjadi menteri, sebagai Menteri Perekonomian pada Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-26 Maret 1956) (Finch dan Daniel, 1965: 32). Selama menduduki jabatan sebagai Menteri Perekonomian, Kasimo memiliki gagasan yang kemudian dikenal sebagai Plan Kasimo (Rencana Kasimo). Gagasan ini merupakan sebuah rencana produksi 5 tahun atau swasembada pangan, yang berisi anjuran untuk memperbanyak kebun bibit unggul, pencegahan hewan pertanian untuk disembelih, penanaman kembali lahan kosong, dan perpindahan penduduk ke Sumatera (Shafiani, 2019: 36). Pada 1960, I.J. Kasimo menjadi Ketua Yayasan Bentara Rakyat, yang pada saat tersebut menerbitkan surat kabar Kompas (Krissandi, 2018: 215).
Setelah menjadi Menteri Perekonomian pada Kabinet Burhanuddin Harahap, I.J. Kasimo beberapa kali menduduki jabatan penting di pemerintahan, diantaranya yaitu sebagai Tim Pemberantas Korupsi pada 1967 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung RI pada 1968-1973 (tokoh.id/tokoh-pahlawan , diakses pada Januari 2022). Pada sekitar Juni 1960, bersama dengan beberapa rekan cendekiawan muda katolik, I.J. Kasimo menggagas pendirian sebuah perguruan tinggi Katolik dengan nama Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, atau yang kemudian dikenal sebagai Unika Atma Jaya. Sebagai salah satu pendiri, nama I.J. Kasimo diabadikan sebagai nama salah satu gedung di Unika Atma Jaya, yaitu gedung I.J. Kasimo (atmajaya.ac.id, diakses pada Januari 2022; sejarah-atmajaya.ac.id, diakses pada Januari 2022).
Setelah semua perjuangan dan pengabdian I.J. Kasimo untuk Republik Indonesia, pada 1986 I.J. Kasimo wafat di RS Saint Carolus, Jakarta. Sebagai bentuk penghormatan terakhir, jenazah beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Selama masa hidupnya, I.J. Kasimo tercatat pernah menerima beberapa penghargaan. Adapun beberapa penghargaan tersebut di antaranya yaitu penganugerahan Bintang Ordo Gregorius Agung oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1980, pengangkatan sebagai Kesatria Komandator Golongan Sipil dari Ordo Gregorius Agung, serta penganugerahan gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah Republik Indonesia pada 2011, berdasarkan SK Presiden Nomor 113/TK/2011 (biokristi.sabda.org , diakses pada Januari 2022; edukasi.kompas.com, diakses pada Januari, 2022).
Penulis: Allan Akbar
Instansi: Bank Indonesia Institute
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si
Referensi
Anonim. (1954). Kami Perkenalkan. Jakarta: Kementerian Penerangan.
De Indische Courant, edisi 13 Juli 1931
De Sumatera Post, edisi 20 Februari 1935
Finch, Susan dan Daniel S. Lev. 1965. Republic of Indonesia Cabinets 1945-1965. New York: Cornell University.
Ghazali, Zulfikar, (1998), Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan Prawoto Mangkusasmito, Wilopo, Ahmad Subarjo. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Gonggong, Anhar. “Kasimo Layak Jadi Pahlawan Nasional”, dalam Hidup, edisi 9 November 2008.
Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indie, edisi 11 Februari 1935
Haryono, Anton., (2009). Awal Mulanya adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta 1914-1940. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Karim, Muhamad. (2014). “Mahalnya Keteladanan Pancasila”, dalam Kesejahteraan Sosial, Vol. 1, No. 2, Mei 2014, hlm. 133-134.
Kisworo, Klemens Setya Puja. (2017). “Nasionalisme I.J. Kasimo pada Zaman Kolonial”, Skripsi, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Kou, Willy Ferdinandus, (2009), “Perkembangan Partai Katolik”, Skripsi, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Krissandi, Apri Damai Sagita, (2018), “Newspaper “Kompas in Indonesian Political Constellation (1960-1980)”, dalam International Journal of Humanity Studies, Vol. 1, No. 2, Maret 2018, hlm. 214-227.
Parlaungan. (1956). Hasil Rakjat Memilih Tokoh-tokoh Parlemen (Hasil Pemilihan Umum Pertama 1955). Jakarta: CV. GITA.
Shafiani, Fanni, (2019), “Implementasi Program UPSUS PAJALE (Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai) dalam Rangka Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan”, dalam Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP), Vol. 5, No. 1, pp. 35-41.
Soedarmanta, J.B. (2011). Biografi I.J. Kasimo: Politik Bermartabat. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Tashadi dkk., (2001). Tokoh-tokoh Pemikir Paham Kebangsaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anonim, “IJ Kasimo Hendrowahyono: Politisi Berpendirian Teguh”, dalam tokoh.id, https://tokoh.id/tokoh/pahlawan/ij-kasimo- hendrowahyono/, diakses pada Januari 2022.
Anonim, “Sejarah Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya”, dalam atmajaya.ac.id, https://www.atmajaya.ac.id/web/Info.aspx?gid=info-atma- jaya&cid=sejarah-atma-jaya, diakses pada Januari 2022.
Anonim, (2017), “I.J. Kasimo, Sosok yang Tegas, Berprinsip Teguh, dan Cinta Kebenaran”, dalam atmajaya.ac.id, https://m.atmajaya.ac.id/web/Konten.aspx?gid=highlight&cid=I-Jkasimo- Sosok-yang-Tegas-Berprinsip-Teguh-dan-Cinta-Kebenaran, diakses pada Januari 2022.
Setyawati, Sri. “Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono”, dalam biokristi.sabda.org,https://biokristi.sabda.org/ignatius_joseph_kasimo_hendrowahyono, diakses pada Januari 2022.
Trinugroho, Tomy. (2011). “Syafruddin Prawiranegara dan IJ Kasimo Pahlawan Nasional”, dalam edukasi.kompas.com, https://edukasi.kompas.com/read/2011/11/08/11262714/~Nasional, diakses pada Januari 2022.