Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII)
Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) didirikan pada 2 Oktober 1945, dengan susunan kepengurusan pertamanya adalah: Harsono Tjokroaminoto (Ketua Umum), A. Karim Halim (Wakil Ketua I), Mufraini Mukmin (Wakil Ketua II), dan Anwar Harjono (Sekretaris) (Hakiem, 2017: 58).
Kelahiran organisasi ini berawal dari pendirian Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1945 (sekarang menjadi Universitas Islam Indonesia atau UII Yogyakarta). Para pelajar STI ini membuat organisasi bernama Persatuan Pelajar (PP STI) yang diketuai Subianto Djojohadikusumo. Dalam aktivitasnya sering kali para mahasiswa STI ini berdiskusi mengenai masa depan bangsa. Mereka menjadi pelopor dalam pendirian perhimpunan, organisasi dan gerakan pemuda pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia (Hakiem, 2020: 58).
Keinginan untuk menyatukan mahasiswa dan pemuda muslim dengan berbagai latar belakang aliran Islam dan pendidikan menjadi dasar didirikannya Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Hadirnya GPII menjadi jawaban atas tidak adanya organisasi pemuda berideologi Islam setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 (Lisan, 1983: 127).
Tujuan dari gerakan ini adalah mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menyiarkan agama Islam (Ridwan, 1948: 113, lihat juga Pasal 4 AD GPII). GPII berhasil mengorganisasi para pemuda pelajar Islam guna memperjuangkan revolusi kemerdekaan. Selain itu, GPII juga menjadi lahan bagi perekrutan pemimpin Islam masa depan, serta menjadi pusat pertemuan antara para pemuda pesantren dan pelajar sekolah sekuler (Harjono & Hakiem, 2002:50).
Di awal berdirinya, para tokoh pendiri berusaha mengenalkan dan membentuk GPII di daerah untuk membangkitkan semangat rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan. Mereka mencetak selebaran yang berisi ayat Qur’an dan Hadits tentang seruan jihad fii sabilillah. Gerakan GPII ini pada tahun 1951 terpilih untuk ikut serta dalam Kongres Pemuda Muslim sedunia di Karachi, Pakistan. GPII menjalin kerja sama dengan semua pihak, tak hanya dengan semua kekuatan anti komunis, gerakan Islam dan militer juga termasuk di dalamnya (Hakiem, 2017: 58-60). Saat Kongres Pemuda yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 10-11 November 1945, GPII dengan tegas menentang upaya rekayasa peleburan semua organisasi pemuda ke dalam satu wadah tunggal Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO). Berkat suara tersebut maka PESINDO gagal terbentuk, dan sebagai gantinya adalah badan kontak bernama BKPRI atau Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (Hakiem, 2017: 59).
Pada awalnya GPII berpusat di Balai Muslimin Indonesia, sebuah gedung pertemuan yang beralamat di Jalan Kramat Raya No. 19 Jakarta. Selain membendung pengaruh komunis dengan menolak PESINDO, GPII juga memiliki andil dalam membentuk Dewan Mobilisasi Pemuda Islam Indonesia, bersama dengan Markas Tertinggi Sabilillah dan Markas Tertinggi Hizbullah pada 26 Oktober 1946 (Harjono dan Hakiem, 1997: 126), kemudian berpartisipasi dalam pembentukan Pemuda Pelopor (Bayquni, 2008: 58-86). Sejak periode 1955-1956, di bawah kepemimpinan Anwar Harjono GPII mulai menempati sekretariat di Jalan Menteng Raya No. 58, Jakarta. Organisasi ini menjadi semacam gerakan sayap pemuda Masyumi, yang terlibat dalam perjuangan revolusi kemerdekaan (Latif, 2005: 423-459).
GPII akhirnya dibubarkan karena anggotanya dianggap terlibat dalam Peristiwa Cikini (1957) dan Peristiwa Idul Adha (1962), sebagai upaya pembunuhan terhadap Presiden Sukarno, dan dianggap sebagai penghambat revolusi atau bertentangan dengan semangat sosialisme yang diusung saat itu. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 139 Tahun 1963 yang terbit pada 10 Juli 1963 (Lihat dalam Kep. Pres RI No.139, Th. 1963). Sebagai organisasi pemuda Islam, GPII memiliki cita-cita yang ingin mewujudkan suatu kehidupan yang berdasarkan Islam. GPII sejak awal menentang ideologi komunisme (Araf, 2022: 81-83).
Penulis: Akhmad Yusuf
Instansi: Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.
Referensi
Al Araf. Pembubaran Ormas: Sejarah dan Politik-Hukum di Indonesia (1945-2018). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2022.
Azra, Azyumardi. Indonesia, Islam, and Democracy: Dynamics in a Global Context. Indonesia: Solstice Pub., 2006.
Bayquni, Ahmad. Perjuangan Gerakan Pemuda Islam Indonesia pada Masa Revolusi Fisik 1945-1949, Skripsi: Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Departemen Penerangan RI, Kotapradja Djakarta Raya. Jakarta: Kementerian Penerangan, 1953.
Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Indonesia: Equinox Pub., 2006.
Hakiem, Lukman. Dari Panggung Sejarah Bangsa: Belajar dari Tokoh dan Peristiwa. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020
______________. Merawat Indonesia: Belajar dari Tokoh dan Peristiwa. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2017.
Harjono, Anwar dan Lukman Hakiem. Di Sekitar Lahirnya Republik, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1997.
Hehamahua, Abdullah. Membedah Keberagaman Umat Islam Indonesia: Menuju Masyarakat Madani. Surabaya: Yayasan Rumah Peneleh, 2016.
Latif, Yudi. Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Jakarta: Mizan, 2005.
Madinier, Rémy. Islam and Politics in Indonesia: The Masyumi Party Between Democracy and Integralism. Singapura: NUS Press, 2015.
Ricklefs, Merle Calvin., Nugraha, Moh. Sidik. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008.
Ridwan, H. Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, Jakarta: CV. Rajawali, 1948.
Sejarah Lisan, Menelusuri Jejak Ayahku Harsono Tjokroaminoto, Jakarta: Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, 1983.
Zuhdi, Susanto., dan Nursam. ed. Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, Nation Information, Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.