Pandu Kertawiguna: Difference between revisions
No edit summary |
No edit summary |
||
(2 intermediate revisions by the same user not shown) | |||
Line 1: | Line 1: | ||
[[File:Pandu Kertawiguna - ANRI KEMPEN P06 0355 (2).jpg|center|thumb|Pandu Kertawiguna. Sumber: [https://anri.go.id ANRI. Katalog Daftar Arsip Foto Personal, No. P06-0355.]]] | |||
Pandu Kertawiguna adalah aktivis pergerakan pemuda dan tokoh pers yang menjadi salah seorang pendiri Lembaga [[Antara|Kantor Berita Antara]]. Ia lahir di Cirebon pada 13 Februari 1913. Pada masa pergerakan nasional, Pandu Kertawiguna tinggal di Asrama Menteng 31. Di dalam asrama tersebut tinggal pula tokoh-tokoh pergerakkan nasional lainnya seperti Chairul Saleh, [[Sukarni]], Maruto Nitimihardjo, [[Adam Malik]], [[Dipa Nusantara Aidit|D.N. Aidit Armunanto]], M.H. Lukman, dan A.M. Hanafi. Beberapa nama dari mereka adalah nama-nama yang tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai tokoh pemuda yang menculik [[Dwi Tunggal Sukarno Hatta|Sukarno-Hatta]] supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secepatnya. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok, sesuai dengan nama lokasi kejadian tempat Sukarno-Hatta dibawa ke suatu rumah di desa [[Rengasdengklok]]. Seperti penghuni Asrama Menteng 31 lainnya, Pandu Kertawiguna juga tercatat dalam peristiwa tersebut, meskipun perannya tidak begitu menonjol dibandingkan kawan-kawan seasramanya. | Pandu Kertawiguna adalah aktivis pergerakan pemuda dan tokoh pers yang menjadi salah seorang pendiri Lembaga [[Antara|Kantor Berita Antara]]. Ia lahir di Cirebon pada 13 Februari 1913. Pada masa pergerakan nasional, Pandu Kertawiguna tinggal di Asrama Menteng 31. Di dalam asrama tersebut tinggal pula tokoh-tokoh pergerakkan nasional lainnya seperti Chairul Saleh, [[Sukarni]], Maruto Nitimihardjo, [[Adam Malik]], [[Dipa Nusantara Aidit|D.N. Aidit Armunanto]], M.H. Lukman, dan A.M. Hanafi. Beberapa nama dari mereka adalah nama-nama yang tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai tokoh pemuda yang menculik [[Dwi Tunggal Sukarno Hatta|Sukarno-Hatta]] supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secepatnya. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok, sesuai dengan nama lokasi kejadian tempat Sukarno-Hatta dibawa ke suatu rumah di desa [[Rengasdengklok]]. Seperti penghuni Asrama Menteng 31 lainnya, Pandu Kertawiguna juga tercatat dalam peristiwa tersebut, meskipun perannya tidak begitu menonjol dibandingkan kawan-kawan seasramanya. | ||
Line 13: | Line 15: | ||
Pada 1962, Pandu Kertawiguna menjadi Ketua Dewan Pimpinan Antara. Pada tahun tersebut Antara berubah statusnya menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) dan berada langsung di bawah Presiden. Kedudukan LKBN Antara tersebut berdasarkan Surat Keputusan Presiden No 307 tahun 1962 tanggal 24 September 1962. | Pada 1962, Pandu Kertawiguna menjadi Ketua Dewan Pimpinan Antara. Pada tahun tersebut Antara berubah statusnya menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) dan berada langsung di bawah Presiden. Kedudukan LKBN Antara tersebut berdasarkan Surat Keputusan Presiden No 307 tahun 1962 tanggal 24 September 1962. | ||
Penulis | {{Penulis|Linda Sunarti|Institut Universitas Indonesia|Dr. Restu Gunawan, M.Hum}} | ||
Line 23: | Line 25: | ||
Sekretariat DPR-GR. 1970. Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia. | Sekretariat DPR-GR. 1970. Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia. | ||
{{Comment}} | |||
[[Category:Tokoh]] | [[Category:Tokoh]] |
Latest revision as of 14:45, 27 August 2024
Pandu Kertawiguna adalah aktivis pergerakan pemuda dan tokoh pers yang menjadi salah seorang pendiri Lembaga Kantor Berita Antara. Ia lahir di Cirebon pada 13 Februari 1913. Pada masa pergerakan nasional, Pandu Kertawiguna tinggal di Asrama Menteng 31. Di dalam asrama tersebut tinggal pula tokoh-tokoh pergerakkan nasional lainnya seperti Chairul Saleh, Sukarni, Maruto Nitimihardjo, Adam Malik, D.N. Aidit Armunanto, M.H. Lukman, dan A.M. Hanafi. Beberapa nama dari mereka adalah nama-nama yang tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai tokoh pemuda yang menculik Sukarno-Hatta supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secepatnya. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok, sesuai dengan nama lokasi kejadian tempat Sukarno-Hatta dibawa ke suatu rumah di desa Rengasdengklok. Seperti penghuni Asrama Menteng 31 lainnya, Pandu Kertawiguna juga tercatat dalam peristiwa tersebut, meskipun perannya tidak begitu menonjol dibandingkan kawan-kawan seasramanya.
