Asrama Indonesia Merdeka

From Ensiklopedia

Asrama Indonesia Merdeka terletak di Jalan Kebon Sirih Nomor 8, Jakarta Pusat. Pembangunan gedung asrama ini diperuntukkan bagi kaderisasi para calon pemimpin Indonesia merdeka pada masa menjelang proklamasi kemerdekaan (Isnaeni 2021). Asrama Indonesia Merdeka adalah satu dari empat asrama besar yang menjadi pusat pergerakan golongan pemuda masa proklamasi kemerdekaan, bersama dengan Asrama Angkatan Baru Indonesia di Jalan Menteng Nomor 31, Asrama Mahasiswa Kedokteran di Jalan Prapatan Nomor 10 (sekarang Jalan Prajurit KKO Usman-Harun), dan Asrama Pemuda Baperpi di Jalan Cikini Raya Nomor 71 (Isnaeni 2015; Hanafi 1996).

Asrama ini didirikan Laksamana Tadashi Maeda, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Angkatan Laut Jepang (Kaigun Bukanfu), sebagai sekolah politik bagi pemuda Indonesia. Rencana pendirian asrama oleh Maeda didasari pada deklarasi Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso pada 7 September 1944 terkait janji kemerdekaan bagi Indonesia. Rencana tersebut disampaikan kepada Ahmad Subarjo, Ketua Biro Riset Angkatan Laut, melalui Shigetama Nishijima. Subarjo segera menghimpun tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan ke dalam asrama ini dan secara resmi memberinya nama “Asrama Indonesia Merdeka”, berdasarkan nama majalah milik organisasi Perkumpulan Indonesia, yaitu Indonesia Merdeka (Kompas, 14 Agustus 1969).

Pendirian asrama ini sesungguhnya tidak disukai dan ditentang oleh Angkatan Darat Jepang (Rikugun), tetapi Maeda berhasil mempertahankan dan menjamin para tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia yang bergabung di asrama tersebut, bersama dengan Nishijima dan Yoshizumi Tomegoro, dari pengawasan Polisi Militer Jepang (Kempetai) (Kahin 2013; Poeze 2009). Subarjo berperan dalam memilih pengajar dan peserta kursus. Gelombang pertama penerimaan peserta kursus berlangsung pada April 1945 dengan tiga puluh peserta, dilanjutkan dengan gelombang kedua pada Mei 1945 yang menerima delapan puluh peserta, sedangkan gelombang ketiga penerimaan tidak dapat tercapai karena kekalahan Jepang dari Pasukan Sekutu di Perang Dunia II (Oktorino 2013). Subarjo merekrut Sukarno untuk mengajar di bidang politik, Mohammad Hatta di bidang ekonomi, Sutan Sjahrir di bidang sosialisme dan sejarah Asia, R.P. Singgih di bidang kebudayaan, Sanusi Pane di bidang sejarah Indonesia, Suwandi di bidang sejarah pergerakan nasional, Iwa Kusumasumantri di bidang hukum pidana, Muhammad Said di bidang pendidikan dan budaya, serta Subarjo sendiri mengajar di bidang hukum internasional (Isnaeni 2021; Kahin, 2013).

Hingga akhir keberadaannya di Juli 1945, Asrama Indonesia Merdeka telah berhasil meluluskan ratusan pemuda melalui program kursus dwibulanan. Sejak Mei 1945, Subarjo telah merekrut para lulusan tersebut untuk bergabung ke gerakan anti-Pemerintah Jepang, sehingga asrama ini menjadi bagian penting dari proses penyelenggaraan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945 dengan peran mempersiapkan pemuda Indonesia untuk berkontribusi di berbagai bidang penting bagi pembangunan bangsa dan negara.

Penulis: Linda Sunarti
Instansi: Institut Universitas Indonesia
Editor: Dr. Restu Gunawan, M.Hum


Referensi

Hanafi, A.M. (1996). Menteng 31: Markas Pemuda Revolusioner Angkatan 45, Membangun Jembatan Dua Angkatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Isnaeni, Hendri (2015). Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Kesaksian, Penyiaran, dan Keterlibatan Jepang. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Isnaeni, Hendri (2021). “Maeda dan Asrama Indonesia Merdeka”, Historia, 7 Maret 2021. https://historia.id/politik/articles/maeda-dan-asrama-indonesia-merdeka-v29jZ/page/1.

Kahin, George M. (2013). Nasionalisme dan Revolusi Indonesia (terj.). Depok: Komunitas Bambu.

Oktorino, Nino (2013). Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Poeze, Harry A. (2009). Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia (terj.). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia & KITLV Jakarta.