Pelajar Islam Indonesia (PII)

From Ensiklopedia

PII atau Pelajar Islam Indonesia didirikan di Yogyakarta pada 4 Mei 1947, diawali wacana untuk membuat sebuah organisasi yang dapat mengakomodir seluruh lapisan pelajar Islam. Ide tersebut disampaikan pada pertemuan di gedung SMP Negeri 11 Yogyakarta pada 25 Februari 1947, kemudian berlanjut dengan pertemuan-pertemuan lain (Darban 1976: 26-32).

PII berdiri lewat prakarsa Joesdi Ghazali, seorang mahasiswa STI. Keinginan untuk menyatukan pelajar Muslim dari sekolah-sekolah menengah sekuler dengan pelajar di sekolah-sekolah menengah agama guna mendukung perjuangan nasional. Motivasi keislaman dan kebangsaan menjadi alasan utama lahirnya PII. Selain itu, faktor lain didirikannya PII adalah sebagai bentuk kekecewaan pelajar Islam terhadap IPI (Ikatan Pelajar Indonesia) yang didominasi aktivis kiri. Tujuan dari organisasi ini adalah menyempurnakan pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan sesuai dengan ajaran Islam bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada Kongres I PII di Solo tahun 1947, tujuan tersebut diperluas menjadi; “Kesempurnaan pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan Islam bagi Republik Indonesia”. Kemudian menjadi lebih universal lagi pada Kongres VII tahun 1958 di Palembang yang bertahan hingga kini, tujuan tersebut menjadi: “Kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat manusia” (PB PII Dokumen Sejarah PII, 2010: 2). Ada dua hal yang diperjuangkan oleh PII, kesempurnaan pendidikan dan kesempurnaan kebudayaan. Keduanya merujuk pada Islam sebagai sumber nilai dan pandangan dunia, kemudian segenap rakyat Indonesia dan umat manusia menjadi lingkup wilayah dakwahnya (Sopandi 2013: 35-36).

Kehadiran PII sempat juga dicurigai dan dituduh memecah belah persatuan pelajar umum oleh kelompok Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). Untuk meredam dugaan itu,  pada 9 Juni 1947 keduanya, baik PII maupun IPI, bersepakat dalam perjanjian Malioboro. Isi perjanjian itu adalah, IPI berjanji akan mengakui hak hidup PII, kepada daerah-daerah dan cabang-cabangnya, bila diperlukan juga akan membantu berdirinya PII di tempat yang belum ada organisasi tersebut; dalam persoalan yang dapat dikerjakan bersama dan bersifat nasional maka PII bersedia berkerjasama dengan IPI (Darban 1976: 30; Djaelani 2000: 14)..

Saat Agresi Militer Belanda I & II, para anggota PII juga terlibat aktif dalam revolusi fisik dengan bergabung bersama barisan prajurit Tentara Rakyat, Hizbullah, Sabilillah, Tentara Pelajar dan organisasi militer lainnya. Dari sini,  Brigade PII lahir sebagai badan ketentaraan yang berisi pelajar sebagai anggotanya. Brigade PII aktif melawan pemberontakan PKI di Madiun dengan bertempur melawan Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO). PII dengan tegas juga menentang Manipol USDEK dan Nasakom (Insani 2010: 28-32).

Kontribusi terpenting PII adalah berusaha merintis jalan untuk pertukaran pelajar internasional lewat AFSIS (American Field Service for Internasional Scholarship) sejak tahun 1955. Di antara mereka yang ikut program ini adalah Mohammad Diponegoro, Taufiq Ismail, Z.A. Maulani, Dalam Raharjo dan Sugeng Sarjadi; mereka semua kemudian menjadi tokoh-tokoh intelektual zaman berikutnya (Latif 2005: 429-431; Bachtiar 2018: 38).

Keberadaan PII mendapat sambutan yang baik dan diberikan haknya pula untuk hidup di tengah masyarakat. Posisi PII juga mendapat tempat di hati para pelajar Islam terutama di madrasah-madrasah dan pesantren. Hal ini berbeda dengan IPI yang justru malah sulit diterima karena tak berdasarkan asas Islam. Sejalan dengan tujuan organisasi pelajar yang mendahuluinya, PII memiliki proyek historis dengan melakukan Islamisasi modernisasi sekaligus modernisasi Islam. Hal ini terbaca dari misi PII yang ingin menyatukan para pelajar Islam di sekolah-sekolah agama dan sekuler yang bertujuan mencetak intelek-ulama sekaligus ulama-intelek (Ridwanuddin 2017: 199-200).

Bagi PII, Indonesia dipahami dalam empat kerangka besar. Pertama, Indonesia sebagai konteks sosio-historis aktualisasi Islam. Kedua, Indonesia sebagai satuan wilayah masyarakat bangsa. Ketiga, Indonesia sebagai satuan wilayah negara bangsa. Dan keempat, Indonesia sebagai satuan wilayah komunitas dakwah (PII, “Falsafah Gerakan Pelajar Islam Indonesia”, 147-148).

Penulis: Akhmad Yusuf
Instansi: Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.

Referensi

Abdullah, Taufik. Sejarah Ummat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991.

Bachtiar, Tiar Anwar. Lajur-Lajur Pemikiran Islam: Peta Pergulatan Intelektual Islam Indonesia Abad Ke-20 dan Awal Abad Ke-21. Indonesia: JSP Publishing, 2018.

Baedowi, Ahmad., Burhanuddin, Jajat. Transformasi Otoritas Keagamaan: Pengalaman Islam Indonesia. Indonesia: Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan PPIM, UIN Jakarta dan Basic Education Project, Depag, 2003.

Bruinessen, Martin van. Rakyat Kecil, Islam, dan Politik, Yogyakarta: Penerbit Gading, 2013.

Darban, Ahmad Adaby. Sejarah Lahirnya Pelajar Islam Indonesia. Banyumas: Omera Pustaka, 1976.

Djaelani, Anton Timur. Tafsir Asas PII: Dasa Warsa Bakti Pelajar Islam Indonesia, Jakarta: Pengurus Perhimpunan Pusat Keluarga Besar PII, 2000.

Hannan, Djayadi. Gerakan Pelajar Islam di Bawah Bayang-bayang Negara: Studi Kasus Pelajar Islam Indonesia Tahun 1980-1990, Yogyakarta: UII Press, 2006.

Insani, Mirzan. Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru, Skripsi S-1, Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Jakarta, 2010.

Latif, Yudi. Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia abad ke-20. Indonesia: Mizan, 2005.

Ridwanuddin, Parid. Komitmen Keislaman dan Kebangsaan Pelajar Islam Indonesia: Telaah terhadap Falsafah Gerakan Pelajar Islam Indonesia, Lentera, Vol. I, No. 2, Desember 2017.

Sopandi, Cecep. Peran Pelajar Islam Indonesia (PII) Dalam Pemberdayaan Politik Pelajar (Studi Kasus Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Jakarta Periode 1998-2010, Skripsi S-1, Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Jakarta, 2013.

Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah 2. Indonesia: Surya Dinasti, 2017.

Wildan, Muhammad. “Students and Politics: The Response of the Pelajar Islam Indonesia (PII) to Politics in Indonesia”. Tesis M.A., Leiden University 1999.