Pada saat terjadinya penculikkan Sukarno-Hatta, Pandu Kertawiguna bersama pemuda aktivis pergerakkan lainnya tetap berada di Jakarta. Tampaknya ada pembagian tugas dari kelompok pemuda tersebut, satu kelompok ditempatkan di Rengasdengklok dan satu kelompok lainnya berada di Jakarta. Setelah ia menerima kabar mengenai perundingan di Rengasdengklok antara kelompok pemuda dan Sukarno-Hatta dari Yusuf Kunto yang sengaja datang dari Rengasdengklok, kemudian Pandu Kartawiguna bersama dengan Yusuf Kunto dan Wikana menghadap Ahmad Subarjo dan berunding mengenai kondisi dan hasil perundingan antara kelompok pemuda dan Sukarno-Hatta. Ahmad Subarjo pada saat itu merupakan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), setelah berunding dengan kelompok pemuda di Jakarta, Ahmad Subarjo menyetujui bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilakukan di Jakarta. Mengenai waktu diselenggarakannya proklamasi Ahmad Subarjo menyarankan agar tidak dilakukan secara tergesa-gesa.
Peran Pandu Kertawiguna adalah sebagai salah seorang pendiri Kantor Berita Antara—bersama Adam Malik, Sumanang Suryowinoto dan Albert Manumpak Sipatuhar—pada 13 Desember 1937 di Jakarta (waktu itu Batavia). Sesuai fungsinya sebagai Kantor Berita, Antara adalah penyuplai berita bagi surat kabar yang terbit di Hindia Belanda, terutama bagi surat kabar yang diterbitkan oleh pribumi. Nilai penting Kantor Berita Antara pada masa penjajahan Belanda adalah merupakan salah satu corong dunia pergerakan nasional. Banyak peristiwa nasional yang menyangkut peristiwa-peristiwa pergerakan nasional menjadi berita di buletin Antara. Sebetulnya di Hindia Belanda sudah berdiri Kantor Berita lainnya sebelum Antara dibentuk, yaitu Aneta (Algemeen Nieuws-en Telegraaf-Agentschap). Hanya saja kantor berita tersebut lebih mengutamakan berita-berita yang menyangkut pihak Belanda, kegiatan dan peristiwa yang menyangkut bangsa pribumi jarang menjadi perhatian, terlebih berita menyangkut pergerakkan nasional.
Di antara tokoh pendiri Antara tersebut, Pandu Kertawiguna merupakan salah satu tokoh pendiri yang berusia muda. Pada saat itu Pandu Kartawiguna berusia 21 tahun dan Adam Malik berusia 20 tahun, serta Sipatuhar berusia 23 tahun. Sementara itu Sumanang sebagai pemimpin berusia 28 tahun. Para pendiri Antara mayoritas merupakan anggota Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), para anggota Gerindo itulah yang menyiapkan kantor Antara di Jl. Pinangsia Raya.
Pada masa pendudukan Jepang, Antara dijadikan sebagai bagian dari Kantor Berita Domei oleh Pemerintah Pendudukan Jepang. Kantor berita milik Tentara Pendudukan Jepang. Dengan demikian kantor berita ini menjadi bagian dari propaganda Jepang di Indonesia. Akan tetapi, melalui kantor berita ini, banyak pegawainya yang sering menjadi tahu bagaimana kedudukan Jepang sebetulnya dalam Perang Dunia II. Berita kekalahan Jepang di berbagai wilayah pertempuran sering mereka dengar, demikian pula berita menyerahnya Jepang terhadap Sekutu. Berita terakhir itulah yang mempercepat terjadinya proklamasi kemerdekaan Indonesia karena para pekerja Indonesia di Kantor Berita Domei yang merupakan tokoh pejuang kemerdekaan menyebarluaskannya ke kalangan kaum pergerakkan nasional lainnya. Peran besar Kantor Berita Domei, tempat Pandu Kartawiguna bekerja, adalah menyebarluaskan berita ke berbagai daerah di Indonesia mengenai menyerahnya Jepang terhadap sekutu. Pandu Kartawiguna pun aktif turut serta dalam penyebaran berita kekalahan Jepang ke berbagai tempat.
Tahun 1956-1959 Pandu Kertawiguna menjadi anggota DPR dan bergabung dalam Fraksi Nasional Progresif, mewakili Partai Murba dari hasil Pemilihan Umum. Pandu Kertawiguna, pada 1 Maret 1960, menggantikan kedudukan Adam Malik sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung mewakili Golongan Karya Angkatan 1945. Adam Malik ditunjuk oleh Sukarno menjadi duta besar Indonesia untuk Uni Soviet dan Polandia karena kedudukannya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung, Pandu Kertawiguna kemudian mengundurkan diri sebagai anggota DPR-GR. Pada Juli 1961 Pandu Kartawiguna digantikan posisinya di DPR-GR oleh Sugiarto.
Pada 1962, Pandu Kertawiguna menjadi Ketua Dewan Pimpinan Antara. Pada tahun tersebut Antara berubah statusnya menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) dan berada langsung di bawah Presiden. Kedudukan LKBN Antara tersebut berdasarkan Surat Keputusan Presiden No 307 tahun 1962 tanggal 24 September 1962.
Penulis: Linda Sunarti
Instansi: Institut Universitas Indonesia
Editor: Dr. Restu Gunawan, M.Hum
Referensi
Alka, David Krisna. “Asrama dan Kebangkitan Pemuda Era Media Sosial.” Media Indonesia, 10 Mei 2013.
Loebis, Abu Bakar. Kilas Balik Revolusi: Kenangan Pelaku dan Saksi. 1992. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Sekretariat DPR-GR. 1970. Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia.